“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian! Tapi cara kalian yang ingin membuatnya mengaku sudah keterlaluan. Sekalipun tuduhan kalian itu benar, tapi tindakan kalian tidak bisa di benarkan. Tidak seharusnya kalian berbuat sampai sejauh ini. Apa kalian tidak takut jika dia melaporkan kalian ke Polisi! Ini tidak ada bedahnya dengan melakukan tindak kejahatan, hukumannya cukup berat. Apa kalian ingin menghabiskan masa mudah kalian di penjara? Bangunan tua ini berhadapan langsung dengan pangkalan ojek kami. Jelas aku melihat kalian saat memasuki gedung ini. Tadinya aku pikir kalian akan berkumpul untuk merokok seperti kebanyakan anak – anak nakal lainnya! Karena penasaran, aku memutuskan untuk datang melihat kalian dan ternyata aku salah. Oh, iya, jangan panggil aku Om! panggil saja Abang, bisa juga Bang Ojek!” Si Abang Ojek mencoba tersenyum ramah.
Entah apa yang ada dipikiran Lerry saat ini, aku tidak tahu! Yang jelas, Stelon terlihat tidak senang dengan kalimat Bang Ojek.
“Terus apa yang harus aku lakukan Bang? Ponselku harus ditemukan! Sejak ponselku hilang__setiap pulang Sekolah, Kakak ku selalu menanykan ponselku. Aku tidak tahu harus menjawab apa__aku sudah berusaha mencari alasan__dan itu sudah berselang selama seminggu. Jika sampai Kakak ku tau bahwa ponselku hilang! Kakak ku pasti akan menghajarku dan segera akan melaporkannya kepada orang Tuaku. Aku sangat takut kalau sampai itu terjadi Bang!”
Setelah mendengar cerita dari Lerry! Akhirnya aku tau alasan kenapa dia begitu nekat berbuat sampai sejauh ini! Ya, dia merasa sedang terancam oleh keluarganya sendiri! Tapi tindakan yang di ambilnya sudah salah, tidak seharusnya dia berbuat sampai sejauh ini__aku tidak sempat menduga bahwa masalah hilangnya ponselnya Lerry cukup serius. Karena sudah terlanjur menuduhku__aku merasa sangat dirugikan. Aku tidak nyaman.
“Selama kita masih bernafas di dunia ini! Musibah akan terus mendatangi kita tanpa mengenal waktu__tanpa melihat kondisi kehidupan yang kita jalani__tanpa toleransi, dan masih banyak lagi yang tidak di pandang oleh si ‘MUSIBAH’ ini. Tapi apa kalian tahu! Musibah yang datang tidak selalu berdampak buruk bagi kehidupan jika kita ingin selalu belajar darinya. Dari sudut pandangmu sendiri mungkin musibah yang sedang menghampirimu ini begitu berat! Kau juga tidak bisa berpkiri dengan jernih! Aku bisa melihatnya dengan jelas dari raut wajahmu. Bukan karena aku paranormal. Tapi karena aku punya pengalaman yang kurang lebih hampir sama saat masih seumuran denganmu. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh temanmu yang kau tuduh sebagai pelakunya! Bukan karena dia benar – benar mengambilnya! Tapi karena tuduhanmu itu, dia merasa seperti di rendahakan. Entah karena status sosialnya atau karena hal lain. Yang tadinya punya banyak teman, kini semuanya perlahan menjauh. Tanpa sengaja kau sudah membuat kepercayaan dirinya menghilang. Mungkin nantinya dia juga khawatir hal yang terjadi padamu terulang lagi kepada teman – teman yang lain dan tidak menutup kemungkinan mereka akan kembali menuduh dirinya.”
