Share

RENCANA RACHEL

Author: Rara Qumaira
last update Last Updated: 2022-06-04 11:35:57

BAB 6

RENCANA RACHEL

Setelah keluar dari rumah Kienan, Bu Ana dan Aira menuju rumah Rachel.

"Bu, kita kemana sekarang?"

"Kita ke rumah Rachel mengantar barang kakakmu, sekalian minta uang belanja," jawab Ibunya.

Aira mengarahkan mobilnya menuju rumah Rachel. Mobil itu pemberian Kienan saat Aira awal masuk kuliah. Saat itu, Aira merengek minta dibelikan mobil. Dengan segala upaya, Ibunya membujuk Kienan agar mau membelikannya.

Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di tujuan.

"Akbar!" teriak Ibunya begitu memasuki rumah.

"Ibu? Tumben kesini?" tanya Rachel.

Dia terkejut mendengar ribut-ribut di depan, jadi dia bergegas keluar.

"Memangnya gak boleh? Ini kan, rumah Akbar juga. Dia yang beli," jawab Bu Ana sewot. Dia segera duduk di ruang tengah.

"Kok gitu sih, Bu, jawabnya!? Aku kan, tanya baik-baik!" ujar Rachel.

"Bibi!" teriak Bu Ana.

Bi Murni tergopoh-gopoh berlari ke depan.

"Iya, Bu! Ada apa?"tanya bi Murni.

"Buatkan saya jus jeruk, sekalian bawakan camilan juga!" perintah Bu Ana.

"Baik, Bu!" jawab bi Murni.

"Aku juga, Bi! Aku jus alpukat ya!"

"Iya, Non!" Bi Murni segera undur diri ke belakang. Rachel hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan mertuanya.

"Akbar mana?" tanya Bu Ana.

"Ada apa, Bu?" sahut Akbar tiba-tiba muncul.

"Bener, kamu sudah talak Kienan?" tanya Ibunya tanpa basa-basi.

"Iya, Bu! Dia yang minta sendiri!" jawab Akbar santai.

"Kenapa kamu turutin, sih?" omel Ibunya.

"Dia gak mau Nerima Rachel, Bu. Aku gak mau lah, kalau harus kehilangan Rachel. Anak ini sudah aku tunggu lama. Gak mungkin aku sia-siain," jawab Akbar. Rachel tersenyum bangga mendengar jawaban Akbar.

"Apa gak sayang? Asetnya masih banyak, lho!"

"Sudah, Bu! Gak usah dipikirin! Semua udah aku pertimbangkan! Lagian, Ibu ngapain kesana?" tanya Akbar heran.

"Kamu lupa ini tanggal berapa? Ini waktunya ngasih jatah bulanan Ibu. Tak tungguin kok gak di transfer. Ya udah, Ibu samperin aja sekalian jalan-jalan!"

"Trus, dikasih?"

"Gaklah! Dia bilang, kamu udah talak dia, jadi dia nyuruh Ibu minta sama kamu."

"Jadi, Ibu kesini mau minta uang?" tanya Rachel.

"Iya. Biasanya jatah bulanan Kienan yang kasih, sekarang Ibu minta kesini."

"Berapa, Bu, biasanya?" tanya Rachel lagi.

"Untuk Ibu dua puluh juta, Aira sepuluh juta. Total tiga puluh juta."

Rachel terkejut.

"Banyak sekali, Bu?" tanyanya heran.

"Iyalah! Itu untuk kebutuhan rumah satu bulan! Ibu juga harus bayar arisan sana sini." Bu Ana memberi penjelasan.

"Untuk Aira kok sampe segitu? Itu untuk biaya kuliah sekalian, ya?"

"Gaklah! Itu uang jajan aja. Biaya kuliah lain lagi," sahut Aira.

"Kenapa? Kamu keberatan?" tanya mertuanya.

"Bukan begitu, Bu, hanya gak nyangka saja sebanyak itu."

"Itu belum seberapa. Kalo Ibu lagi pengen beli tas, baju atau perhiasan, biasanya ibu minta lagi sama Kienan, dan selalu dikasih. Jadi, kamu jangan pelit sama Ibu!" sahut mertuanya.

