LOVE THAT COME ONCE

LOVE THAT COME ONCE

Oleh:  Kakgiwu  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
12Bab
1.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Lebih baik memulainya denganmu daripada memperbaiki berkali-kali dengan orang yang sudah melukaiku." Jauh sebelum kehadirannya kembali, aku telah memulainya dengan orang lain. Aku pernah berjumpa dengannya dulu, tetapi aku baru mengingatnya. Gabriel Immanuel adalah laki-laki baik meski dia pembangkang, nakal dan tidak percaya Tuhan. Mungkin memang bukan hari ini, tapi kuharap suatu hari nanti dia dapat merasakan kehadiran Tuhan dihidupnya. Aku, Nur Rain. Bukan perempuan bernilai tinggi, aku hanya seorang perempuan pengganggu yang beruntung karena diperlakukan bak ratu oleh Gabriel. Andai saja membangun hubungan bersama Gabriel semudah memasang ikatan tali ditangannya, namun kehidupan tak sesederhana itu. Dia bukan yang pertama atau yang terakhir, dia cinta yang datang sekali.

Lihat lebih banyak
LOVE THAT COME ONCE Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
12 Bab
I. Penyewa
Awal bulan ini aku menyewakan kamar di loteng karena alasan mendesak. Perusahaan yang mempekerjakanku sudah memecatku tiga bulan yang lalu, akibatnya, uang tabunganku tengah diambang sekarat. Jadi, daripada membiarkan kamar di loteng penuh debu karena tidak pernah ditempati, maka dengan ide brilian kuputuskan untuk menyewakan kamar di loteng rumahku.Tidak mudah mendapat kesempatan untuk menjadi penyewa kamar di rumahku, ini edisi terbatas penuh sayarat. Tentu saja harus ada syaratnya, karena penyewa akan tinggal satu atap denganku.Syaratnya adalah harus perempuan sekaligus seorang pelajar. Mengapa begitu? Karena seorang pelajar akan lebih mudah diatur jika dibandingkan dengan orang seumuranku atau bahkan lebih tua dariku. Aku akan menutup pintu rumah tepat pukul 10 malam, dan bukankah pelajar harus tidur pada jam tersebut?Dan mengapa harus perempuan? Karena aku ingin menghindari hal yang dapat menyebabkan Yunanda cemburu, ia selalu membabi buta setiap kali me
Baca selengkapnya
II. Istri
Sebelum kehilangan pekerjaan, aku adalah seorang perempuan yang cukup bergelimang uang, bukan hanya uang dari gajiku saja, uang dari Raka juga mengisi penuh amplop-amplop dilaciku.Sejujurnya tanpa menyewakan kamar di loteng pun tidak benar-benar membuatku kekurangan uang, namun aku mulai mengumpulkan uang yang rutin Yunanda berikan padaku, akan kukembalikan suatu hari nanti. Aku hanya ingin menggunakan uang hasil usahaku sendiri."Hey, ayo turun. Kita makan bersama," ajakku dari ambang pintu kamar di lantai dua kepada laki-laki yang sedang memainkan ponsel di atas ranjangnya.Kedua mata itu melirikku tajam "Panggil saja Immanuel. Jangan memanggilku seakan tak punya nama," ucapnya sedikit kesal."Ya, maaf. Ayo turun Immanuel, aku belum melihatmu makan sejak semalam."Kemarin, secara terpaksa kuputuskan untuk menerima Immanuel sebagai penyewa kamar, mengapa demikian? Tentu saja karena uang. Aku tak bisa menjamin dapat menemukan calon penyewa baru ap
Baca selengkapnya
III. Mengandung
Berkat Haura, perempuan yang kemarin tanpa sengaja bertemu denganku di kedai kopi setelah sekian lama, aku harus mempersulit diri agar sempurna saat memenuhi undangannya. Seperti yang orang lain tahu, Haura adalah istri sah dari Yunanda. Mereka sudah menikah sejak 3 tahun yang lalu.Mungkin orang-orang akan benci ketika mengetahui fakta ini, lebih tepatnya faktaku yang menjalani hubungan dengan laki-laki yang telah beristri, lalu aku harus apa kalau sudah begini?Hubunganku dengan Yunanda tidak bisa diputuskan begitu saja. Kami sudah memikirkannya dua tahun yang lalu, semua resiko dan yang akan terjadi kedepannya. Kami sudah mengambil keputusan, yaitu tetap bersama. Tak peduli apa kata orang, lagipula bukan orang lain yang menjalani hubungan ini, tidak ada yang lebih memahami tentang ini selain kami. "Halo Jimmy, apa kau sibuk hari ini?" tanyaku pada orang di balik ponsel setelah panggilan dariku diangkatnya."Iya, ada bany