Hebat! Bang Ojek ini sudah seperti orang bijak yang ada di TV! Aku terkesima mendengar semua kaliamat yang keluar dari mulutnya, tapi ada yang ganjil? Kenapa orang seperti ini bisa jadi tukang ojek? Maksudku, dari caranya berbicara__seharusnya dia bisa berkerja di tempat yang lebih baik kan! Ah, sudalah, sepertinya aku bisa menebaknya, jika dia bukan orang Ambon asli atau tulen, tebakanku sudah pasti tidak meleset.
Kemudian Bang Ojek menambahkan! “Masalah yang sedang kau hadapi ini cukup sulit, tapi aku punya solusinya! Mungkin teman – temanmu juga bisa membantu! Entah mereka mau atau tidak. Jika kalian yang ada disini mau membantunya! Kalian bisa membantunya menabung! Terserah kalian mau memberinya berapa ribuh perhari. Dan aku cukup yakin! Melihat kalian semua berkumpul disini, aku rasa satu bulan sudah lebih dari cukup untuk mengganti ponsel yang hilang itu. Dan saat kau pulang di rumah nanti! Ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi tapi jangan membawa – bawa teman yang kau tuduh. Percayalah kau akan baik – baik saja. Kau tidak akan mati hanya karena ponselmu hilang.” Lerry dan teman – temannya saling menatap satu sama lain.
Alhamdulillah setibanya di Ambon, beliau langsung di bantu oleh Ayahnya Ahmad. Rumah pengungsi yang di janjikan pemerintah benar – benar dibangun, dengan ukuran 2×3m per unit. Sebagian orang mungkin akan bertanya – tanya mengapa rumah pengungsi yang dibangun terlalu kecil! Apa jadinya bila satu kepala keluarga berjumlah 4 atau 5 orang atau bahkan lebih. Karena ukurannya yang terbilang kecil, ada sebagian warga yang memilih untuk mencari tempat tinggal di tempat lain. Entah itu dengan mengontrak rumah atau hanya sekedar mencari kerabat dekat. Meskipun terbilang kecil setidaknya ada hunian, bukan! Kebetulan saat itu Ayahnya Ahmad adalah kepala RT di komplek pengungsian. Ibuku diberikan satu unit. Biar bagaimanapun, Ibuku adalah korban dari kerusuhan kota Ambon dan sudah seharusnya beliau mendapatkan bagiannya. *** Setelah Ibu menjelaskan keadaan kami. Alahamdulillah pamanku tidak keberatan, toh juga si Adit hanya mampir. Beliau meminta agar Ibuku tidak perlu repot – repot mengurus si
Sebelum matahari terbit, aku langsung menuju pasar. Pagi ini aku sendirian, aku tidak mengajak Fahri ataupun Umar. Mereka masih tidur. Terlalu pulas untuk dibangunkan. Lagipula tidak ada lagi taruhan diantara mereka. Juli juga tidak pernah lagi bermalam disini. Dan itu membuat Umar tidak mempunyai partner untuk bertaruh dengan Fahri. Orang – orang mulai memadati pasar. Dari pedagang, pembeli hingga orang – orang yang hanya sekedar mampir untuk memanjakan mata. Semuanya menyatuh dalam satu frame.Ratusan kata terdengar samar – samar ditelingaku. Ada yang sedang menawar harga barang karena ingin membeli, ada juga yang hanya sekedar iseng menawar seakan ingin membeli dan itu sudah menjadi seni layaknya musik pengantar. Seakan ingin memberikan sentuhan terakhir, suara roda dua dan empat tidak luput dari perhatianku. Bukan karena itu mobil sport atau harley davidson, akan sangat lucu jika itu benar - benar terjadi. Itu hanyalah angkutan umum dan ojek yang selalu setia menunggu penumpang.
