Share

INTRO 2

“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini.

“Eyy tidak mungkin.” balas Nira

Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ 

Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. 

Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke kamarnya. Tidak ada yang meliriknya, bukan tidak ada tapi mereka tidak boleh melakukannya. Gadis itu membersihkan dirinya dan tertidur. Dia tidak berniat untuk makan malam ataupun meminum seteguk air putih, yang ia inginkan sekarang adalah tidur dan bermimpi. 

Jam sudah menunjukan pukul 03:30 pagi, Nira terbangun karena pergelangan tangannya yang membiru tampan membengkak. Gadis itu bangun dan keluar dari kamarnya dengan handuk kecil di pundaknya. Dia berjalan ke arah lemari es dan mengambil beberapa potong es yang akan digunakan untuk mengompres tangannya yang bengkak. Potongan es itu ia letakan di atas handuk yang dibawanya dan kemudian ditutup menggunakan sisi henduk yang lain. Handuk dingin itu dia letakan di atas pergelangan tangannya yang bengkak, ia berjalan kembali ke kamarnya dan duduk di meja belajarnya.

Nira menggerakan pergelangan tangan kanannya, raut wajah kesakitan langsung terlukis. Gadis itu membuka laci meja riasnya dan mengambil sebuah kain berwarna putih yang kemudian dililitkan pada tangan pergelangan tangannya untuk mengurangi rasa sakitnya. 

“Apa yang harus kulakukan sekarang? ini masih pagi dan hari ini hari libur.” Dia berfikir sebentar, kemudian sekelebat kata terpikir olehnya. Gadis itu berlari ke arah lemari pakaiannya dan kemudian mengambil sepasang trainingnya. Training berwarna abu dengan tulisan ‘Save Me’ di belakang sweater training itu. Sebuah arloji berwarna hitang melilit di tangan kirinya, arloji itu sudah menunjukan pukul 04:03 pagi. Dia mengikat asal rambut panjang berponinya dan mengambil topi hitam kesayangannya. Ia duduk dilantai kemudian menjulurkan tangan kirinya ke bawa kolong kasur dan mengambil kotak sepatu. Dibukanya kotak itu, sebuah sepatu kets khusus olahraga berwarna abu-abu itu diambil dan dipakainya.

Nira berjalan mengendap agar tidak membangunkan keluarganya yang sedang tertidur pulas, dibukanya pintu rumahnya dan keluar. Gadis itu mengambil jalan yang berada di sebelah kirinya, dia berlari kecil menuju sebuah taman bermain anak-anak yang jaraknya kurang lebih 3 km. Ia terus berlari sampai akhirnya setitik cairan bening terjatuh, ia menangis dengan wajah datarnya.

Tidak banyak yang memperhatikan karena hari memang masih pagi tapi tidak jarang beberapa orang yang melewatinya menatap dengan tatapan aneh. Nira menggeledah untuk mencari benda persegi panjangnya namun naas gadis itu tidak menemukannya karena pada kenyataannya ia tidak membawanya. 

Matahari sudah berada tepat di atas kepalanya, Nira berdiri dan berlari untuk kembali kerumahnya. Semua orang sudah berada di kegiatannya masing-masing, dan gadis itu pun memutuskan untuk membersihkan dirinya.

Tok tok tok

Suara pintu diketuk, pintu itu masih mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring. Si pemilik kamar membukanya dan melihat siapa yang mengetuknya. Serina, adik dari si pemilik kamar yaitu Nira.

“Ada apa?” ucap Nira

“Itu, aku ingin mengatakannya tapi....” Gadis itu belum juga mengatakan apa yang ingin ia katakana sampai akhirnya si pemilik kamar ingin menutup kembali pintu kamarnya.

“Ajari aku matematika, ayah tidak ada di sini jadi kumohon ajari aku.” Ucap sang adik

“Baiklah, ayo.” Balas Nira

Nira mulai mengajari adiknya mata pelajaran itu, sampai akhirnya suara mobil sang ayah terdengar.

“Sorry.” Setelah mengucapkan sepatah kata itu Nira kembali ke kamarnya

“Terimakasih.” Balas sang adik

Liza duduk di sebuah bangku panjang yang terbuat dari kayu, seorang gadis berusia 7 tahuna-an duduk disampingnya. 

“Ada apa Tina?” ucapnya  

“Tidak ada, hanya ingin bermain bersama kakak.” Gadis yang dipanggil Tina itu tersenyum dengan manis.

Tina Talia gadis manis, adik dari Liza yang hampir mirip dengannya. Bahkan suara keduanya sama-sama lembut seperti ibu mereka. Liza, ayah, ibu dan adiknya hidup harmonis seperti keluarga kecil lainnya. 

“Tina, Liza.” Seorang wanita paruh baya memanggil kedua kakak-beradik itu, suara lembut yang terdengan keras. 

“Ya ibu, kami disini.” keduanya berlari kedalam rumah

“Ayo makan siang, panggil ayahmu.” Ucap seorang wanita paruh baya

“Siap bu.” Liza keluar dan memanggil ayahnya yang berada di warung milik keluarga mereka, warung yang cukup besar seperti mini market. 

“Ayah, ayo makan siang dulu bersama kami.” Sang ayah menyuruh seorang kariyawannya untuk menjaga kasir dan kemudian beliau pergi kerumahnya bersama sang anak. Mereka duduk mengelilingi meja makan, mereka berdo’a bersama dan kemudian mulai memakan makanan yang disajikan. Begitu pula dengan keluarga Afriya, ia juga mempunyai seorang adik yang bernama Kenia Anjania. Ia diumur yang sama seperti Tina dan mereka juga berada di sekolah dasar yang sama.

Ibu Afriya membuka sebuah salon kecantikan dan sang ayah adalah direktur di sebuah perusahaan di kota itu.  

Afriya, Liza dan Nira berjalan berdampingan menuju kelas, karena rumah mereka berjauhan maka mereka harus bertemu di tempat parkir untuk menuju ke kelas bersama. Saat diperjalanan Nira melihat seorang pria tinggi, kulit putih, mata sayu dan cukup tampan. Ia masih menatapnya dengan serius sampai akhirnya koridor menelan mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status