Share

5. Benang Kusut

Penulis: Pineaple
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-09 11:55:00

"Enak makanannya?" tanyaku kepada bocah lelaki dihadapanku yang kelihatannya lapar sekali. Iapun menjawabku sambil mengangguk girang tak berhenti mengunyah.

Usut punya usut bocah yang lumayan mudah diajak berinteraksi itu bernama Chandra dan dia juga mengakui bahwa Mas Azka adalah papanya setelah aku menunjukkan foto suamiku yang tersimpan di galeri ponsel.

Betapa kecewanya hati ini, setelah drama tentang mencoba mengikhlaskan berbagi suami belumlah usai, kini akupun harus menerima sebuah kebohongan yang baru terungkap.

Ternyata anak yang sedang lahap menyantap telor ceplok buatanku adalah anak sambungku sendiri.

Teganya mereka semua, ini lebih menyedihkan dari menikahi seorang duda berbuntut tiga.

Parah, kebohongan Mas Azka dan tiga istrinya sangat-sangat membuatku kecewa

Akupun segera berlalu setelah berhasil menenangkan anak lelaki itu kembali ke kamarnya.

Sumpah ...

Belum genap sehari aku tinggal disini, tapi mereka sudah berkali-kali membuatku kecewa. Entah kebohongan apalagi yang akan aku terima nanti.

Didepan kamar Mbak Damai, aku memberanikan diri untuk mempertanyakan semuanya, karena hanya ada dia orang yang tersisa dirumah pagi ini.

"Mbak!"

Tok

Tok

Sekali mengetuk, tak terdengar jawaban. Namun aku tak menyerah untuk mengetuk pintunya sekali lagi.

"Ada apa sih, kamu gak bisa liat orang tenang dikit!" omel mbak Damai seraya menyembulkan kepala usai pintu terbuka.

"Mbak, boleh bicara sebentar?" tanyaku berhati-hati.

"Tentang apa dulu!" tanya Damai dengan wajah malas.

"Keluar dulu mbak!" pintaku dengan sangat.

"Kalau gak penting mendingan nanti aja!" wanita bertubuh gemoy itu menyahutku dengan ketus.

"Ini penting buatku mbak?" akupun terus meyakinkan.

"Haaah, ngomong disini aja, cepet!" mbak Damai mendesak, sambil mendesah malas, akhirnya wanita itu bersedia mengeluarkan seluruh tubuhnya yang sedang melakukan perawatan lulur dan masker.

Tak ingin membuang waktu, akupun segera mengutarakan tanda tanya dibenakku.

"Mbak, kenapa kalian semua gak ada yang ngasi tau saya soal anak itu?" kesahku kemudian.

Mbak Damai terlihat mendengkus sambil melipat kedua tangan didada.

"Anak, kamu sudah ketemu anak itu?" tanyanya memastikan.

"Namanya juga satu rumah mbak, mana mungkin saya gak ketemu!" terangku lagi, lelah sekali.

"Oh baguslah. Jadi saya gak perlu repot lagi kasi penjelasan." sahutnya enteng.

Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah balik mengeluh padaku.

Melihat ekspresi mbak Damai, sebenarnya aku ingin sekali mencakar wajahnya yang menyebalkan itu.

Akan tetapi, akhhh ... bisa hancur reputasiku sebagai gadis baik dan kalem jikalau baru sehari menikah sudah main cakar-cakaran dengan istri tua, biar bagaimanapun pernikahan ini aku sendiri yang menyetujuinya dan bodohnya lagi, tak mungkin aku tidak tahu konsekuensi tinggal serumah dengan para maduku.

"Kenapa kalian semua tega berbohong padaku? bukannya kemarin mbak Lena bilang kalau ketiga istri mas Azka belum ada yang bisa melahirkan anaknya." protesku yang beruneg-uneg ini.

"Emang iya! Makanya kamu dikasi obat penyubur, biar pas malam pertama langsung tokcer, udah kan malam pertamanya? Nah semoga bentar lagi Mas Azka segera dapat momongan dari kamu!" ucap mbak Damai lagi tak kalah santai.

Astaga ... Damai sekali hidupnya, sampai-sampai suami punya istri barupun pikirannya sudah sedamai itu?

Dan apa tadi, Obat penyubur? Jadi obat yang mereka pertanyakan tadi pagi adalah obat penyubur rahim? Ya Tuhan, sebenarnya dimana otak para istri mas Azka berada?

Setauku, dimana-mana biasanya para istri tua sibuk melakukan apapun guna mencegah istri mudanya segera mengandung.

Tapi ini, oh maygaaat!!

Sekalipun tidak semua, setidaknya ada salah satu yang keberatan dengan kehamilan istri muda, karena sudah pasti jatah kasih sayang yang mereka dapatkan akan berkurang dan terbagi.

"Elva!" sentak mbak Damai didepan wajahku yang melamun tak habis pikir.

"Iya mbak!" sahutku cepat.

"Itu tadi ... Si anu... itu ... si cacan, tolong dijaga, jangan sampai dia berantakin rumah dan jangan sampai dia keluar rumah, saya mau skinkeran dulu, cape banget!" pesannya sebelum berlalu.

