Share

Bab 10

Author: Tifa Nurfa
last update Last Updated: 2022-07-25 11:58:40

POV Sintya

"Kamu ada ide Brilian apa, Han?" tanyaku cepat dengan rasa penasaran. Dan Hana kembali tersenyum.

"Kita akan menangkap Basah mereka, Sin!" ujarnya menatapku.

"Caranya?" tukasku yang masih bingung dengan ide nya Hana.

"Mas Yudi biasanya pulang Dari Galeri jam berapa?"

"Sekitar jam lima sore," jawabku

"Jam lima sore nanti kita akan ke galeri, dan kita akan mengikuti kemana Mas Yudi pergi, jika benar ia akan bertemu dengan Eva, kita akan menangkap basah mereka. Hingga mereka tak akan bisa berkelit."

Aku mengangguk menyetujui ide Hana.

"Tapi bagaimana dengan Rizki, tak mungkin kan aku bawa Rizki untuk ikut serta melihat kelakuan ayahnya," ucapku. Hana terlihat berpikir, bola matanya sesekali memutar ke atas mencari solusi.

Aku memang tak punya sanak saudara di sini, aku asli dari Jawa tengah, dan ikut sama Mas Yudi ke sini, di kota Surabaya, sedangkan kedua orang tua Mas Yudi sudah lama meninggal.

"Hmm, Rizki kita titipkan dulu aja dulu, Gimana?" ucapnya saat menemukan solusi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
hidup kayak BINATANG BERZINAH TERUS BAGUS GANCET DEH
goodnovel comment avatar
Lilis Haryati
yah teypitus lagi
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 150 (ending)

    Aku tertunduk dalam, lidahku terasa kelu, seolah tak mampu lagi untuk bicara, degup jantungku terasa semakin cepat, ada rasa malu, ada rasa bahagia bersua dengannya, ada rasa takut aku ditolak, semuanya campur aduk jadi satu di dalam sini. Aku hirup udara banyak-banyak, kemudian Perlahan mengangkat wajahku, tampak Hesti masih setia menunggu aku melanjutkan kata-kataku."Mas, semua yang sudah terjadi biarlah terjadi, jadikan itu semua sebagai pelajaran berharga untuk menapaki kehidupan masa depan, agar tak terulang kembali." Pelan Hesti bicara, seolah mengerti apa yang kini kurasakan.Aku mengangguk setuju dengan perkataannya."Beberapa bulan terakhir, kita semakin dekat, dan kurasa tidak ada lagi yang harus kita tunggu, aku berniat ingin meminangmu, jika kau bersedia, aku ingin kau menjadi istriku, tapi ...."Mendengar ucapanku yang menggantung, keningnya mengerenyit, namun ia tak bertanya apapun."Ta–Tapi, aku seperti ini kondisinya, mungkin, bisa dibilang aku lelaki tak tahu malu,

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 149

    Satu Minggu sudah kepergian Mbak Siska, segala tetek bengek keperluan administrasi saat di rumah sakit, Dhani banyak membantu, bahkan tak segan membantu biaya administrasi untuk membawa pulang jenazah Mbak Sintya.Selama tujuh hari kemarin, aku memang mengadakan acara tahlil di rumah, walaupun rumah kecil, aku mengundang tetangga dekat untuk hadir dalam acara tahlil kepergian Mbak Siska, tak lain harapanku hanyalah Doa kebaikan untuk Mbak Siska, semoga Doa dari semua jamaah tahlil bisa mengiringi kepergian Mbak Siska ke alam sana dengan kedamaian.Dua hari acara tahlil, Sintya ikut datang kemari, dan hari ke tiga hingga selesai tujuh hari, Dhani datang berdua dengan Rizki. Karena Sintya kurang enak badan katanya.Tiga hari Mbak Siska berpulang, aku memang izin tak masuk kerja, dan hari keempat hingga tujuh hari aku masuk kerja tapi hanya sampai siang, tak sampai sore, karena aku harus mengurus keperluan acara tahlil, beruntung tetangga di sini semuanya baik dan mau membantu untuk semu