"Udah, Bar! Mana uangnya! Mau Ibu pake belanja!" lanjut ibu Akbar.

"Iya, Bu! Akbar ambilkan dulu!"

Akbar beranjak ke kamarnya diikuti Rachel.

Sesampainya di kamar, Akbar segera membuka brankas untuk mengambil uang tunai.

"Mas, kok banyak sekali sih, jatah bulanan untuk Ibu?" protes Rachel.

"Mau bagaimana lagi? Biasanya Ibu Nerima juga segitu."

"Tapi, jangan disamakan, dong! Kebutuhan kita kan, juga banyak. Apalagi, sebentar lagi kita punya anak."

"Tapi, aku gak enak kalau harus mengurangi jatah mereka."

"Udah, mana uangnya! Aku gak rela yang sebanyak ini kamu kasihkan cuma-cuma untuk mereka! Mending, untuk aku belanja!" Rachel segera merebut uang tersebut.

"Trus, mereka bagaimana?"

"Udah, aku yang atur. Ayo, turun!"

Mereka segera keluar dari kamarnya menuju tempat Ibu dan Aira menunggu.

"Bu, ini yang belanjanya! Dan, ini untuk Aira!" ujar Rachel sembari menyerahkan uang tersebut.

"Berapa ini? Kok, kayaknya sedikit," protes Ibu Akbar.

"Iya, nih! Kayaknya ini gak sampe sepuluh juta, deh!" sahut Aira, lalu menghitung uang tersebut.

"Mbak, punyaku cuma lima juta?" protes Aira.

"Iya, nih! Punya Ibu juga cuma sepuluh juta! Akbar! Kamu jangan bercanda, ya!" protes Ibunya.

"Maaf, Bu. Sekarang kan, aku istri mas Akbar. Jadi, uang mas Akbar aku yang pegang. Aku rasa, uang segitu sudah cukup kok buat sebulan!" jawab Rachel halus.

"Cukup dari mana? Ini buat belanja, bayar listrik air, belum arisan Ibu."

"Terserah Ibu bagaimana mengaturnya. Yang jelas, jatah dari aku segitu. Dicukup-cukupin ajalah, Bu!"

"Akbar! Jangan diam saja kamu!" teriak Ibunya.

"Maaf, Bu! Rachel benar! Lagian, sebentar lagi dia melahirkan! Kami butuh banyak biaya!" sahut Akbar.

"Kalau tahu begini, lebih baik jangan kamu ceraikan Kienan. Dia masih bisa sapi perah kita."

"Sudahlah, Bu! Jangan bawa-bawa Kienan! Bukankah dulu Ibu sendiri yang meminta aku mencari istri lagi?"

"Iya. Ibu kan, sudah pengen gendong cucu!"

"Lha iya itu! Ini Rachel sebentar lagi kasih ibu cucu! Gak usah bahas wanita mandul itu lagi!"

"Dia gak mandul, Bar!" sahut Ibunya lirih.

"Apa maksud Ibu? Bukankah selama ini Ibu sendiri yang mengatakan kalau dia mandul? Buktinya, aku baru sebentar dengan Rachel, dia langsung hamil."

"Tadi, pas ibu kesana, dia bilang sama Ibu kalau dia sedang hamil."

"Apa?" Akbar dan Rachel berteriak bersamaan.

"Ibu serius?" tanya Akbar memastikan.

"Dia bilangnya sih, gitu."

"Trus, ibu percaya? Bisa aja kan, dia ngomong kayak gitu, biar gak jadi diceraiin mas Akbar," sahut Rachel.

"Ibu tadi juga sempat kepikiran kayak gitu, cuma Kienan itu kan gak pernah bohong. Dia gak mungkin bohongin kita, apalagi untuk masalah seserius ini," sahut Ibu Akbar.

Akbar tampak berpikir.

"Bu, bagaimana kalau Kienan beneran hamil? Itu anakku, Bu!" ujar Akbar.

"Mas, jangan aneh-aneh, deh! Ini juga anakmu!" sahut Rachel sewot, lalu beranjak meninggalkan mereka.

Mereka bertiga memandang kepergian Rachel dengan perasaan yang entah. Sulit dijabarkan.

Setelah Rachel sudah benar-benar menghilang, ibu Akbar berucap,"Bar, bagaimana kalau Kienan beneran hamil? Apa kamu akan rujuk sama dia?"

Akbar mengacak rambutnya frustasi.

"Akbar gak tau, Bu. Yang jelas, kita harus memastikan apakah Kienan beneran hamil atau hanya pura-pura."

"Caranya?"

"Aku akan temui dia, Bu! Kalau benar dia hamil, aku gak mungkin ninggalin dia, Bu! Yang dikandungannya juga anakku. Anak yang sudah kami tunggu selama lima tahun," jawab Akbar.

Sementara itu, di kamarnya Rachel mondar-mandir gelisah.

"Gak. Kienan gak oleh hamil. Aku gak mau mas Akbar berubah pikiran dan kembali sama dia. Aku harus menyelidiki masalah ini." Rachel berbicara sendiri di dalam kamarnya.

Rachel meraih ponselnya.

"Halo, Gerry!"

"Halo, sayang! Tumben telepon! Kamu pasti kangen sama aku. Iya, kan?" sahut pria di ujung telepon.

"Gerry! Jangan bercanda kamu! Aku ada kerjaan buat kamu! Temui aku besok di tempat biasa!"

"Oke, sayang! Asal jangan lupa, bawakan aku uang!"

"Gak. Kemarin aku sudah memberi kamu dua puluh lima juta!" sahut Rachel.

"Itu,kan, kemarin, sayang! Uangnya udah habis dong, buat senang-senang!"

"Jangan gila kamu, Ger! Suamiku bisa curiga kalau aku sering-sering kasih kamu uang!"

"Ya … pinter-pinternya kamu lah cari alasan. Oke, sayang? See you!" Gerry memutuskan sambungan ponselnya sepihak.

Rachel pun segera menutup teleponnya. Dia begitu gelisah.

"Sial!"

*****************************************

Pagi ini, seperti biasa, Kienan telah bersiap pergi ke kantor.

"Bi, camilan yang saya minta sudah disiapkan?" tanya Kienan.

"Sudah, Bu! Sudah saya siapkan di kotak makan!"

"Terimakasih, Bi!"

"Iya, Bu! Sama-sama!"

Semalam, Kienan memang minta dibawakan bekal camilan buah kupas dan beberapa potong kue. Alhamdulillah, kehamilannya tidak menghalangi aktivitasnya. Dia hanya mengalami sedikit mual dan lemas. Selebihnya, aman.

Sesampainya di kantor, Kienan sudah ditunggu pak Firman.

"Selamat pagi, Bu Kienan!" sapa pak Firman.

"Selamat pagi, pak Firman! Mari, ke ruangan saya!"

"Baik, Bu!"

Mereka melangkah beriringan. Sepanjang jalan, para karyawan menyapa mereka. Kienan membalas sapaan mereka ramah.

"Annisa, tolong minta OB membuat kopi untuk pak Firman. Saya minta teh hangat saja!" ucap Kienan kepada sekretarisnya.

"Baik, Bu!”

Kienan dan pak Firman segera masuk ke dalam ruangan.

"Ada apa bu Kienan memanggil saya? Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Pak Firman.

"Begini, Pak! Saya ingin mengajukan gugatan cerai. Apakah pak Firman bisa membantu saya?" tanya Kienan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
bikin mrka jd kere kin.hhh
goodnovel comment avatar
Titie Murtie Weepee
ceritanya seru, wanita tangguh
goodnovel comment avatar
Titien Suhestini
keenan yang hebat dan kuat, wanita tangguh ga cengeng
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUMISKINKAN MANTAN SUAMI DAN GUNDIKNYA   AKHIR YANG BAHAGIA