"Tapi Mbak, tolong jelaskan dulu!" akupun mengejar informasi.

"Hadeeh, gini ya Elva Ivara, pokoknya kamu gausah jadiin beban, anggap saja si cacan itu anak majikan. Lagian kamu tinggal jagain dia untuk hari ini aja kok." saran mbak Damai kemudian.

Sekali lagi, masih dengan gayanya yang paling damai tanpa beban sedikitpun. Bukannya mendapat keterangan, aku malah terbelit benang yang kusut, membuatku semakin sakit kepala.

"Mana bisa begitu mbak ... apalagi tadi dia sebut Mas Azka itu papanya?" kejarku pada informasi penting itu.

"Ya ... memang tidak ada salahnya juga sih kalau cacan panggil dia Papa!" selanya lagi mengangkat kedua bahu ragu-ragu.

"Mbak, saya serius!" kesahku menyela.

Dimana kebenarannya, kenapa tadi mbak Damai membenarkan perkara mereka semua yang memang tidak memiliki anak dari mas Azka, lalu tiba-tiba sekarang dia juga membenarkan jika mas Azka memang pantas disebut papa.

"Saya juga serius, memangnya muka saya ini kelihatan becanda?" tanyanya mulai galak.

Mulutku terbungkam seketika, istri-istri suamiku memang luar biasa.

"Hadeeh, keburu kering nih maskeran! Kamu sih tanya-tanya mulu!" gerutunya mengabaikan aku.

"Mbak tolong dijawab!" mohonku memelas, aku terpaksa menghalangi langkahnya yang ingin kembali masuk kamar.

Wanita gemoy itu mendesah lelah meladeni pertanyaanku. Salah sendiri, apa susahnya tinggal menjawab, sebenarnya Cacan itu anak siapa?

"Jangan ajak saya ngobrol lagi, bisa kan? kalau kamu masih penasaran dan pengen tahu cerita eksklusifnya silakan tanya langsung kepada narasumber." singkatnya begitulah sahutan sang madu ketigaku.

Setelah itu, mbak Damai segera menyingkirkan tubuhku, dan langsung menerobos menutup pintu kamar dengan kasar, membiarkan aku yang masih terdiam ditempat, penuh tanda tanya.

"Mas Azka tolong jelaskan, siapa Chandra?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
jawabannya bukan di azka ya elva jawabannya ada diothor tapi emang othornya tuh suka banget yg nmnya benang kusut jangankan km readersnya j dah mumet pingin tau tuh c tuyul mungil anak siapa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   58. Hamil

    "Kamu kalau tidak tahu apa-apa, gausah ikut campur!" tegas mas Azka dengan angkuh."Kalau aku tidak tahu tentang kalian, tidak kubiarkan Elva menangisi bajingan sepertimu!" balas kak Abi menyindir.Suasana semakin memanas ketika mas Azka beralih menatapku, entah apa yang ada didalam benaknya."Jadi si tukang bengkel ini tahu semua tentang kita?" lirihnya menanyaiku seperti tak terima."Elva, kamu membeberkan keadaan rumah tangga kita pada orang lain?" tanya mas Azka lagi, sebab tak kunjung mendapat jawaban dariku.Karena bingung harus menjawab apa, akupun hanya diam mematung sambil melirik pada kak Abizar seolah meminta dukungan darinya.Jujur saja, aku masih sangat kesal pada sikap suamiku."Jawab Elva!" kesabaran mas Azka sudah berada pada puncaknya, karena itulah dia makin menuntut dengan nada suara lebih tinggi."Setidaknya, kak Abi bisa memberikan bahunya untuk dijadikan sandaran disaat suamiku sendiri memilih menyingkirkan aku!" sahutku reflek, didasari kekecewaan akhirnya aku

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   57. Ingin Berpaling Tapi Tak Bisa

    "Please Elva, jujur sama saya!" desak kak Abi saat kami berjalan keluar dari kantor polisi menuju parkiran."Jujur apa lagi sih kak?" tegasku sembari terus menghindari tatapan matanya yang penuh tanda tanya."Kamu jangan bohongin saya, mana mungkin kamu mau menikah dengan pria yang sudah beristri lebih dari satu!" Rupanya kak Abi masih belum memercayai keteranganku dan bapak saat didalam tadi."Untuk apa El sama bapak bohongin kakak, untungnya apa?" terangku lagi."El!"Langkahku terhenti saat kak Abi mencekal lenganku, ia muak dan malas bermain kejarmungkin-kejaran denganku."Jadi selama ini, kamu menjalani rumah tangga secara poligami? dan dua wanita yang mau kamu temui kemarin adalah istri-istri tua suamimu?" tuntutnya lagi, ia sangat tidak berharap aku mengiyakan dugaan itu. Tapi, mau bagaimana lagi, yang dia katakan adalah kenyataan sebenarnya."Iya kak!" jawabku pasrah dan lemah.Kak Abi langsung menjatuhkan kedua bahunya lelah, seperti menolak percaya, kecewa, dan prihatin ter

