Home / Romansa / Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu / 74. Pulih Tapi Tidak Sembuh

Share

74. Pulih Tapi Tidak Sembuh

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-04-18 13:03:31

Samar, cahaya putih menusuk kelopak matanya. Rasanya seperti terapung di antara mimpi dan kenyataan.

Livy mendengar teriakan seseorang, berjalan menjauh. Suara anak kecil juga terdengar samar. “Ma Vy..”

Livy mengerjapkan mata. Buram. Kemudian perlahan fokus. Ia menatap langit-langit ruangan yang tak asing. Bau menyengat khas rumah sakit, membuatnya sadar di mana ia berada.

Tak lama, ia melihat dua orang mendekatinya. Dokter dan Suster. Ia diperiksa dan diajak berbicara untuk memberi respon.

Di luar ruangan, Kay menunggu dengan tidak sabarnya. Dia menceritakan apa yang terjadi pada Pak Sopir dan Bibi Eden. Tak lupa pula ia menghubungi Richard, setelah apa yang terjadi.

“Iya Pah. Segera ke sini. Dokter sedang memeriksanya,” jelas Kay.

Bibi Eden mengambil Albern dari Kay. “Tuan… duduk yang tenang. Mudah-mudahan Ibu Livy benar-benar sadar,” lirihnya.

Di dalam ruangan, Livy bertanya lirih. “Dok… apa yang terjadi padaku?”

“Ibu Livy tidak mengingat apapun?” tanya dokter. Khawatir Livy mengal
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
iya lah.. gag semudah itu mendapatkan maaf ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   75. Cinta yang Belum Mati

    Pintu kembali terbuka. Livy seperti diserang rasa ketakutan mengingat dan melihat Kay. Dia tidak ingin melihatnya.“Pergi!” pekik Livy. Namun, sesaat kemudian dia terdiam.“Nyonya Livy…” Ternyata itu adalah Bibi Eden.Bibi Eden yang sempat terkejut dengan teriakan Livy, langsung mendekatinya dan memeluknya.Tangisan keduanya tumpah. Tak ada yang berbicara. Keduanya saling memeluk dan menguatkan.Richard membuka sedikit pintu ruangan. Ia mengintip bagaimana keadaan di dalam. Hati siapa yang tidak kelu melihat momen itu.Kay juga merasakan hal yang sama. Sungguh, tidak menyangka Livy melewati semua pahitnya sendirian.“Bi…” lirih Livy.“Maafkan Bibi, Nyonya…”“Aku merindukan Bibi…” isak Livy.“Nyonya… tetaplah hidup. Nyonya harus bahagia…” isak si Bibi.Ada banyak pertanyaan yang ingin Livy sampaikan. Tetapi keadaannya terlalu lemah.“Nyonya… ada Albern di depan. Apa Nyonya tidak merindukannya?” tanya Bibi Eden.“Bi… aku sangat menyayanginya. Aku merindukannya,” ucap Livy. Suaranya pata

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   76. Perjalanan Tak Terlupakan

    Hari berikutnya seperti hari sebelumnya.Kay selalu berharap melihat tanda-tanda bahwa Livy mulai menerima kehadirannya kembali. Meskipun jarak itu tetap ada, dia tahu satu hal, anaknya adalah jembatan yang paling mungkin.Livy duduk di atas ranjangnya pagi itu. Albern yang sudah berusia satu tahun lebih, sekarang lebih aktif berlari-lari di ruangannya, sambil menggenggam mainan kecil yang lucu.Anak itu datang. “Mama!” teriaknya.“Ada apa, sayang?” Livy bertanya lembut, meski bibirnya masih cenderung kaku.Anak itu menatapnya dengan mata penuh antusiasme, ia mencoba naik ke atas kursi untuk bisa menuju ranjangnya. Bibir mungilnya bergetar sejenak. “Naik Ma!” ucapnya.Livy tertawa kecil juga tertegun. Panggilan itu sekarang hanya ‘Mama’ saja. Tidak ‘Mama Livy’ lagi. Mungkin terdengar tidak ada bedanya. Tetapi, panggilannya terasa jauh semakin dekat. Tanpa penyebutan nama yang menekankan kalau dia hanyalah ibu susu yang bernama ‘Livy’. Panggilan Albern padanya, membuatnya merasakan keh

