Share

Bab 9

Author: RIANNA ZELINE
last update Last Updated: 2025-04-15 22:04:23

Vania dengan semangat memberikan pendapatnya mengenai private party yang cocok untuk merayakan ulang tahun bersama pasangan. Mulai dari dinner romantis, potong kue, hingga berdansa. Menurutku ide-ide itu sudah terlalu biasa dan tidak begitu istimewa. Namun, Vania menambahkan dengan adanya hadiah kejutan dari pasangan. Seketika aku tertarik dengan hadiah kejutan yang sedang Vania persiapkan dengan Mas Evan. Membuatku semakin tak sabar untuk melihat siapa yang sebenarnya akan mendapat kejutan. Aku? Atau mereka?

Beberapa menit berlalu dan kegiatan kami memesan restoran untuk private party sudah selesai. Karena sudah berada di restoran, Mas Evan mengajakku sekalian makan siang. Vania yang awalnya berpura-pura ingin kembali ke kantor saja, aku bujuk untuk ikut makan siang dengan kami berdua. Alhasil dia pun mau dengan memasang senyumnya yang penuh kepalsuan.

“Kamu pesan apa, Sayang,” tanya Mas Evan sambil membaca buku menu.

“Aku mau Wagyu Steak dengan mashed potato dan jus reduction,” jawa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
klu sangat mencintai tdk akan selingkuh dan bagi slengki dgn jalangnya ,cerai saja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 57

    Hujan baru saja reda. Sisa-sisa rintiknya masih menempel di dedaunan, dan aroma tanah basah menggantung di udara. Suasana malam begitu sunyi ketika bel rumahku berbunyi. Aku melirik jam dinding. Hampir pukul sembilan. Siapa yang datang malam-malam begini?Langkahku pelan menapaki lorong menuju pintu utama. Begitu kubuka, sosok tinggi berbalut jaket hitam berdiri di bawah teras, cahaya lampu kuning mengguratkan garis-garis letih di wajahnya."Kak Rafael?"Dia mengangguk pelan. Matanya menatapku, tenang namun penuh kegelisahan yang tak bisa dia sembunyikan.“Aku nggak ganggu, 'kan?” tanyanya.Aku membuka pintu lebih lebar. “Nggak. Masuklah.”Tapi Kak Rafael menggeleng. “Aku nggak akan lama. Boleh kalau kita ngobrol di teras saja?”Aku mengangguk, mencoba menenangkan gelombang kecil di dada yang tiba-tiba muncul. Kami duduk berseberangan, hanya dipisahkan meja kecil dan dua cangkir teh yang baru saja kubuat.“Aku datang bukan untuk membuat segalanya lebih rumit,” katanya memulai. “Aku cu

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 56

    Pagi itu masih menyisakan jejak dari pesan semalam. Aku menatap layar ponselku yang kosong, berharap pesan ancaman itu masuk ke nomorku. Meski Kak Rafael sudah memintaku untuk tenang karena dia akan menyelidikinya, tapi rasa penasaranku tak bisa diredam begitu saja.Aku juga berharap bahwa pesan itu hanyalah mimpi buruk yang kebetulan terasa nyata. Tapi tidak. Ancaman itu nyata, dan entah siapa yang mengirimnya.Revan duduk di meja makan, menggambar sesuatu dengan krayon warna-warni. Tangannya kecil, tapi imajinasinya besar. Aku berusaha tersenyum, meski mataku menyimpan gelisah yang sulit disembunyikan."Mama, lihat!" serunya riang sambil menunjukkan gambar. Sebuah lingkaran dengan beberapa kotak di bagian kelilingnya."Apa ini bianglala yang kita naiki kemarin?" tanyaku, berusaha menebak gambarnya sekaligus mengalihkan pikiranku untuk fokus pada keluarga.Revan mengangguk dengan senyum lebar. Lalu melanjutkan lagi menggambar permainan lain yang ada dalam imajinasinya.Sejujurnya aku

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 55

    Dan itu pukulan telak.Aku tak bisa menolak Revan. Anak itu terlalu manis, terlalu polos untuk jadi korban dalam sandiwara orang dewasa. Maka, meski batinku berkecamuk, aku mengangguk perlahan."Baiklah," jawabku akhirnya.Kak Rafael tersenyum lega. Membuatku ikut merasakan hal yang sama. Tapi sayangnya masih ada sesuatu yang mengganjal dalam perasaanku, yaitu Amelia.***Akhir pekan datang dengan langit cerah dan tawa anak-anak yang riuh di sekitar taman hiburan. Aku berdiri di samping Kak Rafael dan Revan yang sedang mengantre untuk naik komidi putar. Revan melompat-lompat kecil, menggenggam tangan Kak Rafael, lalu menarikku agar ikut bersama mereka."Aku mau duduk di kereta!" katanya ceria.Aku tersenyum, mengangguk, lalu mengikuti mereka. Di sepanjang wahana, Kak Rafael tak henti-hentinya menunjukkan perhatian—menawarkan air minum, memakaikan topi Revan, bahkan beberapa kali dengan sengaja menyentuh pundakku saat berjalan terlalu dekat.Aku mencoba menjauh, menjaga jarak. Tapi Rev

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 54

    "Halo, Ra."Suaranya terdengar, tapi kegugupanku masih belum sepenuhnya hilang.Kuhembus napas panjang lalu dengan nada pelan aku bertanya, "Halo, Kak Rafael. Apa bisa kita bertemu hari ini? Sepertinya ada masalah kecil yang harus kita selesaikan bersama."Aku menggigit bibir ragu. Masih tidak yakin dengan apa yang baru saja kukatakan padanya. Padahal aku berusaha keras menghindar agar tidak lagi melibatkannya dalam masalahku. Tapi tetap saja, aku memang tak punya pilihan untuk menyelesaikannya sendiri. Aku butuh pendapatnya untuk masalah ini."Masalah kecil?" tanyanya dengan nada penasaran di seberang telepon."Aku akan jelaskan saat kita bertemu," jawabku dengan suara bergetar ragu.Entahlah, setelah berusaha keras menghindar dan kini harus kembali mendekat, aku merasa sulit mengontrol debaran jantungku yang terus berdegup kencang. Aku merasa seperti orang jahat yang hanya butuh bantuannya saat terdesak."Baiklah, di cafe seperti biasa siang ini. Bagaimana?" tanyanya."Tidak masalah

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 53

    Kupeluk dan kuusap lembut punggung Revan saat tangannya melingkar erat di kakiku.Bu Maureen tampak terpaku. Matanya membelalak kecil, lalu mengalihkan pandangannya padaku, lalu Revan, lalu kembali lagi padaku."Dia… anak kamu?" tanyanya dengan suara lembut.Aku hanya mengangguk kecil tanpa menjelaskan. Tapi sebelum Bu Maureen sempat bertanya lebih jauh, suara Mas Evan terdengar menyahuti."Seperti yang sudah Evan bilang, Ma. Dinara sudah menikah. Dia Revan, putra Dinara yang usianya hampir sama dengan Vano."Bu Maureen tak bereaksi atas pernyataan itu. Tatapannya justru tetap terpaku pada Revan yang kini berdiri sambil memegang jariku.Senyum lembut muncul di wajah Bu Maureen, entah karena haru atau kenangan. Yang jelas jantungku masih terus berdegup kencang. Ada ketakutan yang tiba-tiba menjalar. Mungkinkah Bu Maureen akan mengenali Revan sebagai cucunya?Bu Maureen berjongkok perlahan di depan Revan, penuh kehangatan. "Namamu siapa, Nak?" tanyanya lembut."Revan," jawabnya polos. T

  • Kusiapkan Perpisahan Terindah   Bab 52

    Aku memutar tubuhku menghadap tepat ke arahnya. Tatapanku tajam, penuh emosi. "Apa aku yang harus mengingatnya? Lalu bagaimana saat kamu memutuskan bersenang-senang bersama Vania? Kamu bahkan lupa bahwa aku adalah istrimu yamg menunggu di rumah. Aku yang mengkhawatirkanmu saat kamu justru meraih kenikmatan bersama Vania. Dan sekarang kamu masih ingin aku mengingat semua kebersamaan dan cinta yang pernah ada di antara kita? Cih! Aku lebih ingin menghapusnya daripada mengingatnya.""Tapi itu hanya kesalahan kecil saja, Dinara. Kenapa kamu tidak bisa memaafkannya?""Apa! Kesalahan kecil kamu bilang? Lama-lama nggak waras ya otak kamu, Mas!" Aku menatap tak percaya dengan ucapannya, yang begitu mudah menganggap masalah itu hanyalah masalah kecil yang pantas untuk dimaafkan."Mungkin bagi kamu itu hanya masalah kecil, Mas. Tapi bagiku, itu masalah serius yang tidak mudah untuk dimaafkan begitu saja. Tidak mudah bagi aku menghapus semua pengkhianatan yang sudah jelas di mataku. Bahkan serib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status