Dengan cepat, Aurora menjelaskan bahwa bukan Zack penyebab ia sulit tidur. Mungkin karena sebentar lagi ia akan menstruasi dan tubuhnya terasa tidak enak saja.
Alasan Aurora membuat Carla mengangguk mengerti. Alzard yang sempat khawatir pun akhirnya menimpali dengan candaan bahwa ia tidak mau dekat-dekat Aurora.
"Wanita dengan PMS bisa sangat berbahaya. Jauh-jauh dariku, Aurora." Alzard tergelak melihat Aurora mendelik padanya.
"Tapi menurutku, Mami tidak benar juga. Aurora bukannya pucat. Kulitnya memang sangat putih. Apalagi pagi ini tidak mengenakan make up," imbuh Alzard lagi.
"Sok tau!" Sekali lagi Aurora mencebik pada Alzard.
Tawa canda Alzard dan Aurora membuat Zack terganggu. Apa keduanya memang terbiasa akrab begitu? Bagaimana juga Alzard tau Aurora tidak bermake-up?"
Saking penasaran, Zack sampai mengamati wajah Aurora. Biasa saja. Penampilan Aurora sama saja seperti hari-hari lain.
Namun semakin diamati, wajah Aurora mengingatkannya pada tokoh-tokoh bangsawan zaman dulu. Klasik dan unik. Kecantikannya berbeda dari wanita lain.
"Oh ya, selamat ulang tahun, Zack. Mami doakan kamu segera taubat dan menjadi lelaki yang lebih baik."
Ucapan sang mami membuat Zack tersadar dari lamunan. Ia tau kata taubat itu diperuntukkan bagi perilakunya yang boros dan senang bermain wanita.
"Mami sudah mengucapkan kalimat itu kemarin."
"Melalui pesan di telepon, belum secara langsung."
Zack tidak membalas ucapan Carla lagi. Matanya sibuk memperhatikan Aurora dan Alzard yang telah masuk ke mobil dan menempati kursi belakang. Ia dan Carla lalu duduk di kursi bagian tengah.
Dalam perjalanan ke restoran, Zack menajamkan pendengarannya. Ia berusaha mengikuti perbincangan antara Alzard dan Aurora.
"Jadi bulan depan tesismu selesai?" Aurora berdecak kagum pada Alzard. "Kakakku ini pintar sekali."
"Iya, dong. Jadi, mungkin dalam waktu dekat kita semua akan berkumpul lagi untuk menghadiri wisudaku."
Anggukan keras diberikan Aurora pada Alzard. Wajahnya memancarkan kebanggaan pada sang kakak. Dukungan semangat meluncur dari bibir Aurora membuat Zack merengut sebal.
"Nanti aku akan ajak kamu berkeliling kota." Alzard berjanji pada Aurora.
Zack mengerutkan kening mendengar ucapan Alzard pada Aurora. Ia heran sendiri karena merasa kesal sekali mendengar perbincangan akrab dua mahluk di belakangnya.
“Tidak boleh!” Zack segera memotong pembicaraan keduanya.
Sontak semua menatap Zack. Cukup kaget mendengar kalimat keras yang diucapkan putra tertua keluarga Morgan itu.
"Aurora tidak bisa cuti lama-lama. Selesai wisudamu, ia harus kembali bekerja!" Zack memberikan alasan logisnya.
"Wah, nggak asik!" Alzard protes pada sang kakak. "Aku sudah punya rencana mau mengajak Aurora clubbing bersama teman-teman kampus untuk merayakan kelulusan kami."
"Tidak boleh!" Dengan tegas Zack kembali melarang.
"Biarkan Aurora bersenang-senang, Zack. Beri adikmu itu liburan singkat karena sudah bekerja dengan baik." Carla kini ikut-ikutan membela Aurora.
"Tapi tidak untuk clubbing. Aurora itu gampang mabuk. Nanti nyusahin!"
Bagi Carla dan Alvard, larangan itu adalah bentuk perhatian Zack. Tapi bagi Aurora, Zack hanya mengekangnya. Lelaki itu memang tidak pernah membiarkan ia bersenang-senang.
Dengan lancar Zack membual. Ia mengatakan bahwa saat ini Aurora adalah sekretarisnya. Orang yang sangat ia andalkan di perusahaan. Otomatis, Zack sangat membutuhkan Aurora dalam bekerja.
"Umm ... Zack benar, Mi, Al. Kalian tau, aku memang tidak biasa di club malam. Selain tidak bisa minum alkohol, pusing juga mendengar musik hingar bingar."
Daripada kena hukuman, sebaiknya ia menurut. Aurora berucap dalam hati.
"Bagus kamu tau diri!" Zack kembali bersuara.
Clara memperhatikan Zack. Tampak sekali putra sulungnya ini sedang kesal. Entah karena apa.
"Ada apa dengan kalian? Habis bertengkar?" Clara bertanya seraya menatap Zack dan Aurora bergantian.
"Aurora selalu bikin moodku jelek, Mi." Zack mengadu layaknya anak kecil.
"Mami tidak percaya," balas Clara. "Yang ada kamu yang membuat ulah dan Aurora mencegahnya. Begitu 'kan?"
Baik Zack maupun Aurora tidak menjawab. Percuma juga Zack membantah. Mami dan Alzard pasti akan membela Aurora. Tentunya kasihan karena ia anak yatim piatu.
Untungnya mereka telah sampai di restoran. Mobil berhenti tepat di depan pintu masuk. Ruangan private telah disiapkan pengelola restoran untuk keluarga Morgan.
"Akhir minggu ini, Mami akan mengadakan pesta ulang tahun Zack. Tidak ada yang boleh mangkir dari pesta tersebut," titah Clara pada Zack, Alzard dan Aurora.
Zack yang sedang membaca buku menu memberengut kesal.
"Harus banget ada pesta ulang tahun? Aku 'kan bukan anak kecil lagi, Mi." Zack memprotes keinginan Clara.
"Kamu pikir Mami dan Al pulang karena apa? Yaa karena ingin merayakan ulang tahunmu."
"Karena Mami juga mau sekalian mempertemukanmu dengan calon-calon kakak iparku." Alzard terkekeh menimpali ucapan sang mami.
"Sial!" Zack mendesis kesal.
"Zackery Grant Morgan! Jaga ucapanmu!" Clara membentak putranya yang mengumpat kasar.
"Maaf, Mami." Zack mengembuskan napas panjang.
Bagaimana Zack tidak geram. Bukan sekali ini, Clara menjodohkannya dengan berbagai jenis wanita. Tidak ada satu pun yang berkenan di hati Zack.
Lelaki itu diam bukan karena pada akhirnya setuju. Namun lebih pada hormatnya pada sang ibu.
Lalu, Clara beralih menatap Aurora. Nada bicaranya melembut pada sang putri angkat.
"Aurora sayang, Mami sudah kirim daftar tamu undangan ulang tahun Zack. Pastikan kamu mengenali semuanya dan menemani Zack. Kamu tau sekali, kakakmu ini paling anti bersosialisasi."
Aurora mengangguk dan tersenyum bersamaan pada Clara.
"Bersosialisasi itu bagiannya Alzard. Suruh dia saja yang menyapa tamu-tamu." Zack melirik adiknya seolah memberi kode ia sangat enggan menyambut para tamu.
"Lalu, kamu ngapain?" tanya Alzard.
"Bernegosiasi. Sampai aku mendapatkan keinginanku! Aurora paham sekali itu!"
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint