Share

Bab 12 Rinduku

Author: Lin shi
last update Last Updated: 2025-09-17 21:25:54

Malam merambat sunyi di kamar rumah sakit. Hanya suara mesin pendingin udara dan deru halus napas orang-orang yang tertidur di dalamnya. Kegelapan malam seolah menyelimuti semuanya, menciptakan suasana yang tenang namun penuh ketegangan. Aini, sang bunda, sudah terlelap di kursi dengan selimut tipis menutupi bahunya. Tidur yang tampak damai, meskipun di balik itu, hatinya penuh kekhawatiran. Hanum pun sama, kepalanya bersandar di pinggiran sofa, tidur dengan posisi miring. Keduanya berusaha mencari kenyamanan dalam keletihan, namun bayang-bayang kekhawatiran tetap menghantui.

Dina, justru terbangun. Matanya menatap kosong ke arah langit-langit. Keheningan malam membuat pikirannya melayang jauh, mengingat kembali kenangan-kenangan yang menyakitkan. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Gelisah. Perasaan itu seperti benang kusut yang sulit diurai, menimbulkan rasa tidak nyaman yang terus mengganggu pikirannya.

Ia menghela napas panjang, lalu mengulurkan tangan pelan mengambil ponsel d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 12 Rinduku

    Malam merambat sunyi di kamar rumah sakit. Hanya suara mesin pendingin udara dan deru halus napas orang-orang yang tertidur di dalamnya. Kegelapan malam seolah menyelimuti semuanya, menciptakan suasana yang tenang namun penuh ketegangan. Aini, sang bunda, sudah terlelap di kursi dengan selimut tipis menutupi bahunya. Tidur yang tampak damai, meskipun di balik itu, hatinya penuh kekhawatiran. Hanum pun sama, kepalanya bersandar di pinggiran sofa, tidur dengan posisi miring. Keduanya berusaha mencari kenyamanan dalam keletihan, namun bayang-bayang kekhawatiran tetap menghantui.Dina, justru terbangun. Matanya menatap kosong ke arah langit-langit. Keheningan malam membuat pikirannya melayang jauh, mengingat kembali kenangan-kenangan yang menyakitkan. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Gelisah. Perasaan itu seperti benang kusut yang sulit diurai, menimbulkan rasa tidak nyaman yang terus mengganggu pikirannya.Ia menghela napas panjang, lalu mengulurkan tangan pelan mengambil ponsel d

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 11 Bertemu

    Sore itu, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Bukan hanya karena angin sore yang menyelinap malas lewat jendela ruang tamu yang terbuka setengah, tapi juga karena aura kelam yang menyelimuti Danang. Ia terduduk di sofa, kemeja kerja yang kusut menjadi saksi bisu betapa berat hari yang baru saja dilaluinya. Pijatan di pelipisnya tak mampu mengusir bayangan-bayangan yang berputar di kepalanya. Endang keluar dari dapur, tangannya sibuk mengeringkan sisa air ditangannya. Langkahnya terhenti di depan sofa, sorot matanya menyelami wajah putranya yang pucat.“Dan, Mama mau tanya soal usaha restoran itu,” suara Endang lirih, seolah takut membuyarkan lamunan Danang.Danang hanya menoleh sekilas, lalu kembali menatap kosong ke arah dinding. “Nggak jadi, Ma.”Kening Endang berkerut dalam. “Nggak jadi? Kok bisa? Bukannya kamu dulu semangat sekali? Uang yang Mama kasih… terus gimana?”Helaan napas berat lolos dari bibir Danang. Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang menyimpan segudang beban.

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 10 Tidak nyaman

    Pagi itu, suasana kantor seperti biasa, ramai oleh aktivitas dan obrolan ringan di antara para karyawan. Namun, tidak semua obrolan hanya sekadar basa-basi.Di sudut dekat pantry, dua orang karyawan sedang berbicara pelan-pelan, seolah membagikan kabar penting.“Aku baru tahu, ternyata Pak Danang itu udah nikah. Tapi katanya istrinya tuh biasa aja, tidak cantik."“Iya, makanya dia sembunyiin. Malu mungkin, soalnya istrinya katanya gak menarik. Eh, sekarang malah cerai katanya. Tidak tahu kapan nikah, tahunya sudah cerai saja."“Denger-denger sih ketahuan selingkuh, ya?”“Gila… tampang boleh, tapi kelakuan… Ehm... minus .'Tawa kecil menyusul.Tanpa mereka sadari, langkah Danang yang hendak menuju pantry terhenti tak jauh dari situ. Kalimat-kalimat itu menusuk telinganya dan hatinya.Pelipisnya berdenyut. Napasnya berat. Matanya menajam menatap dua orang itu, yang masih asyik berbicara tanpa sadar sedang membakar emosi seseorang yang sedang menjadi target pembicaraan keduanya."Kurang

