“Apa yang kamu berikan padaku semalam? Kenapa aku ketiduran?” Zack memicingkan matanya pada Aurora yang sedang berdiri di depan ranjangnya.
Saat Zack berniat merayu Aurora, tiba-tiba ia merasa luar biasa mengantuk. Aurora merasa sangat beruntung, pelukan lelaki itu mengendur hingga bisa menghindar. Zack tidur lelap setelah dipindahkan ke ranjang.
Sambil mendengus kesal, Zack masuk ke kamar mandi setelah mendengar penjelasan Aurora. Pagi ini mereka memang akan menjemput Mami dan Alzard di bandara yang khusus datang untuk merayakan ulang tahun Zack.
“Chatting siapa pagi-pagi?” Zack merangkul pinggang ramping Aurora dari belakang.
"Aaahhh." Aurora terkejut hingga telepon genggamnya terlepas dari tangan dan meluncur bebas ke lantai berkarpet.
"Apa, sih? Jangan berteriak. Pusing kepalaku!" sentak Zack yang langsung melepaskan tangannya dari pinggang Aurora dan menutup telinganya.
"Kau mengagetkanku!" Aurora membalik tubuhnya dan mendelik pada Zack.
Sedetik kemudian, Aurora terdiam. Tangan kokoh Zack sudah merengkuh pinggangnya lagi. Sebagian tubuh mereka kini rapat tanpa jarak.
"Kau tidak menyiapkan sabun dan shampo favoritku. Aku hanya pakai produk dari hotel. Kau harus dihukum."
Setelah berkata demikian, Zack mulai menyasar wajah Aurora. Hingga wanita itu harus menahan bibir Zack dengan tangannya.
Tepat saat itu, telepon genggam Aurora berdering. Zack menangkis tangan Aurora dari mulutnya.
"Abaikan saja," titah Zack.
Aurora meronta, berusaha melepaskan diri. "Itu dering khusus, Zack. Pasti ada yang penting. Aku harus angkat telepon itu."
Berhasil menjauh dari Zack, Aurora memungut telepon genggamnya dan langsung mengaktifkan alat komunikasi itu.
"Mami?"
Zack mendengus mendengar siapa yang menelepon Aurora. Segera saja ia berpakaian. Wajahnya kusut karena hasrat yang sejak semalam meledak-ledak tidak tersalurkan.
Melihat Zack telah rapi, Aurora yang baru saja selesai berbicara di telepon segera meraih tangan Zack.
"Ayo, pergi. Pesawat Mami dan Alzard sebentar lagi mendarat."
Di dalam lift, Aurora berdiri agak jauh dari Zack. Sementara lelaki itu bersandar pada sisi lift dan mengamati Aurora.
"Awas kalau kau mengadu pada Mami atau Alzard." Zack berkata saat mereka telah berada di dalam mobil.
"Ternyata kau takut juga." Aurora mencebikkan bibirnya.
"Aku takut pada kesehatan Mami. Kamu tau, tekanan darahnya sering tinggi akhir-akhir ini."
Memiliki anak macam Zack, pastinya membuat seorang ibu pening.
"Makanya jangan banyak ulah."
"Gara-gara kau juga. Kau tak sadar? Aku berulah karena kamu!"
"Kok aku?"
"Karena kau terlalu angkuh untuk tidur denganku!"
Percuma meladeni Zack bicara. Moodnya sedang bagus saja, kadang ia ngelantur. Bagaimana sekarang saat suasana hatinya sedang tidak baik? Aurora memilih melempar pandangan ke luar jendela mobil.
"Setelah menjemput Mami dan Alzard, apa agenda kita?"
Aurora menoleh menatap Zack. Lelaki itu tampak bersandar sambil memainkan game di telepon genggamnya. Tumben sekali ia menanyakan pekerjaan.
"Mami mengajak kita sarapan bersama. Setelah itu, kamu ada rapat dengan pimpinan perusahaan Amore Diamond. Makan siang bersama Direktur Atlantas, rapat dengan para pimpinan proyek. Terakhir, makan malam keluarga." Aurora menjelaskan detail kegiatan Zack hari ini.
"Lalu? Kapan jadwal aku tidur denganmu?"
Zack menoleh dan menatap Aurora, menunggu jawaban wanita di sampingnya.
Aurora memasang wajah malas, lalu menjawab, " Tidak ada jadwal itu di agendamu."
"Akh, sial!" umpat Zack, yang kemudian mendengus kesal. "Kau membuatku kalah!"
Zack kini memaki game di telepon genggamnya. Aurora hapal kebiasaan itu. Paling lima menit kemudian, ia sudah kembali asyik main game.
"Sebentar lagi sampai." Aurora menatap jalanan di depan mereka.
Beberapa menit kemudian, mobil mereka parkir di lapangan VIP bandara. Sebuah mobil van sudah menunggu. Mobil itu akan mengangkut barang-barang bawaan Mami dan Alzard.
Mereka menunggu di dalam mobil hingga pesawat jet pribadi milik keluarga Morgan mendarat sempurna. Zack sudah sibuk kembali dengan gamesnya. Meski sedang bermain, sesekali ia menatap notifikasi email tentang pekerjaan.
"Itu mereka." Aurora segera keluar.
Zack mengikuti. Ia berdiri di samping Aurora. Mereka menatap pintu pesawat yang baru saja dibuka pramugara.
Saat telah berdekatan, anggota keluarga yang telah lama berpisah itu saling menyapa dan berpelukan.
"Kau tampak sehat, Zack. Aurora menjagamu dengan baik." Carla, Ibu kandung Zack mengamati wajah dan tubuh putra sulungnya.
"Mami juga tampak sehat. Syukurlah." Zack membalas santun.
Lalu, wanita berusia senja yang elegan itu mengamati wajah putri angkatnya.
"Kamu tampak pucat. Sakit?" Carla langsung menempelkan tangannya di dahi dan leher Aurora yang langsung menggeleng.
"Aurora baik-baik saja, Mami. Sepertinya hanya kurang tidur semalam."
"Kurang tidur?" Seketika Carla melayangkan tatapan tajam pada Zack. "Kamu memberi Aurora banyak pekerjaan hingga ia bergadang?"
Alzard yang sejak tadi berdiri di samping Mami turut mengamati wajah sang adik angkat. Kemudian ia juga menatap Zack dengan kening berkerut.
“Apa kamu tau Aurora memiliki sakit maag? Ia tidak boleh stress dan telat makan!”
Diserang pertanyaan oleh Mami dan adik kandungnya, Zack hanya menggeleng keras. Mana ia tau Aurora memiliki penyakit maag? Yang ia tau hingga saat ini sang adik angkat tak hentinya membuat ia kesal.
“Tanya saja sendiri pada Aurora!”
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu