“Pak Naven mau ke mana?” Asisten Evelyn melihat jika Naven hendak pergi. Karena itu, dia segera mengejar.“Suruh dia segera pulang! Aku akan menunggunya.” Jawaban itu sudah menjelaskan ke mana Naven akan pergi.“Baik, Pak. Saya akan memintanya segera pulang.”Naven segera keluar dari pesta. Tempat yang ditujunya adalah apartemen Evelyn. Apartemen itu adalah apartemen yang diberikan Naven untuk Evelyn. Jadi dia bisa menggunakan akses keluar masuk dengan mudah.Asisten Evelyn segera menghampiri artisnya. Dia berbisik pada Evelyn, “Pak Naven memintamu untuk segera pulang.”“Masih banyak produser dan sutradara di sini. Bagaimana bisa aku pulang?” Evelyn tidak bisa melepaskan kesempatan ini. Peluang untuk mendapatkan tawaran film setelah penghargaan yang didapatkanya.Di apartemen, Naven menunggu Evelyn sambil menikmati sebatang rokok. Sayangnya, yang ditunggu tidak kunjung datang.Sampai jam dua belas malam, tidak ada tampak tanda-tanda Evelyn pulang. Tentu saja itu membuat Naven kesal.“
Nerissa dan Naven sama-sama berteriak. Mereka sama-sama terkejut ketika saling tatap. Mereka langsung turun dari tempat tidur untuk menghindar satu dengan yang lain. “Kenapa kamu berteriak?” Naven merasa jika harusnya Nerissa tidak berteriak. Pastinya semalam Nerissa dengan sadar di kamarnya. Jadi tidak harus terkejut. “Pak Naven berteriak. Jadi wajar saya ikut teriak.” Naven berusaha untuk tenang lebih dulu. Baru setelah itu dia bicara. Dia memang masih amat terkejut dengan keberadaan Nerissa di kamarnya. “Kenapa kamu di kamarku?” “Semalam saya membantu Pak Naven melepaskan dasi, tapi Pak Naven menarik tubuh saya dan mengunci pergerakan. Jadi saya tidak bisa lepas.” Itulah yang ditakutkan oleh Naven. Dia tidak tahu apa yang dilakukan jika sudah terlalu mabuk. Karena itu, dia selalu berpesan untuk dibawa pulang. Takut dia melakukan hal-hal di luar norma bersama kekasihnya. “Sudah tahu aku mabuk, kenapa justru mendekat? Bukankah ada Kiki?” Naven justru menyalahkan istrinya itu.
Nerissa masih sangat kesal sekali dengan Naven. Dia pikir Naven berbeda dengan orang-orang, tapi ternyata sama saja. Merendahkan dirinya. Andai Naven tahu bagaimana berdebar jantungnya kemarin, berada di pelukan Naven, apakah pria itu akan mengatakan hal itu. Andai Naven tahu jika adalah pria pertama yang memeluknya. Tapi, bagi Nerissa tak perlu harus menjelaskan hal itu pada Naven. Karena tidak ada manfaatkan sama sekali. Hari ini mood Nerissa cukup buruk. Karena itu dia memilih untuk membuat segelas coklat hangat di pantry. “Sepertinya kamu sedang kesal. Apa suamimu sudah bosan denganmu?” Mendengar pertanyaan itu membuat Nerissa melirik ke sumber suara. Seperti dugaanya, pemilik suara itu Harry. “Kamu pikir aku sedang melakukan pernikahan baik-baik sampai bosan.” Nerissa menyindir Harry. “Sebagai seorang pengusaha pasti dia punya banyak wanita.” Harry sengaja membuat hati Nerissa panas. Dia tahu jika Nerissa minum coklat hangat, mood-nya sedang tidak baik-baik saja. “Sayangn
Kiki yang mendengar ancaman Naven pun seketika takut. Apalagi dia bekerja pada Naven. “Maaf Bu Nerissa, demi keberlangsungan hidup saya, sepertinya saya akan ikut menu Pak Naven.” Kiki akhirnya harus menerima tawaran Naven. Nerissa melirik kesal. Bisa-bisanya Naven mengancam Kiki dengan memecatnya. Jika sudah begini, tentu saja dia tidak bisa berbuat apa-apa. Pasrah saja ketika Kiki tidak mau makan dengannya. Naven puas sekali karena pada akhirnya dia yang menang. Saat punya kuasa, tentu saja dia dapat banyak hal di dunia ini. Makanan yang dipesan mereka akhirnya datang juga. Mereka menikmati makan bersama. Kiki yang makan bersama dua orang yang sedang berperang tentu saja merasa tidak nyaman. “Kamu marah padaku?” Saat selesai makan, barulah Naven mulai membicarakan apa yang membuatnya mengajak Nerissa makan siang. “Menurut Pak Naven?” Nerissa balik bertanya dengan nada menyindir. “Dengar, itu adalah salahmu. Kamu yang masuk ke kamarku saat aku mabuk. Jadi jangan salahkan aku be