“Apa istrimu memang selalu seperti itu! Atau,, apa karena aku membeli ini?” aku segera melontarkan pertanyaan saat aku turun dari motornya sambil menunjukan ponsel yang baru saja aku beli beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya aku sudah ingin bertanya sejak aku masih berada di rumahnya, tapi urung karena aku rasa itu akan terlihat sedikit tidak sopan, aku juga tidak ingin membuat suasana menjadi canggung. Dan aku rasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertanya. Sejujurnya aku tidak akan terlalu perduli jika saja ini terjadi kepada orang lain. Tapi biar bagaimanapun dia adalah iparku, istri dari kakak kandungku. Aku tidak bisa diam saja sebagaimana biasanya aku bersikap. Kebetulan di halaman rumah ada beberapa kursi, kami segera duduk. Dia merabah sak celananya, meraih bungkusan rokok, mengambil sebatang. Pangkal bibirnya mengapit bagian filter kemudian menyalahkan pematik sebelum satu tarikan itu menyemburkan asap yang cukup menutup sebagian wajahnya. “Aku rasa pertanyaanmu suda
Menerutku, pemicunya tidak lain adalah karena hubungan darah. Alih – alih memikirkan hubungan darah, skenario terburuknya bahkan kalian akan di peralat. Berbisnis dengan keluarga lebih cenderung berakhir dengan perselisihan. Rasa was – was tidak akan terhindarkan. Ya, tapi kembali lagi, selama bisa me_manage hubungan darah dalam bisnis, aku rasa semuanya akan baik – baik saja. Lain lagi ceritanya jika membangun sebuah bisnis dan bekerja sama dengan orang luar, kedua bela pihak akan saling terbuka dan berusaha meminimalisir kesalah pahaman. Pritoritasnya adalah kepercayaan. Dari pada hanya sekedar memanfaatkan keuntungan pribadi, mereka akan lebih cenderung meningkatkan progres usaha yang di jalankan. Kalaupun ada yang berani bermain di belakang, itu karena memang dari awal sudah di rencanakan. Tapi kemabli lagi kepada diri sendiri. Selama tidak ada niatan untuk memanfaat kerabat atau pun orang luar! Tidak akan ada keriguan yang berarti. Setidaknya semuanya akan baik – baik saja, buk
Aku tidak perduli bagaimana sistem gaji disini khususnya bagi pedagang orang buton yang menyimpan gaji karyawan dengan iming – iming akan di berikan saat mereka pulang kampung atau paling tidak harus bertahan selama 3 tahun dengan imbalan akan di bantu menjajaki usaha dengan bantuan modal. Jadi begini! Pertama, setelah karyawan kios mampu bertahan selama 3 tahun. Mereka akan diberikan tanggung jawab untuk menjalankan sebuah usaha. Dalam hal ini mereka akan di berikan kios untuk di jalankan sendiri tanpa campur tangan orang lain. Mulai dari biaya kontrak kios hingga barang – barang yang di perlukan sesuai dengan kebutuhan pasar. Kedua, mereka akan di minta untuk mengisi barang – barang yang di butuhkan. Karena baru akan memulai sebuah usaha. Mereka tidak di berikan pilihan selain mengambil barang dari sang Bos. Setelah semua keperluan sudah terlaksana, Barulah sang Bos dan karyawan akan menghitung semua biaya yang di keluarkan. Biasanya, seorang karyawan di gaji Rp. 300.000/bulan. K