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   77. Indahnya Ucapan Terima Kasih

    Livy memilih menangis dalam kediaman. Ia yang sejak tadi duduk tegak, mulai merasa lelah.Ia pun menyudahi tangisnya dengan menarik napas yang panjang lalu membuangnya perlahan. Ia masih mengabaikan buku itu.Rumah sakit itu terasa sunyi sebab malam merambat semakin larut. Hanya suara ringan dari mesin di rumah sakit dan detak jam dinding yang mengisi kesepian.Livy mencoba menggapai tuas pengatur sandaran ranjang, tapi tubuhnya belum cukup kuat. Tangannya bergetar, dan tuas itu tak kunjung bergerak.Ia menoleh pelan ke arah pintu. Ia tahu siapa yang sedang berdiri di baliknya. Seperti biasa. Seperti malam-malam sebelumnya. Ia bisa merasakannya. Ada yang diam di sana, menjaga diam-diam. Memantaunya diam-diam.Rasanya tak nyaman di punggungnya sudah tak tertahankan. Tetapi sandaran ranjang tidurnya itu belum juga bergerak. Ia ingin membaringkan tubuhnya segera.Ia menoleh ke arah tombol panggil perawat. Tapi menekannya berarti menunggu, dan ia tidak ingin terlihat menyedihkan. Livy men

    Last Updated : 2025-04-18
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   78. Canggung dan Terdiam

    Kay panik dan gugup. Terlalu canggung untuk menjawab. Dia hanya menatap Livy lalu menunduk salah tingkah. “Sudah lama berdiri di situ?” tanya Livy lagi, pelan. Suaranya serak. Hampa. Tapi nyata. Kay terdiam. Mulutnya terbuka sedikit, tapi tak satu kata pun keluar. Ia gugup. Dada berdebar. “Aku…” Ia menarik napas. “Aku hanya lewat.” Kebohongan yang terlalu tipis untuk dipercaya. Dan Livy tak perlu menjawab untuk menunjukkan bahwa ia tahu itu hanya alasan. “Masuk,” katanya singkat. Seperti perintah. Tanpa harap. Tapi Kay merasa seolah itu adalah izin masuk ke dunia yang telah lama menutup pintu untuknya. Ia malah semakin salah tingkah. Langkahnya pelan saat ia mendekat. Tangannya menggenggam di belakang punggung. Ia tak menatap Livy secara langsung. Hanya sesekali melirik ke arahnya, cepat-cepat, lalu mengalihkan pandang. Jarak mereka kini hanya beberapa langkah. “Ambilkan album itu,” kata Livy sambil menunjuk ke atas nakas. Kay menoleh, lalu melihat benda yang dimaksud. Albu

    Last Updated : 2025-04-19
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   79. Mencari-cari? Ada Urusan Apa?

    Kecanggungan mereka berakhir dengan munculnya suara Richard.“Kay?” tanya Richard dengan wajah bingung. Ia tahu selama ini Ka hanya mencuri-curi waktu untuk bisa masuk ke dalam ruangan Livy. Tapi kali ini, menantunya itu sudah duduk di sisinya. Kay langsung berdiri tegak, gugup."Sebentar lagi aku akan pergi, Pa," katanya cepat, mencoba meredam suasana.Richard menatapnya dengan tenang. "Bekerja?"Kay menggeleng. "Bukan. Ada... urusan lain. Tapi bukan pekerjaan."Tatapannya sempat melirik Livy sekilas, lalu segera beralih."Aku pergi dulu," ucapnya sambil menyentuh kepala anaknya dengan sayang dan mengecupnya. Kemudian dia ingin segera melangkah.“Kenapa? Kenapa buru-buru?” tanya Richard.“Ahm—bu—bukan apa-apa, Pa. Biar Albern punya waktu yang leluasa dengan mamanya,” jelas Kay, tanpa menatap Livy.Livy tidak berkata apa-apa. Tapi matanya mengikuti punggung Kay sampai pintu menutup. Ia menyadari rasa penasaran muncul di hatinya, tapi gengsinya terlalu kuat untuk membiarkan perhatiann

