Share

Kejutan dari Hanin dan Mas Riky

"Aduh, ngeselin banget, deh. Pakaian aku basah semua. Aku mau pulang aja. Urusan ganti rugi besok-besok."

Hanin langsung mendorong kereta bayinya. Dia sama sekali tidak membayar makanannya.

Aku menatap beberapa helai rambut yang ada di dalam plastik. Ya, aku akan melakukan tes DNA. Untuk membuktikan apakah benar bayi itu anak kandung Mas Riky.

Ah, aku juga sempat memasukkan perekam suara di kereta bayi. Tersembunyi. Tidak akan ketahuan.

"Kamu lihat saja. Apa yang akan aku lakukan pada keluargamu nanti."

***

Sampai di rumah, aku mengernyit ketika melihat mobil Mas Riky terparkir di halaman depan. Mau apalagi dia kesini?

"Ria. Ada yang mau aku bicarakan."

Aku melirik Mas Riky tanpa minat. "Ada apa, Mas? Mau membahas apa yang sudah berlalu?"

Mas Riky melempar kertas ke atas meja. Ah, kertas pemecatannya.

"Ini semua gara-gara kamu. Kamu yang ngadu ke kantor? Kamu yang buat aku dipecat?"

Wajah Mas Riky memerah. Terlihat sekali, dia sedang menahan marah. Aku tersenyum tipis.

"Kesalahan kamu sendiri. Kenapa malah nyalahin orang lain? Gak salah?"

"Aku gak mau tahu. Kamu harus jelasin ke pimpinan. Jangan sampai aku dipecat."

Aku melipat kedua tangan di depan dada. "Apa hak kamu, Mas? Apa untungnya buatku? Tidak ada."

Buru-buru aku menyeret Mas Riky keluar rumah. "Sampai kapan pun, kamu gak akan bisa membujukku lagi."

Kamu kira, aku akan membantumu, Mas? Tidak akan pernah.

***

"Assalammualaikum, Mama."

Adel—Anak perempuanku baru saja pulang dari kemping. Aku lebih dulu memeluknya.

"Waalaikumsalam, Adel."

Aku mencium kening Adel. Benar-benar rindu padanya.

"Apa kabar, Sayang? Lancar gak kempingnya?"

Aku menggandeng Adel. Mengajaknya masuk ke dalam rumah. Membantu membawakan tas ransel dan beberapa plastik pakaian kotor.

"Baik, Ma. Lancar, kok. Mama tenang aja. Adel mandi dulu, ya, Ma."

Anak gadisku berjalan ke kamar mandi. Aku menatapnya lembut.

Sekarang, tinggal menentukan. Apakah aku harus memberitahukan yang sebenarnya pada Adel atau tidak.

Adel sudah kelas 12 SMA. Aku takut mengganggu ujiannya nanti, kalau dia tahu yang sebenarnya. Mengenai Papanya.

Ponselku berdering. Dari Mama.

"Halo, Ma." Aku menyapa duluan. Sambil membereskan tas ransel Adel.

"Halo, Sayang. Kamu kapan mau ke rumah sakit?"

Aku memang sudah memberitahukan soal rencanaku ini pada Mama. Hanya saja, belum terlaksana.

Apalagi sekarang Ael sudah pulang. Lebih sulit lagi aku mencari waktu.

"Besok mungkin, Ma. Ria saja belum ketemu sama Mama mertua."

Mama diam sejenak. "Yaudah. Besok kabarin Mama kalau kamu mau ke rumah sakit."

"Ma, Papa mana?"

Aku menoleh, setelah mematikan telepon. Menatap Adel.

Belum apa-apa, dia sudah menanyakan Papanya. "Kerja, dong. Kamu makan dulu, terus istirahat. Jangan sampai sakit. Oke?"

Ada yang berbeda dari raut wajah Adel. Namun, dia tetap mengangguk. Berjalan ke luar kamar.

"Bi Inah! Temenin Adel makan sebentar, ya, Bi. Saya mau ke kamar dulu."

"Baik, Bu."

Aku mengambil uang di dalam kamar. Hendak ke minimarket. Ada yang mau dibeli.

"Sayang, Mama ke minimarket dulu, ya. Ada yang perlu dibeli."

Adel menoleh, kemudian mengangguk. Dia kembali fokus ke makanan lagi.

Aku membenarkan hijab, kemudian membuka pintu rumah. Sepertinya, jalan kaki saja.

"Rumah kosong di samping rumah Ibu ada yang mau nempatin, lho, Bu."

Mendengar ada yang berbicara, aku langsung menoleh. Ternyata Bu Sovi—tetangga depan rumahku.

"Udah lama banget rumahnya, ya, Bu."

"Iya. Baru sekarang ditempatin. Kita kesana sebentar, yuk, Bu. Kebetulan katanya lagi pindahan."

Ah, sebenarnya aku malas sekali diajak-ajak begini. Namun, tidak enak juga, kalau tidak mampir.

Memang tampak ramai sekali. Banyak orang. Juga ada mobil pick up.

"Katanya, yang nempatin sekarang kaya, Bu. Aduh, jadi enak, deh."

Aku berusaha tersenyum. Menghargai perkataan Bu Sovi. Agak penasaran juga dengan tetangga baru.

"Aduh, jangan buat kerumunan, dong. Panas, nih." Terdengar suara perempuan yang sedang kesal.

Langkahku terhenti. Seperti tidak asing dengan suara orang itu.

Benar tebakanku. Ini benar-benar di luar dugaan. Kejutan spesial dari Hanin dan Mas Riky. Hanin berdiri tanpa malu disitu. Menyuruh-nyuruh orang untuk minggir.

Mau mencari masalah apalagi dia?

***

Jangan lupa like dan komen, yaa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status