Warning : Adult roman story 21+
Nama kota itu adalah Devil Town, tidak ada yang tahu bagaimana asal muasal nama itu diberikan. Kota iblis yang bagi banyak penduduknya memang perpaduan surga bagi orang kaya dan neraka bagi mereka yang tiak punya apa-apa.
Devil Town merupakan kota besar dengan gedung tinggi dan jalanan tersibuk, berpenduduk sangat padat dengan biaya hidup tinggi. Kota yang tidak pernah tertidur, selalu terjaga dengan berbagai aktivitas warganya. Terutama di wilayah Soul Hills yang terkenal dihuni para pesohor serta pejabat. Mobil mewah terparkir di setiap garasi, luas rumah mencakup lapangan golf mini, landasan helipad, serta kolam renang di lantai paling atas. Ada banyak penjaga di gerbang yang membuat tidak semua orang bisa masuk ke dalamnya.
Berada di belakang Soul Hills, adalah kawasan Black Street yang merupakan perumahan bagi warga miskin atau berpendapatan rata-rata. Rumah-rumah kecil dengan gang sempit di mana satu sama lain bisa saling mendengar percakapan.
Seakan tidak ada rahasia di Black Street, setiap jam selalu ada pertengkaran, gesekan antar warga, disertai tangisan anak kecil dan desahan orang bercinta. Tidak ada yang merasa aneh atau terganggu dengan itu semua, masyarakat di sana menganggap itu hal biasa.
Khaelia adalah penguni Black Street sudah hampir lima tahun ini. Dulu dirinya dan kedua orang tuanya bertempat tinggal di pinggiran kota yang tidak terlalu padat dengan kehidupan yang bisa dibilang cukup baik. Sampai akhirnya kecelakaan menimpa kedua orang tuanya. Sang papa meninggal dan mamanya berbaring Iemah dengan napas yang disangga dengan alat-alat. Karena mahalnya biaya pengobatan, Khaelia terpaksa menjual rumah dan aset lainnya lalu pindah ke rumah adik sang mama.
Bibi dan suaminya punya satu anak perempuan yang lebih muda beberapa tahun dari Khaelia. Meskipun tidak pernah akrab dengan sepupunya tapi ia menghargai paman dan bibinya. Mereka mengandalkan pemasukan dari membuka toko kelontong. Selama ini orang tua Khaelia yang membantu kehidupan mereka dan di saat seperti ini, keduanya yang membalas budi meskipun dilakukan dengan enggan dan menggerutu.
Khaelia yang baru saja selesai menempuh pendidikan perguruan tinggi memutuskan untuk bekerja dan pendapatannya diberikan pada sang bibi untuk biaya pengobatan sang mama. Sampai akhirnya terjadi masalah dan Khaelia berhenti dari pekerjaannya di sebuah perusahaan packing makanan.
“Bisa tidak kamu kerja malam? Toko tutup jam enam, bibi dan paman akan rawat mamamu saat malam, dan siangnya kamu bisa berjaga di rumah. Dengan begitu kita bisa berhemat untuk tidak menyewa perawat.”
Menuruti saran sang bibi, Khaelia mendaftar untuk semua lowongan pekerjaan malam. Dari mulai restoran, bar, hingga perusahaan multinational. Terkejut saat lamarannya diterima salah satu perusahaan besar. Awalnya ia heran karena perusahaan besar itu mencari sekretaris untuk bekerja malam hari. Apakah begitu sibuknya hingga pekerjaan harus diselesaikan dalam waktu dua puluh empat jam?
“Anda diharapkan untuk datang ke perusahaan pada Senin malam, pukul sembilan belas dengan membawa nomor ID yang tertera di email ini.”
Khaelia tidak percaya dengan keberuntungannya. Capital Group mempunyai banyak anak perusahaan, salah satunya adalah PT. Macrofood, di mana Khaelia akan bekerja.
“Bibi senang kamu dapat pekerjaan baru, apakah kamu menjadi pelayan di bar?” tanya si bibi.
“Bukan, tapi petugas admin. Bisa jadi gudang di sebuah perusahaan kecil. Sepertinya milik minimarket.”
“Oh, baiklah. Semoga gajinya bagus. Mamamu butuh banyak biaya soalnya.”
Khaelia pun berharap hal yang sama, gaji yang sepadan untuk pekerjaan yang dilakukan saat malam. Saat kecil dulu ia pernah membaca komik tentang sekretaris yang bekerja kala malam bersama boss yang ternyata vampire. Khaelia tidak peduli kalau semisalnya bossnya benar-benar vampire dan ia harus bersedia dihisap darah setiap hari yang terpenting mendapatkan gaji yang cukup.
“Tentu saja, itu hanya dongeng aneh!” Khaelia tergelak, karena merasa pikirannya sangat absurd. “Semoga kalau benar bossku vampire, setidaknya masih muda dan bukan kakek-kakek.”
Ia tidak bisa membayangkan seorang kakek tua menghisap darahnya. Sungguh sebuah hal yang lucu sekaligus menakutkan. Khaelia menyingkirkan rasa takut itu demi uang.
“Kalau benar harus dihisap seenggaknya mereka ganti dengan asupan makanan yang enak serta uang tips yang cukup.” Khaelia tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Di waktu yang ditentukan, Khaelia pergi ke PT. Macrofood menggunakan kendaran umum. Tiba di gerbang sempat terkejut sesaat karena melihat gedung yang tinggi dan luas. Menunjukkan nomor ID yang tertera di email pada penjaga gerbang dan melakukan pemeriksaan sebelum diijinkan masuk.
Seorang resepsionis laki-laki menerima dan memintanya menunggu kedatangan seseorang bernama Bosman. Khaelia menduga Bosman adalah bossnya yang baru, bisa jadi manajer. Berdiri canggung di lobi yang megah dengan langit-langit tinggi serta lantai marmer yang mengkilat, ia mengamati penampilannya dalam balutan setelan hitam dengan rok selutut. Berharap tidak terlalu terlihat miskin di tengah kemegahan ini.
“Nona Khaelia?”
Seorang laki-laki berumur setengah abad dengan jas hitam dan rambut hitam yang tersisir rapi ke belakang menyapanya. Khaelia membungkuk kecil
“Selamat malam, Pak Bosman.”
“Mari, ikut aku!”
Khelia sedang melintasi lobi yang hari ini cukup ramai saat ponselnya bergetar. Ada notifikasi yang tidak dikenalnya dan ternyata pemberitahuan uang masuk. Ia terbelalak karena tidak menyangka gajinya akan sebesar ini. Hampir lima kali lipat dari gaji di perusahaan terdahulu. Ia sudah tahu gajinya besar, kisaran belasan juta tapi ternyata lebih dari itu. Tanpa sadar ia tersenyum, mengepalkan tangan dan melontarkannya ke udara.“Yes!”Beberapa pegawai yang berpapasan dengannya menatap curiga, Khaelia hanya mengangguk kecil pada mereka. Sedikit heran karena lobi lebih ramai dari biasa. Apakah karena hari gajian semua orang memutuskan untuk pulang lebih lambat. Bersama beberapa perempuan muda, ia mengantri lift. Mendengar mereka bercakap tentang lembur dan turun hanya untuk membeli makan malam.“Departemen pemasaran memang paling sibuk di awal bulan.” Gadis bertubuh kurus bicara sambil mencebik.“Kita dituntut untuk selalu memenuhi target.” Temannya yang berkacamata menimpali.“Malam Min
Carter mendesah, merasakan hasrat menyerbunya hanya karena teringat Khaelia. Ia harus menyingkirkan semua pikiran buruk kalau ingin Khaelia betah di tempatnya bekerja. Ia kehilangan sekretaris lamanya karena laki-laki muda itu tidak kuat bergadang terus menerus, berganti lagi dengan perempuan dan hanya bertahan satu bulan karena terlalu takut untuk bicara dengannya.Sekretarisnya yang terakhir seorang laki-laki berumut awal tiga puluhan, terhitung cukup lama bekerja, hampir enam bulan tapi akhirnya menyerah karena ingin menikah. Gonta-ganti sekretaris sampai-sampai Bosman kebingungan untuk mencari orang yang bisa menemaninya. Sejauh ini Khaelia tidak pernah mengeluh, ia hanya berharap nafsunya tidak membuat gadis itu pergi.Selesai berpakaian, ia keluar kamar. Disambut beberapa pelayan yang membungkuk di lorong. Kamarnya berada di lantai tiga, sengaja menggunakan tangga padahal ada lift tidak jauh dari kamarnya. Ia perlu olah raga agar tubuhnya tetap bugar. Rumah keluarga yang ditempa