    Last Updated : 2025-04-19
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   80. Napas Untukku

    “Tidak ada yang peduli, ucap Livy.Ia mendorong tiang infusnya perlahan. Kakinya belum sepenuhnya kuat, tapi ia ingin kembali ke tempat tidur sendiri, tanpa bantuan siapa pun. Ia tak ingin terlihat lemah—terutama di hadapan seseorang yang pernah membuatnya merasa lebih hina dari apapun.Tanpa banyak bicara, Kay mendekat dan mengambil alih tiang infus dari tangannya.“Biar aku bantu,” ucapnya pelan.Livy hendak menolak, tapi suaranya tak sempat keluar.Kay sudah langsung menuntunnya kembali ke ranjang, membantunya duduk dengan hati-hati. Ia mengecek posisi tuas, memastikan kepala ranjang kembali datar, kemudian berdiri di samping ranjang, seolah menunggu instruksi.“Aku... hanya ingin memastikan kamu kembali tidur dengan aman,” katanya. “Maaf aku harus masuk lagi malam ini.”Livy tidak menatapnya. Tangannya merapikan selimutnya sendiri. “Tak perlu. Aku bisa sendiri.”Tapi kali ini, suaranya tak setegas biasanya. Bahkan, nadanya terdengar melemah.Kay diam. Ia tahu ia tak diinginkan di

    Last Updated : 2025-04-20
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   81. Akan Kutuntaskan Semuanya!

    Livy menahan napas. Lalu dia membuangnya perlahan. Ia tak menatap Kay. Berusaha mengabaikan ucapan pria yang pernah memiliki cinta paling besar dalam hidupnya.“Pergilah. Aku tidak butuh kau di sini,” ucap Livy, suaranya bergetar.“Aku tahu. Dan aku tetap menunggu di depan.”Malam itu, setelah ia kembali ke ranjangnya dan mencoba tidur, ia merasa... terjebak.Bukan oleh luka fisiknya, melainkan luka emosinya, yang seakan dibuka kembali oleh perhatian Kay yang tidak ia minta. Ia sempat melihat punggung Kay yang berjalan mendekati pintu untuk keluar.Saat pria itu berbalik untuk melihatnya kembali, memastikannya, ia menjauhkan tatapannya.Pintu kembali tertutup. Livy tak melihatnya lagi. Namun, bayang-bayang bagaimana Kay tidur di luar ruangan, masih jelas di ingatannya dan mengundang kecemasannya.“Tidak! Aku tidak peduli! Sakitnya dihina, direndahkan, tak diinginkan hidup, bahkan keguguran untuk kedua kali tapi tidak dipercayai, harusnya membuatku tidak memedulikan perhatiannya yang s

    Last Updated : 2025-04-20
  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   82. Buka Bajumu!

    Seperti kemarin, hari ini pun, setelah pagi itu Kay pergi, dia tidak pernah terasa ada lagi di depan ruangannya. Livy membuang semua tanda tanya di hatinya, dengan berlaku sibuk, bercanda dan menikmati kebersamaan dengan anak susunya yang lucu, Albern.Bibi Eden, terus mencoba memperbaiki hubungan keduanya, lewat penjelasan tipis yang menyoroti kebaikan dan kesabaran Kay.“Nyonya… Semenjak Nyonya Livy sudah sadar dan masih di rawat di sini, Tuan Kay sepertinya benar-benar lupa kalau dia memiliki rumah mewah. Dia lebih memilih tidur di depan.” Bibi Eden mencoba tertawa pelan, agar pembahasannya tidak membuat Livy canggung.“Atau mungkin… memang Nyonya Livy-lah tempat pulangnya,” lanjut Bibi Eden. Membuat Livy teringat dengan ucapan Kay.“Bi… Aku tidak memintanya,” jawab Livy.Bibi Eden mengangguk. “Tuan Kay memang kejam, Nyonya. Tapi, semua itu karena dia tidak tahu yang sebenarnya.”“Setidaknya kekejamannya sudah membuat saya membuka mata kalau dia juga tidak sebaik itu, Bi. Dia bisa

    Last Updated : 2025-04-20

Latest chapter

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   109. Obrolan dari Hati ke Hati

    Livy membuka lemari gelas dan menuangkan air putih dari botol ke gelas kaca. Tepat saat ia hendak meminumnya, suara langkah kaki menyusul pelan dari arah lorong.“Kay?” Livy menoleh, sedikit heran melihat pria itu hadir di dapur.Kay menggaruk tengkuknya, ekspresi gugup jelas terlihat di wajahnya. “Aku… juga haus,” katanya sambil mencoba tersenyum, padahal jelas-jelas itu bukan alasannya datang ke dapur.Livy mengangkat alis, tapi tak berkomentar. Ia hanya memalingkan wajah dan membuka botol air lagi, lalu menuangkan air ke gelas kedua dan menyodorkannya tanpa banyak kata.Kay menerimanya, jari mereka nyaris bersentuhan. Dan lagi-lagi, itu cukup membuat jantung Kay memompa darahnya lebih cepat.Mereka duduk di dua kursi berhadapan di meja makan kecil dapur. Hening.Sesekali pandangan mereka saling bertemu, lalu sama-sama buru-buru berpaling seolah takut ketahuan sedang saling mengamati.Kay memutar gelasnya pelan dengan jemari, mencoba mencari topik pembicaraan. Tapi entah kenapa, sem

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   108. Momen Panas Malam itu

    Kay kembali masuk ke dalam kamar Albern. Di sana ia kembali duduk di pinggiran tempat tidur. Ia tersenyum. “Makasih Nak, sudah membuat Papa dekat dengan Mama. Kamu bantu Papa ya? Supaya Mama Livy selamanya akan menjadi Mama kamu…” ucapnya berbicara sendiri dengan nada pelan.Setelah memastikan anaknya benar-benar lelap, Kay pun melangkah perlahan untuk keluar dari kamar Albern. Sebelum menjauh dari sana, ia sempat melihat pintu kamar Livy. Hatinya menghangat.Lampu-lampu lorong rumah sudah diredupkan. Suasana terasa sunyi, namun sangat tenang. Kay ingin pergi menuju kamarnya, namun saat melewati ruang tengah, ia melihat Richard duduk sendirian di sofa dengan secangkir air putih di meja.Richard menatap ke arah Kay. “Kay,” sapanya.“Papa? Kenapa tidak di kamar? Kenapa tidak langsung tidur?” tanya Kay.Richard mengangguk, mempersilakan Kay duduk di sampingnya dengan menepuk bagian sofa yang kosong itu.Kay menurut, tanpa banyak tanya. Beberapa detik keheningan menyelimuti mereka sebelum

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   107. Semakin Dekat, Semakin Hangat

    Usai makan malam yang hangat itu, mereka tidak lupa mengabadikan momen dengan berfoto bersama. Richard pun memberikan ruang untuk mereka berfoto tanpa dirinya.“Papa? Kenapa pergi?” tanya Livy.“Kan tadi sudah? Sekarang… giliran kalian bertiga!” ucapnya tersenyum semangat. “Rapat-rapat!” ucapnya pula menggeser Livy pada Kay. Membuat jarak di antara mereka terpotong. Sempat mata mereka saling menatap, hingga akhirnya tersenyum menatap kamera.Setelah itu, Kay pun menarik tangan Richard. “Sekarang, giliran kita berdua, Pa.”Ada rasa bangga dan haru tersendiri di dalam diri Richard saat Kay merangkulnya dan berfoto berdua dengannya. Ia tidak salah memilih lelaki untuk mendiang anaknya. Ia juga tidak salah mempercayakan perusahaan padanya. Ia benar-benar tidak gelap mata.Malam itu benar-benar memberikan momen yang tidak akan terlupakan untuk mereka.Waktu berlalu… sudah waktunya mereka pulang. Ditambah Albern yang terlihat sudah bosan karena mulai mengantuk. Akhirnya mereka meninggalkan