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 9 Mimpi

    Tirai ruang IGD perlahan terbuka.“Dokter Eva...” ucapnya lirih.Dokter Eva tersenyum hangat dan segera mendekat ke sisi tempat tidur Dina.“Malam, Bu Dina. Saya dengar dari perawat kamu masuk IGD. Apa keluhannya, Bu ?”"Tiba-tiba perutnya sakit, Dok. Terutama di bagian bawah perut... nyerinya tajam banget. Tadi juga sempat keluar darah.”Wajah dokter Eva langsung menunjukkan keprihatinan. Ia menatap Dina penuh perhatian.“Baik, Ibu tenang dulu ya. Saya akan periksa untuk melihat kondisi ketiga janinnya.”Ia lalu menoleh ke perawat.“Tolong siapkan alatnya, kita lakukan USG sekarang.”“Siap, Dok,” jawab suster yang langsung bergerak cepat.Dokter Eva mengangguk dan mengenakan sarung tangan.“Kita mulai, ya, Bu Dina. Coba tarik napas pelan dan rileks.”Dina mengangguk pelan. Ia berbaring dengan tegang. Perutnya dilumuri gel dingin, lalu alat USG mulai digerakkan perlahan di atas kulit perutnya.“Santai, Bu. Jangan tegang, ya,” ujar dokter Eva sambil melirik ke arah mata Dina yang menat

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 8 Doa ibu

    Detik berikutnya, terdengar langkah tergesa dari luar. Pintu kamar, dan Bundanya muncul dengan wajah panik."Dina !""Sini Bun."Aini berlari menuju kamar mandi dan Aini terkejut melihat Dina duduk di lantai kamar mandi. "Ya Allah... kenapa?!" "Bun… sakit banget. Perut aku..." Dina menunjuk ke arah bercak darah di celana dalamnya. "Ada ini, Bun… darah. Keluar..."Aini langsung menghampiri dan jongkok di samping putrinya, wajahnya pucat. "Ya Allah... sejak kapan, Din?""Baru banget... tadi pas di ranjang. Sakitnya nyentak, Bun. Aku pikir cuma kram biasa. Tapi makin nyeri waktu aku jalan ke kamar mandi...""Kamu jatuh, Din?""Nggak Bun. Cuma pas buka celana mau buang air... aku lihat bercak darah. Bun... nyeri... badan lemas." Dina menunduk, memegangi perutnya. "Aku takut, Bun... takut kenapa-napa sama kandungan aku..."Aini menggenggam tangan Dina erat, berusaha menenangkan. "Dina, dengerin bunda... kandunganmu baik-baik saja. Sekarang kita harus ke rumah sakit," kata Aini

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 7 Apa yang terjadi

    Senja merambat turun perlahan, membalut langit dengan semburat jingga dan abu-abu. Danang berdiri termenung di balkon kamarnya. Jemarinya menggenggam pagar besi, mata menerawang jauh ke ujung langit. Suasana rumah terasa lengang, hanya suara burung pulang sarang dan angin sore yang berbisik pelan.Ia memejamkan mata sebentar, menghela napas panjang. Kepalanya masih dipenuhi bayangan pertengkarannya dengan Dinda. Hatinya remuk.“Apa aku selalu jadi alasan orang yang kusayangi terluka?"Perutnya berbunyi pelan, mengingatkannya kalau sejak pagi hanya meneguk kopi. Tapi bukan sekadar lapar. Ada rasa aneh... Entah kenapa, ia tiba-tiba ingin makan semur jengkol, makanan yang seumur hidup selalu ia hindari.Dengan langkah berat, Danang turun ke lantai bawah. Di dapur, Endang sedang mencuci piring, punggungnya membelakangi pintu.“Mama…” panggil Danang lirih.Endang menoleh. “Iya, Dan. Mau apa ? Kopi ?" tanyanya saat melihat Danang yang tiba-tiba berdiri di ambang pintu dapur.Danang mendekat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status