TIARAAku mengirim pesan pada Zay agar mengangkat telpon. Deg-degan juga takut tiba-tiba mas Ragil datang. Meski sudah ada bi Eti yang berjaga, tetap saja rasa takut itu ada.Masalahnya mas Ragil sekarang sedang seperti serigala lapar. Takutlah kalau sampai main kekerasan. Bisa-bisa wajahku yang udah glowing ini jadi cacat. Ih, enggak banget."Ada apa bunda Cantik?"Aku nyerocos tanpa titik koma soal pembatalan perjanjian. Pria di ujung telpon itu mendengarkan tanpa menyela sedikitpun."Sudah ngomelnya? Oh, ya Ragil.mukul kamu, gak?""Enggak, alhamdulilah. Ayo, mas kasih solusi!""Syukurlah, aku gak perlu beli daster buat Ragil, rugilah ngeluarin uangnya juga!"Ya, ampun ini orang. Aku sudah panik dan kebat-kebit, dia malah bercanda. Kalau gak ingat dia itu pengacara, udah kumarahi sekarang juga."Mas, cepet!""Tenang, dong, Sayang. Kalau mau nikah sama aku, harus udah ada surat jendes dulu. Aku gak mau dibilang pebinor, eh!" "Maaaas!"Akhirnya kesabaranku hilang. Dan orang menyebalk
RAGILJantungku kayak copot mendengar kata-kata Tiara tentang gugatan cerai. Apa otaknya berubah miring saking jiwa tertekan. Aku jadi merasa bersalah kalau tekanan jiwa disebabkan hukuman satu bulan ini..Sepertinya aku terlalu keras menghukum Tiara. Dia harus ditenangkan agar tak lagi bicara aneh. Duh, kasihan sekali istriku ini. Dasar kamu sableng Ragi!Aku melingkarkan tangan sambil merapatkan tubuh pada Tiara. Kehangatan pelukan ini pasti akan mengalirkan ketenangan bagi jiwanya."Sayang, maafkan, ya karena Mas jiwamu jadi terguncang. Sekarang kita mulai lagi dari awal. Saling mencintai dan kembali seperti dulu lagi."Aku mendekap Tiara erat. Kurasakan detak jantungnya bertalu cepat. Mungkin itu perlambang bahagia karena kesalahannya telah dimaafkan dan aku siap memulai kehidupan lebih baik.Anggap saja perselingkuhan Tiara dengan Zay tidak pernah terjadi. Mungkin mereka sedang khilaf saat itu. Aku juga tidak bisa membenci Tiara meski sudah melakukan kesalahan besar, yaitu berkhi
RAGILPanggilan sidang dari pengadilan agama kini sampai ditanganku. Kutatap nanar baris demi baris teks yang tertera di dalamnyaAku tak mau percaya bahwa ini adalah gugatan cerai dari Tiara. Aku ingin yakin sekarang sedang bermimpi. Dan esok akan bangun dengan keadaan Tiara masih di sisiku.Tapi ini nyata. Jelas tertera di sana kalimat berisi panggilan sidang pertama untukku dan Tiara. Aku seperti diempas ke dalam jurang, gelap dan tak tahu di mana ujungnya. Meski aku menolak gugatan cerai di sidang pengadilan, tetap saja tak akan menang. Paling hanya bisa mengulur waktu. Lelah iya, menang tidak. Sekali lagi aku merutuki diri. Sesal sudah tiada guna. Sekarang tinggal tunggu waktu ditinggalkan Tiara."Mas, minum dulu teh jahenya!"Susi meletakkan teh jahe hangat pesananku. Lepas itu langsung pergi. Kubiarkan saja dia berlalu sebab memang sedang tak mood ngobrol. Yang ada nanti sikapku makin ketus padanya. Aku kembali asyik dengan lamunan. Terlintas kilasan masa lalu saat aku menge
Sekeras apapun mas Ragil membujuk untuk membatalkan gugatan, aku bergeming. Keputusan untuk berpisah darinya sudah bulat. Aku tidak bisa hidup dengan lelaki yang tak menghargai pernikahan dan wanita. Mudah melupakan pengorbanan dan bakti seorang istri Wanita berharga jika memiliki fisik sempurna di sisinya. Ketika tubuhnya sudah tak sedap dipandang mata hilanglah harganya. Hal tersebut sudah terbukti dengan melihat bagaimana perlakuanya padaku dan Susi saat kami memgalami dua fase cantik dan jelek. Jika tidak diberi pelajaran, selamanya tidak akan memahami arti kedudukan wanita. Biar saja Mas Ragil berpikir dan merenungkan kesalahan di masa lalu. Juga merasakan sakitnya diabaikan begitu oleh orang yang dicinta. Tanpa aku di sisinya, masih ada Susi yang setia menemani. Semoga saja dia tidak Mengulangi kesalahan yang sama pada istri keduanya itu. Kalau tidak, bersiap saja Susi akan melakukan hal sama sepertiku.Tentang harta sepuluh persen yang tidak kudapatkan, tak masalah. Dua pulu
Aku tinggalkan lelaki yang sempat terlihat mengusap wajahnya kasar. Di sampingku berjalan Zay yang dari tadi tidak bicara apa-apa. Mungkin menjaga perasaan temannya atau memang tidak mau ikut campur dengan perasaan kami."Itulah lelaki! Baru sadar kalau wanita yang sebenarnya ia cintai mengambil tindakan tegas. Dulu mungkin tidak pernah terlintas di benaknya bahwa kamu akan sekejam ini. Kasus seperti ini banyak kutangani. Para lelaki terpesona pada wanita lain dengan banyak alasan. Yang punya power sepertimu jarang. Rata-rata wanita lebih cenderung lemah dan mengalah. Lalu, menerima perlakuan suaminya, meski harus menanggung sakit hati seumur hidup. "Dia bicara ketika kami ada di antara dua mobil yang akan ditumpangi oleh masing-masing. Pria itu berkata tanpa mengarahkan pandangannya padaku sebab kami sama-sama menatap lurus ke depan."Aku yakin Ragil akan menyesal seumur hidup karena telah lepas dari wanita yang sesungguhnya sangat dicintai. Keegoisanlah yang telah membuatnya menjad
Susi refleksi memelukku. Ia menangis terisak-isak dalam waktu yang cukup lama. Aku merasakan ini bukan drama, tetapi murni sebuah penyesalan. "Susi selalu mendoakan yang terbaik untuk, Mba. Susi harap mba Tiara bersedia menjadi teman Susi!""Tentu saja. Kita adalah teman!"Kami pun ngobrol hingga dua jam lamanya di restoran tempat pertemuan. Untuk makan sendiri, sekarang kami sama, tidak terlalu berlebihan. Bahkan, Susi sangat ketat. Kalau aku standar karena tak mungkin juga diet lagi. Nanti tubuh semakin kurus. Yang penting tetap mempertahankan kesehatan .*Setelah tiga bulan menjalani sidang pengadilan, putusan hakim pun datang. Pada akhirnya pengajuanku dikabulkan. Hari ini resmi sudah aku dan mas Ragil bercerai.Bahagiakah aku?Jawabnya tidak. Bahkan, airmata ini sempat menetes. Aku menyesali keadaan mengapa harus begini adanya. Mengapa pernikahan yang telah terjalin lama harus kandas di perjalanan.Aku teringat masa kami bahagia. Masa di mana hanya ada aku, dia dan anak-anak. S
Ucapan baik itu bisa keluar dari siapa saja. Tak pandang bulu apa dia pria atau wanita anak-anak atau orang tua, orang kaya atau miskin. Semua bisa mengucapkan sebuah kebenaran.Untuk itu, kita jangan meremehkan manusia manapun. Sebab siapa tahu orang itu lebih baik dari kita ucapan dan perbuatannya.Aku menjalin kerjasama dengan jeng Irna yang punya relasi segudang. Kita saling bertukar promo di tempat masing-masing. Hasilnya mengejutkan. Baik tempatku maupun tempatnya mendapat banyak pengunjung baru.Zay dan adiknya tak lupa kugandeng. Mereka bisa dimanfaatkan untuk membesarkan usahaku. Relasi keduanya tak main-main. Papan atas semua.Tawaran jadi tamu di acara Zakia kuterima. Lumayan banget tampil di televisi swasta. Hal itu kumanfaatkan untuk membesarkan nama dan promo usaha juga. Acara tersebut mendapat antusias tinggi sebab ini kisah hidup real. Tapi, aku tak mengungkap soal rumah tangga sebab tak pantas dikonsumsi publik. Saat ada yang mengorek, aku hanya mengatakan tidak bers
Kututup kolase itu sebab sudah tak sanggup lagi melihat foto-foto kami. Kembali pada masa itu seperti sedang mengorek luka yang setahap demi setahap sedang diobati.Kupikir akan bahagia selepas berpisah darinya. Nyatanya tidak. Sebesar apapun kesalahan Mas Ragil, kebaikannya di masa lalu, tetap melayang-layang di Ingatan.Benar kata pepatah, kebaikan seseorang akan terasa kala berpisah darinya. Bahkan keburukan itu seolah tak tampak kemudian.Kalau mau jujur kebaikan mas Ragil masih lebih besar dari keburukannya. Pria itu tak pernah main tangan. Tak absen memberi nafkah lahir dan batin. Lembut dan mengayomi keluarga. Kalaupun dulu suka mencela mungkin karena kesal pada istri yang tidak menuruti perkataannya.Aku menyeka airmata yang telah merembes hingga dagu. Tiba-tiba sesak itu menghampiri. Makin lama. Makin menyiksa dadaku. "Mas, mengapa kisah kita harus berakhir. Mengapa memilih jalan menduakanku. Mengapa harus ada Susi di antara kita. Andai, andai..."Aku membiarkan tubuh ini lu