Nerissa segera membuka pintu agar orang di luar tidak terlalu lama menunggu. “Kenapa malam-malam ke sini?” “Saya diminta Pak Naven untuk mengantarkan makanan.” Kiki menjelaskan sambil menyerahkan makanan di dalam kantung plastik yang dibawanya pada Nerissa. “Makananku sudah datang?” Belum sempat Nerissa menerima makanan tersebut, suara Naven terdengar. Pria itu berjalan menghampiri Nerissa dan juga Kiki. Melihat Naven yang datang, Nerissa langsung memiringkan tubuhnya agar Naven dapat leluasa berbicara dengan Kiki. “Ini makanan pesanan Pak Naven.” Kiki memberikan plastik berisi makanan itu pada Naven. “Bagus kamu datang tepat waktu. Aku sudah lapar.” Naven menerima makanan tersebut. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak.” Kiki segera berpamitan. Dia tersenyum pada Nerissa yang berdiri di samping Naven. “Baiklah.” Naven segera berbalik. Nerissa masih berdiri di depan pintu. Menunggu Kiki yang benar-benar menjauh dari apartemen. Saat pria itu sudah pergi, barulah Nerissa menut
Nerissa yang mendengar Kiki mengatakan hal itu langsung menatap tajam pada Kiki. Pria itu tampaknya tidak bisa membantu Nerissa sama sekali. “Aku yang makan.” Dengan entengnya Nerissa menjawab. Mendengar suara Nerissa, Naven segera memutar tubuhnya. Dia sebenarnya tidak terkejut ketika Nerissa yang makan, tapi dia sedikit terkejut karena istrinya itu langsung mengakuinya. Dengan percaya dirinya Nerissa mengayunkan langkahnya melewati Naven. “Saya yang makan pizza Pak Naven. Apa Pak Naven mau protes?” Nerissa menatap Naven dengan tatapan menantang. “Tidak, aku tidak mau protes. Aku bisa beli banyak pizza. Kenapa hanya seloyang pizza aku protes?” “Bagus jika begitu. Karena artinya Pak Naven ingat dengan perjanjian jika akan menjamin kebutuhan saya. Artinya makan saya adalah tanggung jawab Pak Naven. Jadi jika saya makan makanan Pak Naven, itu bukan kesalahan.” Naven merasa aneh, kenapa juga pagi-pagi sekali Nerissa membahas sejauh itu, hanya karena pizza. Padahal jika dimakan ju
Nerissa masih bingung sekali kenapa Naven mau membantunya. Padahal tadi saja, pria itu tidak membantu sama sekali.“Ayo,” ajak Naven kembali.Nerissa pun kali ini pasrah ketika diajak bersama merapikan lemari pendingin. Dengan langkah malas, dia segera ke lemari pendingin. Dia berdiri untuk meletakan bahan makanan yang di atas lebih dulu.“Berikan beberapa jus kemasan dan minuman isotonik itu.” Nerissa meminta untuk Naven memberikan makanan.“Baiklah.”Naven segera memberikan satu per satu minuman. Keadaan masih aman, karena Nerissa hanya menata dengan posisi berdiri.Dua rak terisi dan Nerissa mulai beralih ke rak berikutnya. Nerissa segera setengah membungkukkan tubuhnya untuk mengisi rak berikutnya.Posisi Nerissa itu seperti membentuk angka tujuh. Namun, yang membuat perhatian Naven adalah bagian tubuh bawah milik Nerissa. Bokoong Nerissa tampak begitu kencang, bulat, dan padat sekali.Untuk ukuran seorang janda, tentu saja tubuh Nerissa termasuk bagus.Naven jelas tergoda ketika
“Memang kenapa, Pak?” Nerissa justru balik bertanya. “Jawab saja dulu. Kenapa kamu pakai artis itu?” Naven tidak suka pertanyaannya dibalas pertanyaan. “Karena Evelyn Manda sedang naik daun. Jadi saya pikir pas sekali jika mengundang bergabung event. Dengan begitu mal akan semakin ramai. Karena orang-orang akan melihat dia di mal kita.” Mendengar alasan Nerissa itu membuat Naven terdiam. Dari segi bisnis. Memang benar adanya jika mengundang Evelyn sangat menguntungkan. Namun, sejak menjalin hubungan dengan Evelyn, tak pernah sekali pun meminta Evelyn untuk bekerja sama dengannya. Naven juga tidak suka bekerja sama dengan Evelyn. Entah kenapa dia merasa tidak nyaman jika bekerja bersama kekasihnya. Takut ada gosip tentang dirinya dan Evelyn.“Apa Pak Naven tidak suka Evelyn Manda bergabung event kita?” Naven tidak mungkin menunjukkan rasa tidak sukanya. Itu akan membuat Nerissa curiga. “Tidak. Aku tidak masalah.” Dia pura-pura di depan istrinya. Nerissa cukup senang ketika suam