Dalam benak Khaelia sedang sibuk memikirkan pekerjaan di kantor dan tidak peduli dengan perkataan sepupunya. Sudah biasa Mila selalu menentang pendapatnya, seakan menjadi sepupu paling peduli padahal tidak peduli.“Temen-temenku yang sarjana semua kerja di kantor besar. Saat weekend pada ngumpul di bar atau karaoke. Sedangkan kamu? Malah jadi admin gudang. Memangnya nggak malu apa kalau suatu saat ketemu teman?”Khaelia mengangkat wajah dan menatap sepupunya lekat-lekat. Mila memang tidak pernah menyukainya terlebih sekarang saat ia tinggal di rumah ini. Dianggap sebagai penganggu dan menumpang hidup. Itulah kenapa ia menolak bersinggungan. Entah kenapa siang ini Mila sangat cerewet hingga mengesalkan.“Apa pentingnya omongan orang? Yang penting kerja halal.”Mila tertawa lirih sambil memutar bola mata.“Ye, ye, ye, bilang aja sama piring kosongmu itu, apa pentingnya omongan orang. Lihat aja nanti kalau kalian berkumpul, baru tahu apa artinya diremehkan!”Apakah Khaelia peduli omongan
Waktu berlalu dengan cepat dan tanpa terasa sudah satu bulan Khaelia bekerja dengan Carter. Setiap hari melalui rutinitas yang sama. Membuat kopi, menyusun berkas, melakukan penjadwalan, dan setiap pukul 12 malam keduanya beristirahat 30 menit. Sesekali Carter memanggil pelayan untuk membawa cemilan dan mengajak Khaelia mencicipinya.Dengan senang hati Khaelia memakan semua yang disuguhkan, selain karena gratis semua makanan berkualitas tinggi dengan rasa yang luar biasa lezat. Ia tidak makan camilan dengan aroma mentega yang begitu menggugah. Tidak lupa, berciuman dengan hangat sambil berbagi kopi.Khaelia tidak pernah tahu kalau ciuman bisa memabukkan dan membuat candu. Ia pernah melakukannya dengan kekasihnya yang dulu, tapi rasanya sungguh berbeda. Dengan Carter ada kehangatan, mendamba, dan gairah yang tersembunyi. Sering kali ia membayangkan bagaimana kalau jadinya tidak hanya berciuman tapi hal lain?Hal Iain seperti apa? Bercumbu? Setelah pertemuan hari pertama di mana Carter
Setelah puas melihat-lihat, ia memutuskan untuk minum teh. Dengan malu-malu duduk di sofa sementara Carter merokok di sudut dekat gazebo. Menyesap tehnya, Khaelia diam-diam menatap profil atasannya. Carter yang ketampanannya tidak seperti manusia pada normal ternyata mempunyai sikap yang ramah. Tidak seperti boss-boss besar pada umumnya yang cenderung menjaga jarak dan bersikap sangat dingin, laki-laki itu justru terlihat santai.Apakah Khaelia berhalusinasi saat melihat Carter begitu berbeda dalam siraman cahaya bulan? Jangan-jangan memang matanya saja yang salah. Lagi pula ini pertama kalinya mereka berjumpa, apa yang berbeda pun tidak ada yang tahu.“Enak tehnya?”Carter yang baru selesai merokok, duduk di samping Khaelia, membuatnya tanpa sadar sedikit bergeser ke samping.“Enak sekali, Tuan.”“Kamu nggak ngopi? Biasanya kerja malam takut mengantuk.”“Tidak, Tuan. Mungkin karena terbiasa malam tidak tidur.”“Berarti ini bukan pertama kalinya kamu kerja malam?”Khaelia mengangguk.
Laki-laki muda dan tampan itu bernama Carter June Solitaire. Tidak banyak yang tahu kalau ia adalah anak kedua dari keluarga Solitaire yang merupakan pemilik saham terbanyak sekaligus pimpinan di Capital Group. Carter yang berambut sehitam arang dan bermata tajam, saat ini sedang memandang seorang gadis muda yang ketakutan. Menahan geli karena Khaelia terlihat ngeri seolah ia akan mengisap darahnya. Apa yang ada di pikiran Khaelia sebenarnya?Carter menatap lekat-lekat, pada Khaelia yang berjalan mundur perlahan. Menghitung dalam hati pada langkah keberapa perempuan itu akan membalikkan tubuh dan pergi. Ia memasukkan tangan ke dalam saku dengan kaki bersilang, seakan sedang menikmati pertunjukkan yang seru dan lucu. Sayangnya, perkiraannya salah karena Khaelia sama sekali tidak ada niatan untuk pergi. Bahkan dengan lantang mengatakan sesuatu yang membuatnya tercengang.Khaelia meneguk ludah dan menuruti perintah Carter. Saat ini yang ingin dilakukannya hanya dua hal. Bekerja untuk men