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 148

    Aku lebih dulu ke bagian administrasi untuk mengurus semuanya, setelah semuanya selesai aku melenggang ke Musala rumah sakit ini. Setelah selesai aku kembali ke depan ruang UGD, tapi mereka semua sudah tidak ada di sana. Aku pun langsung masuk ke tempat dimana Mbak Siska terbaring. Kosong. "Maaf Pak, cari pasien atas nama Bu Siska ya?" tanya seorang perawat yang sedang jaga. "I–Iya Sus." "Tadi Dokter memutuskan untuk memindahkan ke ruang ICU Pak, Karen kondisinya Bu Siska terus menurun, ruang ICU ada di sebelah sana Pak," ucap perawat itu sambil menunjuk ke arah dimana ruang ICU itu berada. Degh. Mbak Siska semakin menurun. Sintya dan Dhani pasti sudah ikut ke ruang ICU tadi. "Terimakasih, Sus," ucapku kemudian setengah berlari aku menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU. Terlihat Sintya dan Dhani berdiri di depan sebuah ruangan berdinding kaca tebal. Juga ada Rizki diantara mereka. "Sintya, Dhani!" sapaku sembari mengatur napas. "Mbak Siska di dalam, Dokter masih men

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 147

    Sintya membersihkan tangan Mbak Siska. Sedangkan Mbak Siska terlihat begitu lemas."Mas kita bawa Mbak Siska ke rumah sakit sekarang," tegas Sintya."I–Iya Sin.""Ayo Mas cepat, bawa dengan mobilku," ucap Dhani.Dengan sigap aku mengangkat tubuh Mbak Siska, Sintya pun mengekor di belakangku.Dhani yang sudah lebih dulu di depan, segera membuka pintu mobilnya, kemudian duduk di belakang kemudi, tak berapa lama Sintya dan Rizki, muncul dari dalam rumah, dan masuk ke dalam mobil, dengan langkah cepat, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan ponselku, juga mengunci pintu.Setelah itu aku pun ikut masuk mobil dan duduk di samping Dhani. Dhani mulai melajukan mobilnya. Aku menoleh ke belakang, tampak Mbak Siska terkulai lemah tak berdaya.Aku mohon Mbak, bertahanlah.Dhani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, kami yang berada di dalam mobil, terdiam dengan pikiran masing-masing, Sintya menggenggam erat jemari Mbak Siska, seolah menyalurkan kekuatan d

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 146

    "Cukup Mbak! Maaf saya bukan lelaki seperti itu. Jika Mbak Mau, silahkan cari orang lain, tapi bukan saya! Permisi!" Aku melenggang masuk usai mengucapkan itu, kemudian membuka pintu dan menutup serta mengunci pintunya, masih jelas kulihat bibirnya mencebik seperti tak suka dengan penolakan yang tadi aku katakan. Ada yah, wanita semurahan itu, bahkan menawarkan diri seperti itu. Memang awal aku tinggal di sini, dan berkenalan dengan Susi, kami sempat ngobrol dan Dia bertanya apa tidak ada niat untuk menikah lagi, dan waktu itu aku jawab belum ingin menikah lagi, karena memang aku belum menemukan sosok yang pas untuk mengisi ruang hati ini. Tapi bukan berarti aku mau menikah dengan Susi, Dia bukan wanita yang aku idamkan menjadi istri. Aku menarik napas panjang dan menghembuskanya perlahan, usai menutup rapat pintu rumah ini, tak kuperdulikan Susi yang masih berdiri di halaman rumah.Bergegas aku masuk untuk menengok kondisi Mbak Siska, Ia masih terbaring di tempat tidur, kemudian m

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 145

    Pagi ini seperti biasa aku akan bekerja, sebelum berangkat aku siapkan makanan untuk aku dan Mbak Siska sarapan, juga untuk Mbak Siska makan siang, semenjak Dia sakit aku memang harus ekstra melakukan ini dan itu agar Mbak Siska tidak perlu repot memasak untuk makan siangnya.Setelah semuanya siap, aku mengajaknya sarapan, aku tatap wajah yang kian hari kian pucat itu."Mbak hari ini kita ke rumah sakit aja yuk," ajakku."Ah, tak perlu lah Yud, kamu juga kan harus kerja, lagian obat Mbak yang dari klinik juga masih ada," tolaknya."Mbak, soal kerjaan gampang, aku bisa ijin datang siang hari setelah mengantar Mbak dari rumah sakit." Lagi aku berusaha meyakinkan Mbak Siska, apapun alasannya kesehatannya adalah jauh lebih penting."Gampang nanti saja Yud, nunggu obat yang sekarang ini habis aja, ya!" "Hm, baiklah kalau begitu Mbak. Yudi cuma pengin Mbak bisa segera sembuh," pungkasku.Usai sarapan aku langsung berangkat ke tempat kerjaku. Entah mengapa aku merasa Mbak Siska seolah pasra

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status