Home / Romansa / Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku / Bab 21 - Satu Kota, Dua Lantai

Share

Bab 21 - Satu Kota, Dua Lantai

last update Last Updated: 2025-09-04 05:31:54

Kereta malam berhenti di stasiun kota tujuan. Aisyah turun sambil menggenggam map berisi dokumen presentasi proyek besar yang harus mereka kerjakan bersama. Udara dingin menusuk tulang, kontras dengan kepalanya yang masih panas akibat perdebatan kecil dengan Rayyan di perjalanan.

“Jangan terlalu lama memandangi map itu, kamu bisa pingsan nanti,” ucap Rayyan dingin, berjalan mendahuluinya sambil menenteng koper hitam.

Aisyah menarik napas panjang. Kenapa sih orang ini nggak pernah bisa bicara baik-baik? pikirnya. Ia memilih diam, tak mau memancing pertengkaran di depan staf perusahaan yang ikut bersama mereka.

---

Sampai di hotel, resepsionis menyambut hangat. Karena acara perusahaan besar, kamar yang tersedia terbatas. Panitia menuliskan nama mereka di daftar kamar yang sudah diatur sebelumnya.

“Pak Rayyan, ini kunci kamar Anda. Lantai sepuluh. Dan ini, untuk Bu Aisyah. Lantai delapan,” jelas resepsionis.

Rayyan sempat menoleh sekilas ke arah Aisyah. Ada sedikit rasa lega karena merek
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku    Bab 40: Takut Bergantung

    Kabar Rayyan melaporkan Fadlan ke polisi menyebar cepat. Media menyorotinya, warganet ramai membicarakan. Jika sebelumnya gosip soal dirinya dan Aisyah menguasai headline, kini pemberitaan beralih: “Rayyan Alfarizi Gugat Rival Bisnis Terkait Fitnah dan Pencemaran Nama Baik.”Aisyah membaca berita itu di layar ponselnya dengan tangan bergetar. Di satu sisi ia lega, karena akhirnya ada langkah tegas yang bisa melindungi namanya. Namun di sisi lain, ia khawatir. “Kalau ini malah memicu perang besar?” pikirnya.Di kantor, beberapa rekan kerja mendekatinya.“Wah, hebat ya. Pak Rayyan cepet banget lawan Fadlan di jalur hukum.”“Syukurlah, jadi nama kamu juga ikut bersih, Sya.”Aisyah hanya bisa tersenyum kaku, sementara hatinya berdesir setiap kali nama Rayyan disebut dalam kaitan melindunginya.---Sementara itu, Fadlan tidak tinggal diam. Di ruang kantornya, ia membanting koran dengan kesal.“Dasar brengsek! Dia pikir bisa menang dengan hukum?!” teriaknya.Salah satu asistennya mencoba me

  • Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku     Bab 39 - Strategi Balasan

    Rayyan menutup laptopnya dengan hentakan pelan. Malam itu ia tidak bisa tidur. Kepalanya dipenuhi strategi, bukan hanya untuk bisnis, tapi untuk sesuatu yang lebih dalam: nama baik. Nama baik Aisyah, nama baik perusahaan, dan secara tidak langsung, nama baik keluarganya sendiri.Ia berdiri di depan jendela kamar hotel, menatap lampu kota yang berkilauan. “Kalau aku biarkan Fadlan terus begini, dia akan mengira aku bisa diinjak-injak,” gumamnya.Telepon di meja berdering. Itu dari sekretaris pribadinya di kantor pusat.“Pak, pemberitaan soal gosip ini sudah meluas. Beberapa mitra mulai bertanya-tanya. Mereka butuh klarifikasi.”Rayyan mengangguk meski lawan bicaranya tidak bisa melihat. “Baik. Atur konferensi pers setelah saya kembali. Tapi jangan umumkan dulu. Saya ingin kita persiapkan matang.”“Siap, Pak.”---Keesokan paginya, Rayyan memanggil tim inti ke ruang rapat kecil di hotel. Aisyah duduk di ujung meja, wajahnya masih terlihat letih, tapi ia memaksa untuk tampak tegar.Rayya

  • Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku    Bab 38 - Konfrontasi

    Pagi itu, aula utama hotel dipenuhi hiruk pikuk. Para perwakilan perusahaan besar menghadiri konferensi bisnis tahunan yang menjadi ajang unjuk gigi sekaligus perang dingin antar-rival.Rayyan melangkah masuk dengan langkah mantap, jas hitamnya rapi tanpa cela. Di belakangnya, Aisyah mengikuti sambil memegang berkas-berkas yang sudah ia persiapkan semalam. Wajahnya masih menyisakan kecemasan setelah melihat draft artikel fitnah yang ditunjukkan Rayyan kemarin, tapi ada sedikit lega karena Rayyan berjanji akan melindunginya.Begitu memasuki ruangan, tatapan-tatapan mulai mengikuti mereka. Beberapa berbisik, sebagian lagi sekadar menatap dengan rasa ingin tahu. Aisyah bisa merasakan sorotan itu, tapi ia menunduk, mencoba tetap fokus pada tugasnya.Di sisi lain ruangan, Fadlan sudah berdiri bersama kelompoknya. Ia tersenyum lebar, namun senyum itu penuh dengan kesombongan. Begitu melihat Rayyan, ia langsung melangkah mendekat.“Ah, Rayyan Alfarizi,” sapa Fadlan dengan nada yang dibuat se

  • Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku    Bab 37 - Kesadaran yang Menyakitkan

    Rayyan menatap kosong ke arah jendela besar kantornya. Sore itu dipenuhi deretan mobil yang merayap, lampu merah-oranye-hijau bergantian menari di kejauhan. Biasanya pemandangan itu tidak lebih dari latar belakang rutinitas baginya. Namun kali ini, ia menatapnya terlalu lama, seakan mencari jawaban yang entah di mana.Sejak beberapa hari terakhir, ada perubahan mencolok pada Aisyah. Gadis itu yang biasanya selalu sigap menanggapi instruksinya, kini hanya menjawab secukupnya. Yang dulu berani mengajukan pertanyaan tajam di tengah rapat, kini memilih diam. Yang dulu tanpa sadar selalu bertukar pandang dengannya, kini justru sengaja menghindari tatapannya.Rayyan menyadari semuanya. Dan semakin ia mencoba menyangkal, semakin sesak rasanya.Di benaknya, ia kembali mengulang percakapan singkat kemarin, saat Aisyah menolak ajakannya dengan alasan pekerjaan. "Maaf, Pak. Saya masih ada deadline dari kepala divisi. Mungkin lain kali." Suaranya tenang, tapi ada jarak yang jelas di sana. Bukan j

  • Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku     Bab 36 - Menjaga Jarak

    Keesokan harinya, Rayyan datang lebih pagi dari biasanya. Staf yang melihat sempat terheran. Ia masuk ruangannya tanpa banyak bicara, tapi tatapan matanya gelisah. Seolah sedang menunggu sesuatu.Saat Aisyah muncul di koridor, Rayyan secara refleks berdiri. Ia hampir membuka pintu dan menghampirinya, tapi buru-buru menahan diri. Ia kembali duduk, pura-pura menatap dokumen. Namun matanya jelas melirik ke arah gadis itu, memastikan ia benar-benar baik-baik saja.Aisyah menyadarinya. Walau pura-pura tidak, ia bisa merasakan sorot mata itu. Jantungnya berdegup cepat, antara hangat dan canggung.---Siang harinya, rapat divisi berlangsung. Aisyah ikut mendampingi, terlihat sedikit lelah tapi berusaha profesional. Di tengah rapat, Rayyan beberapa kali bertanya langsung kepadanya, sesuatu yang jarang ia lakukan. Bahkan ia menegaskan, “Untuk bagian ini, saya lebih percaya kalau Aisyah yang menjelaskan.”Seisi ruangan sempat terdiam. Beberapa rekan melirik heran, sebagian terlihat tidak suka.

  • Ketika yang Kubenci Menjadi Takdirku    Bab 35 - Hampir Celaka

    Perjalanan dinas kali ini seharusnya terasa biasa saja bagi Aisyah. Ia hanya mendampingi tim presentasi ke salah satu kota industri di pinggiran Jawa, membawa materi yang sudah disiapkan matang. Namun sejak pagi, ada firasat aneh yang menempel di dadanya—sesuatu yang membuatnya merasa gelisah tanpa sebab jelas. Jalan tol yang mereka tempuh ramai oleh kendaraan besar. Truk-truk kontainer melaju kencang, sementara cuaca mendung membuat jarak pandang sedikit terbatas. Aisyah duduk di kursi belakang, membuka laptop untuk meninjau ulang file presentasi. “Jangan paksakan kerja di mobil, nanti pusing,” ujar Hana, rekan satu tim, setengah bercanda. Aisyah tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, sebentar lagi juga selesai.” Sopir perusahaan yang mereka tumpangi tampak fokus. Namun mendadak, sebuah truk dari jalur kanan menyalip dengan kecepatan tinggi, lalu tiba-tiba menukik ke kiri. Sopir kaget, membanting setir. Mobil berguncang keras, nyaris menabrak pembatas jalan. “ASTAGA!” pekik Hana, meme

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status