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   56. Sebuah Dugaan

    Salahkan jika aku merindukan suamiku, salahkah jika aku menginginkan kehangatan pelukannya.Rasanya kacau sekali setelah mengetahui mereka telah serumah tanpa memberitahuku."Sadar Elva, sadar!""Yang mbak Sonia lakukan sama halnya seperti yang kau lakukan sendiri bersama Azka di Australia kemarin!" batinku terus memperingati kegundahan hati yang terus mengaduk perasaanku."Aku sendiri juga pernah berduaan dengan suaminya, kan?" kembali, aku berusaha menguatkan diri ini dan terus menyeka air mata yang tak telah menjebol bendungannya."Astagfirullah, apa yang terjadi padaku?"Hampir semalaman aku malah menangisi mas Azka, bukankah harusnya aku lebih memikirkan ayahku yang tengah kedinginan didalam jeruji besi daripada si pembohong itu.Meskipun tubuhku sangat lemas, namun aku berusaha untuk bangkit, selain bangkit dari keterpakuan diatas sofa hampir semalaman, aku juga harus bangkit dari keterpurukan dan rasa cemburu, jangan sampai perasaanku pada mas Azka berhasil menumbangkan pertaha

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   55. Mencintai Suamiku

    "Kamu kenapa sih El, emang suami kamu gak bisa ditelpon?" Kak Abi langsung menodongku dengan pertanyaan saat aku baru saja membuka mata dan tersadar, Meskipun nadanya ketus tapi aku tahu dia peduli."Minta minum kak!" ucapku lebih dulu menjeda dengan suara serak yang hampir tak terdengar.Sambil bersabar menunggu jawabanku, kang bengkel itu segera membangunkan tubuhku yang masih lemas untuk bersandar di sandaran sofa lalu diberikan segelas air.Tercium bau menyengat khas minyak kayu putih dari sekeliling tempatku berbaring setelah aku mengembalikan gelas kosong itu padanya."Ukkhh, kalau bisa dihubungi, untuk apa aku menunggu semalaman, El sampai gak bisa tidur kak!" keluhku pada akhirnya penuh kepasrahan.Aku bersandar dikursi dengan kaki yang diluruskan, jujur saja kepala ini masih pusing dan terasa berputar-putar. Hingga kemudian kak Abi menunjukkan keningku yang agak merah dan benjol.Aku baru sadar jika kepalaku juga sakit dan berdenyut, entah apa yang terjadi tadi pagi setelah

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   54. Rumah Baru

    "Sudahlah Elva, ayo kita pulang!" tak henti-henti kak Abi dan bapak mengatakan kalimat memuakkan itu.Bukankah sudah kukatakan, aku ingin bermalam disini menemaninya."El, kamu gak bisa disini, ini bukan tempatmu!" kak Abizar kembali membujukku, begitu pula dengan beberapa petugas disana."Aku tahu ini bukan tempatku, dan seharusnya ini juga bukan tempat yang pantas untuk bapak!" Kutepis semua nasihat itu, karena yang kukatakan adalah kebenaran, aku harus berjuang untuk itu."Kita selesaikan ini besok, El!" Astaga, kak Abizar tak bosan-bosan mengajakku untuk pulang.Tentu saja, itu membuatku mengeratkan pelukan pada bapak, sekalipun sudah terbatas oleh besi."Kamu istirahat dirumah ya nak, datanglah besok, bapak gak mau kamu tinggal disini." sejak tadi setelah makan dengan lauk tumis kangkung buatannya, dengan penuh kelembutan dan kesabaran bapak memang terus mengatakan hal yang sama, yaitu menyuruhku segera pulang. Tapi bukankah itu sangat kejam? Sebagai anak, aku tidak mungkin be

  • Kukira Istri Keempat Ternyata aku Istri Pertama Suamiku   53. Tempat Bermalam Yang Dingin

    "Pak, tolong jangan bawa orangtua saya, dia tidak bersalah!" mohonku segera berlutut menarik kaki seorang Polisi yang sudah memegang kedua tangan orang yang aku sayangi."Ini perintah, mbak tidak boleh menghalang-halangi kami!" dengan tegas, pak polisi berkumis tebal itu menjawabku. Ia juga memperlihatkan surat itu lagi, surat yang tadi kuabaikan karena merasa ketentuannya tidaklah adil dan mendasar."Mana mungkin bapak saya mencelakai orang, dia sudah berhenti bekerja sebagai supir truck sejak empat bulan yang lalu." Sebagai bukti, akupun menunjukkan kebun sayuran organik yang dikelola bapak dibelakang rumah, pun dengan menunjukkan tidak adanya mobil truck yang terparkir didepan rumah. Hanya saja, untuk sementara ini aku memang tidak bisa memperlihatkan surat pemberhentian kontrak atas pekerjaan bapak, karena ia memang hanya sebagai sopir lepas. Entahlah... setahuku bapak memang tidak menerima jaminan apa-apa di perusahaan tempatnya bekerja, sekalipun pekerjaan itu cukup beresiko.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status