    BAB 13AKHIR YANG BAHAGIA"Ibu!" ujar Farel terkejut."Ngapain kamu di rumah perempuan itu? Ayo pulang!" sentak wanita bertubuh tambun tersebut."Aku hanya mengantar mereka pulang saja, Bu!" sahut Farel."Jangan banyak alasan, cepat pulang! Hei, Nana! Kamu itu sudah menikah. Bisa-bisanya kamu menggoda anakku. Kalau mau selingkuh, cari laki-laki lain, jangan anakku. Aku tidak rela!" sentak ibu Farel."Ibu, siapa yang menggoda sih? Aku hanya mengantar mereka. Lagi pula aku sendiri yang berinisiatif!" sahut Farel membela Nana."Jangan bela mereka. Ingat ya, ini peringatan terakhir. Jangan ganggu anakku lagi!" Usai mengatakan hal tersebet, wanita bertubuh tambun tersebut segera menyeret Farel meninggalkan rumah Nana. Tak diperdulikannya beberapa warga yang menonton kejadian tersebut."Ada apa, Na? Kok ibu dengar ribut-ribut!" tanya Bu Husna. "Tadi … ibunya Mas Farel kesini!" sahut Nana dengan mimik sedih. Bu Husna menghela nafas panjang sejenak. Bisa bisa menebak apa yang tejadi tadi. Di

  • KUMISKINKAN MANTAN SUAMI DAN GUNDIKNYA   SEASON 2 BAB 12

    BAB 12BERTEMU KEMBALIDengan penuh percaya diri, pengendara tersebut segera turun dari motornya. Belum juga dia melepas helmnya, Nana sudah menghampiri dan melabraknya.“Hei, Mas, maksudnya apaan, menghalangi jalan kami? Mau pamr motor?” sentak Nana. Pria tersebut yang hendak melepaskan helmnya, menghentikan aksinya seketika. Dia menatap Nana dengan intens dari balik helm full facenya.“Kalau mau aksi keren-kerenan, jangan disini! Lagipula saya gak minat!” lanjut Nana.“Nana ... jangan kasar begitu! Maaf ya, Nak!” ujar Bu Husna merasa tidak enak.“Untuk apa Ibu minta maaf sama dia. Dia yang salah kok!” sahut Nana membela diri.“Iya, Bu, tidak apa-apa! Saya paham kok! Saya kan sudah hafal dengan sifatnya!” sahut pria tersebut. Nana terkesiap seketika. Suara itu, suara yang pernah sangat akrab di telinganya. Nana menatap pria tersebut dengan intens. Sayangnya, keberadaan helm yang masih dikenakan pria tersebut, membuatnya tidak bisa mengenali pria tersebut.Menyadari kebingungan wanita

  • KUMISKINKAN MANTAN SUAMI DAN GUNDIKNYA   SEASON 2 BAB 11

    BAB 11DI KAMPUNGTok tok tok ....“Sebentar!” samar-samar, Nana mendengar sebuah sahutan dari dalam. Nana tersenyum tipis. Itu adalah suara yang selalu dia rindukan selama ini.“Nana! Masya Allah!” ujar wanita yang berusia hampir senja tersebut. Beliau menatap Nana dengan penuh haru.“Ibu!” ujar Nana dengan suara tercekat. Dia pun segera mencium punggung tangan wanita tersebut. Wanita tua tersebut membawa Nana ke dalam pelukannya.“Nana! Ibu kangen banget sama kamu!” ujarnya dengan air mata yang mulai membasahi pipi.“Nana juga kangen sama Ibu dan Bapak!” ujar Nana. Dia pun sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Kerinduannya membuncah. Sejak menikah, ini pertama kalinya dia kembali menginjakkan kaki di rumah orang tuanya. Untuk beberapa lama, mereka saling berpelukan meluapkan kerinduan yang terpendam.“Kamu kok sendirian? Reno mana?” tanya wanita tersebut.“Em ... Mas Reno sedang sibuk, Bu. Jadi, gak bisa ngantar!” sahut Nana beralasan.“Bapak mana, Bu?” tanya Nana lagi.“Ba