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   106. Ungkapan Keseriusan dan Ketulusan

    “Mau?” tanya Kay pula terang-terangan menatap Livy. Ia terkekeh.Livy langsung keluar dari mobil dan membiarkan Kay menggendong Albern.“Ada-ada saja!” celoteh Livy pelan.“Aku cuma bercanda…” ucap Kay.“Papa kamu memang kadang suka banyak gaya, Al. Memangnya sanggup?” cibirnya pelan, sambil mengibas rambutnya ke belakang.“Sanggup! Mau coba?” balas Kay yang mendengar omelan itu.Livy memelototinya.Kay malah tertawa lebar. “Kamu cantik kalau lagi marah,” ucapnya.“Ya! Aku tahu!” balas Livy arogan, berjalan lebih depan dan meninggalkan Kay juga Albern.Kay sama sekali tidak mati kutu dengan jawaban judes itu. Dia malah senang, karena perlahan sisi Livy yang dulu, mulai kembali ia tunjukkan. Sisinya yang manja, bawel namun tetap penuh perhatian.Restoran itu tidak terlalu ramai, namun suasananya hangat dan nyaman. Cahaya lampu-lampu gantung yang temaram memantulkan kilau lembut ke meja-meja kayu yang ditata elegan. Aroma roti panggang dan rempah-rempah menyambut mereka begitu pintu kac

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   105. Gendong Dua-Duanya

    Mata Livy melotot.Kay terkekeh. Membuat Livy akhirnya tersenyum. Merah di pipinya itu tidak dapat dia sembunyikan.“Baiklah, nanti aku akan siap-siap,” ucap Livy mengalihkan.“Lalu jawabannya?” tanya Kay.“Jawaban apa lagi? Aku sudah bilang ya,” balas Livy, bingung.“Aku pikir kamu jawab ‘baiklah’ kamu akan memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’ hehe…” Kay merasa konyol. Dia mengusap kepalanya.Livy sejenak terdiam. “Hm... sudah dulu,” ucapnya, mengakhiri panggilan.Kay masih tersenyum. Sampai dia menyandarkan punggungnya ke kursinya yang empuk, mendongakkan wajah, bibirnya itu masih tersenyum lebar. Jantungnya berdebar.Sementara itu, Livy di kamarnya, mengelus dada. Dia mengatur napasnya. Kenapa hanya pertanyaan bercanda seperti itu berhasil membuatnya tersipu? Jiwanya benar-benar terasa kembali hidup, untuk hal lain, perasaan yang sudah lama tidak diarasakan.**Sore itu, suara mobil Kay terdengar lebih cepat dari biasanya. Jam belum menunjukkan pukul lima, namun deru mesinnya sudah

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   104. Panggilan Sayang

    Cahaya matahari siang menembus tirai tipis di balik jendela kantor Kay yang terletak di lantai tertinggi gedung. Di balik meja panjang dan layar monitor yang menyala, Kay duduk dengan jas setengah dibuka dan dasi yang mulai ia longgarkan sejak satu jam lalu setelah dia selesai meeting. Di tangannya ada laporan bulanan yang belum sepenuhnya ia baca, karena pikirannya melayang terlalu jauh.Terlalu jauh... ke rumah. Ya, bukan hanya sekadar bangunan megah, mewah dan indah, tetapi benar-benar menjadi tempat pulang yang ia rindukan. Anaknya, Ayah mertuanya dan Livy.Bukan pertama kali ia begini. Sejak Livy kembali dan tinggal bersama mereka, wajah perempuan itu tak pernah absen dari benaknya. Tapi kali ini berbeda. Ada sesuatu yang terasa mengganjal—bukan karena rasa bersalah, tapi karena harapan yang mulai tumbuh diam-diam. Harapan yang perlahan membesar dan membentuk sebuah impian.Ia menatap keluar jendela. Di sana, langit tampak cerah. Begitu pun isi kepalanya sa