Saat aku menatap salah satu di antara mereka, aku tersenyum sambil sedikit membungkukan badan, berlalu mengikuti Kakak Ku. Selanjutnya aku asyik menonton melihatnya memasak.Fahri sudah pernah memberitahuku soal Kakak ku yang jago memasak. Dia menyalahkan kompor, menyiapkan wajan, tak lupa juga menuangkan minyak goreng.Aku mengamatinya dengan cermat, barangkali saja aku bisa sedkit belajar. Sambil menunggu minyak di panaskan. Dia menuangkan tepung bumbu di baskom mini, sepertinya dia akan membuat filet udang.Pyak,, pyak,, pyak!Suara itu terdengar mendominasi saat udang yang memang sudah di baluri tepung bumbu berenang ke dalam minyak yang sudah panas. Sambil menunggu, Perhatiannya teralihkan, dia mengambil pisau dan talenan.Mengiris beberapa bawang, cabe dan tomat. Tidak akan berlebihan jika aku berkata bahwa aku sedang menyaksikan perlombaan memasak, hanya saja kontestan yang mengikuti lomba hanya dia sendiri. Hehehe!Dia mengambi
Ada begitu banyak gadis di pasar baru. Dan diantara mereka belum ada yang membuat jantungku berdebar, atau paling tidak membuatku tertarik. Ya, mungkin karena di hatiku masih ada Qilla. Meskipun aku belum mendengar kabar tantang Qilla, rasanya terlalu naif jika aku mengatakan bahwa aku tidak merindukannya. Aku sangat rindu padanya. Meskipun dia tidak pernah lagi mengabariku, aku pasti akan mencarinya setibaku di Ambon nanti. Entah 1, 2 atau 3 tahun berada disini aku tetap akan mencarinya. Aku butuh penjelasan. Lagi pula tidak akan semudah itu menghilangkan perasaan yang sudah tertanam selama 3 tahun. Namun, Seakan semua perasaanku untuk Qilla tidak berarti apa – apa! Gadis itu mampu menyihirku hanya dengan mendengar suara dan namanya. Aku masih tidak begitu mengerti dengan apa yang aku alami saat ini! Rasanya terlalu rumit. *** Beberepa keluarga berkumpul di bagian belakang. Mereka sedang asyik nonton TV. Pemandangan yang tidak begitu berbeda deng
Siapa sebenarnya gadis ini? Mengapa hatiku seolah – olah sedang mencarinya! Apa karena aku kesepian? Ah, tidak! Menurutku itu bukan alasan yang tepat. Di pasar baru, Sentani, aku sering melihat banyak gadis. Selain para anak mudah, ada juga gadis – gadis yang merantau atau paling tidak, mereka mengikuti keluarga mereka untuk datang kesini. Ada yang fokus melanjutkan pendidikan, ada juga yang sekedar menjaga kios untuk mencari pengalaman. Mereka adalah gadis – gadis Buton yang baru menapakan kaki di kota. Bicara soal karakter, mereka masih terlampau jauh dengan gadis – gadis kota. Mereka masih harus banyak belajar. Lupakan soal attitude! Aku pribadi tidak begitu tertarik dengan mereka. Bukan karena aku membenci mereka! Tapi aku pernah berjanji tidak akan menjalin hubungan asmara dengan gadis Buton, dan aku tidak punya alasan yang jelas untuk itu. Ya, meskipun begitu, aku mengakui 4 dari 10 di antaranya masih terlihat sedap di pandang. It
Selama ini aku tidak pernah berinteraksi langsung dengan mereka. Lebih tepatnya aku belum mengenal Kakak Ipar ku dengan baik. Meskipun aku selalu menyetor hasil penjualan barang kepadanya selama Kakak ku berada di Ambon. Aku hampir tidak pernah berbasa – basi dengannya. Jarak antara rumah Kakak ku dan tempat tinggalku sebenarnya tidak terlala jauh. Masih bisa di tempuh dengan berjalan kaki. Kebetulan satu arah dengan pasar baru, Sentani. Dia hanyalah seorang pria yang menurutku terlalu malas untuk berjalan. Itu bisa di lihat dari tubuhnya yang gempal dan perutnya yang semakin buncit. Apa jadinya jika aku memiliki tubuh yang sama dengannya. Memikirkannya saja membuatku merasa ngeri. Mereka tinggal di sebuah ruko. Jika aku tidak salah, panjang bangunannya kurang lebih 20 meter dan untuk lebarnya sendiri aku tidak begitu yaikin berapa meter! Karena semakin kebelakang, bangunannya semakin lebar. Yang jelas lebar pintu depannya mungkin sekitar 5 atau 6