  • KUMISKINKAN MANTAN SUAMI DAN GUNDIKNYA   SEASON 2 BAB 10

    BAB 10FAKTA MENGEJUTKAN"Bapak kenal Pak Nizam?" tanya Nana bingung."Em … iya, Na. Dulu!" sahut Akbar dengan wajah bingung."Pak Akbar apa kabar sekarang?" tanya Nizam mengalihkan perhatian."Alhamdulillah baik, Pak Nizam! Silahkan duduk! Maaf, tempatnya kotor!" ujar Akbar."Tidak masalah, terima kasih!" ujar Nizam, lalu duduk di salah satu bangku pembeli. "Na, ini sudah malam. Sebaiknya kamu istirahat saja. Lagipula, warung kan sepi. Sebentar lagi Bapak juga beberes!" ujar Akbar."Nana bantuin beberes aja ya, Pak?" sahut Nana."Tidak usah. Kamu istirahat saja!" ujar Akbar.Nana menghela nafas panjang."Baiklah kalau begitu. Pak Nizam, saya permisi dulu ya!" pamit Nana."Iya, silahkan!" sahut Nizam. Nana pun meninggalkan majikannya bersama Akbar."Jadi … ini kegiatan Pak Akbar setelah keluar dari penjara?" tanya Nizam."Iya, Pak. Sebenarnya, waktu itu beberapa kali saya mencoba melamar pekerjaan, tapi tidak ada yang mau menerima. Akhirnya, saya merintis jualan bakso ini!" sahut Akb

  • KUMISKINKAN MANTAN SUAMI DAN GUNDIKNYA   SEASON 2 BAB 9

    BAB 9RENCANA MENGGUGATBeruntung, sebelum dia benar-benar terjatuh, Nizam meraih tubuhnya. Untuk beberapa saat, mereka saling bertatapan. Jantung Nana berdetak dengan kencang. Seumur-umur, baru kali ini dia berada pada jarak sedekat ini dengan majikannya.“Papa!” sebuah panggilan mengagetkan mereka. Nana segera berdiri dan Nizam pun melepaskan pelukannya.“Papa ngapain di dapur?” tanya Clara, putri Nizam.Nana berusaha bangkit dan berdiri tegak, sedangkan Nizam segera melepaskan pelukannya pada Nana. Suasana pun menjadi kikuk. “Em ... ini, tadi Nana jatuh. Kebetulan Papa pas disini. Kamu belum berangkat?” tanya Nizam pada putrinya. “Sebentar lagi, Pa!” sahut Clara seraya menatap Nana curiga.“Saya buatkan kopinya dulu, Pak!” pamit Nana.“Oh, iya! Saya tunggu di depan!” ujar Nizam.“Ayo, Sayang!” ajak Nizam pada Clara.“Papa gak kerja?” tanya Clara.“Ntar, berangkat agak siangan! Papa ada janji ketemu klien di dekat sini! Dari pada bolak-balik, mending berangkat ntar sekalian!”

  • KUMISKINKAN MANTAN SUAMI DAN GUNDIKNYA   SEASON 2 BAB 8

    BAB 8TALAK“Cepat berikan uangnya!” perintah mertuanya.“Maaf, Bu, saya tidak bisa!” sahut Nana tegas.Narti yang merasa sangat geram, segera merampas tas Nana yang masih dipegangnya. Nana pun berusaha mempertahankan tanya sehingga terjadi aksi saling mendorong hingga akhirnya mereka berdua terjatuh. Nana menghembuskan nafas lega karena dia berhasil mempertahankan tasnya.“Ibu!” teriak Reno saat melihat Ibunya jatuh tersungkur.“Ibu tidak apa-apa?” tanyanya khawatir.“Nana, apa yang kamu lakukan sama Ibu?” bentak Reno pada Nana. “Ren, istrimu sungguh durhaka, Ren! Dia sama sekali tidak menghargai Ibu!” ujar Narti seraya terisak.Reno menatap istrinya dengan geram. Reno segera membantu Ibunya bangkit dan duduk di sofa. “Ibu kenapa bisa jatuh gitu?” tanya Reno lagi.“Ibu didorong Nana, Ren! Ibu hanya mau pinjam uangnya sedikit untuk membeli obat!” ujar Narti.“Memangnya uang yang aku kasih kurang, Bu?” tanya Reno.“Uangnya sudah habis, Ren! Sudah Ibu gunakan untuk bayar kuliahnya Viv

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status