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   103. Mama Sayang Papa

    Kay mati kutu menatap Albern yang terus memintanya untuk mencium Livy.Kay terdiam.Livy membeku.Richard, yang tengah mengaduk teh hangat, hanya tertawa pelan di balik cangkirnya. “Wah, anak kecil memang tulus.”Namun Kay hanya mengusap kepala putranya perlahan. Ia menunduk lalu berbisik, “Papa tidak boleh mencium Mama sekarang, nanti Mama marah. Papa mencium Mama di depan rumah saaja ya?”Bisikannya itu terdengar oleh Livy.Albern menatap Kay. Mengerti ataupun tidak, yang jelas anak itu terlihat mengangguk.“Ayo Mama!” ucap Kay pula pada Livy.Livy panik, namun mengikut juga.“Pa, tolong jaga jagoanku ini sebentar, Pa. Aku mau pamit ke depan…” ucapnya.Richard hanya tersenyum lalu mengangguk. Ia memahami bahwa itu bukan sekadar alasan biasa.Kay lalu menatap Livy dengan tatapan yang tak bisa ia artikan. “Antar aku sebentar ke depan ya?”Livy sempat ragu, t

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   102. Mencium Livy?

    Kay refleks mundur, lalu buru-buru menahan tawa.Livy pun mengecup kening Albern. Pelan dan lembut. Ia tidak ingin membangunkannya. Kemudian barulah Kay yang mengecup Albern.Melihat adegan itu, senyuman Livy terukir walau tipis. Senyum yang tak bisa ia tahan saat melihat mata Kay yang jernih di bawah lampu temaram dan mengecup anaknya dengan penuh kasih saayang.Kay melirik Livy sejenak. Lalu, dengan gerakan lembut, ia mengelus rambut Albern sekali lagi, lalu berdiri. “Ayo, aku antar kamu ke kamar.”Livy sempat ragu. “Ti- tidak usah,” ucapnya.“Kamu mau tidur di sini?” tanya Kay, memastikan.“Bu- bukan. Yaudah, ayo keluar,” ajak Livy pula.Mereka berjalan perlahan keluar dari kamar Albern, pintu ditutup dengan sangat hati-hati. Langkah mereka menuju ke pintu di sebelah, yaitu kamar Livy.Di depan pintu itu, mereka berdiri berhadapan. Kay menatapnya, sementara Livy memegang gagang pintu. Cahaya remang lorong menyapu wajah mereka, membentuk siluet yang tenang dan samar-samar namun ada

  • Ketika Mantan Menjadi Ibu Susu   101. Sama-Sama Ingin Mengecup

    Usai makan malam yang hangat itu, Bibi Eden sedang membereskan meja dibantu Livy, sementara Albern sudah berjalan ke arah ruang tengah, mencaari mainannya dan menyibukkan diri. Kay berdiri mematung di teras depan, menghirup udara malam. Langit bersih malam itu, bintang-bintang menggantung tenang. Langkah Richard pelan-pelan mendekat. Richard berdiri di sampingnya, memandang langit yang sama. Hening sejenak di antara mereka, hingga akhirnya Richard membuka percakapan. “Kamu tahu, sudah lama rumah ini tak sehangat ini...” Kay menoleh sedikit, mengangkat alis. Ia membenarkan. “Suara anak kecil, tawa makan malam, kehangatan orang-orang yang saling peduli... Itu tak bisa dibuat-buat, Kay. Rumah ini... terasa hidup kembali sejak Livy ada bersama kita, menemani Albern. Lebih tepatnya melengkapi kita.” Kay mengangguk pelan, memandangi bayangan rumah di bawah cahaya bulan. Richard melanjutkan, “Kamu masih mencintainya, bukan?” Butuh beberapa saat sebelum Kay menjawab. Nadanya nyaris se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status