Baca selengkapnya
IV. Up to you
Sejak kemarin suasana hatiku menjadi sangat buruk setelah mengetahui kabar kehamilan Haura. Tidur tak nyenyak, makan tak enak, beraktivitas tak ada minat. Seharian aku menangis, membayangkan hal yang pernah Yunanda janjikan padaku. Ia pernah bicara padaku bahwa ia tak mencintai Haura, ia menikahi Haura hanya demi impiannya untuk berkecimpung di dunia politik, dan untuk mewujudkannya ia harus menikahi Haura yang memiliki koneksi kuat dari sang ayah yang merupakan konglomerat sekaligus pemilik partai. Harusnya akulah yang pergi, sudah tentu pasangan yang tidur diranjang yang sama dapat melakukannya, semua itu bisa saja terjadi tanpa sepengetahuanku."Jangan menangis," Tubuhku refleks tersentak kala Immanuel memasuki kamarku tanpa mengetuk pintu.Aku memiringkan wajahku agar Immanuel tidak melihatnya, "Lain kali buka pintu!" ketusku."Ya ya ya, ayo keluar. Pacarmu sedang menunggu," ujarnya. "Memangnya kau tau siapa pacarku? Bahkan tetangga
Baca selengkapnya
V. Bersinar di langit
Sudah seminggu tidak kudapatkan kabar tentang Yunanda, dia sudah lenyap dari hidupku. Yang tersisa hanya kenangan dengannya yang tak akan terulang lagi. Selama itu juga aku hanya berdiam diri di dalam rumah, tidak memiliki rencana untuk keluar dari sangkar sepi ini. Waktu kosongku hanya dipenuhi rutinitas sederhana yang diselingi mengirim pesan atau email kepada beberapa tempat yang tengah membutuhkan seorang pekerja. Tidak ada yang begitu berkesan.  Aku juga sudah jarang mengontrol Immanuel yang jam pulangnya semakin tak beraturan. Terkadang anak itu mengajakku keluar, entah ke super market atau semacamnya. Tapi aku selalu menolaknya. "Mau ikut?" tawar Immanuel tiba-tiba. Aku sedang duduk di sopa, Immanuel baru saja turun dari lantai dua.  "Kemana?" tanyaku.  "Kemana saja mumpung malam minggu," jawabnya seraya meminum kopi yang tersedia di atas meja.  "Itu punyaku!" keluhku.  Immanuel tak menghiraukan
Baca selengkapnya
VI. Nuansa Alam
Eka berjalan ke arahku, ia menenteng termos ditangannya. Perempuan itu ingin menyeduh dua gelas kopi yang berada di atas meja, untuk teman kami berbicara. Rasanya baru kemarin aku bertemu dengannya tapi sekarang sudah terasa sedikit asing. Siang tadi Eka mengundangku ke apartemennya lewat sebuah pesan singkat. Awalnya aku tidak menanggapi pesan itu secara serius, maka aku menolaknya. Namun Eka memintaku lagi dan sedikit memaksa. Ya, alasan aku menolaknya karena tidak seharusnya aku melibatkan Eka lagi dalam hidupku, sama halnya seperti Yunanda, secara bersamaan Eka juga kuanggap tak penting lagi. Tetapi aku teringat akan keramahan Eka padaku selama aku mengenalnya, meski kami jarang bertemu, aku cukup akrab dengannya. Jadi, bagaimana mungkin aku memiliki lebih banyak alasan untuk mengabaikan Eka daripada memenuhi undangannya? Walau Eka adalah akses utama dari Yunanda, kurasa sebuah obrolan ringan s
Baca selengkapnya
VII. Rabu
Aku diam termenung setelah obrolan penting berakhir. Pak Putra tak bisa diam begitu saja, aku tau dalam pikirannya sedang ada sebuah pertimbangan. Eka mengenalkanku pada Pak Putra, seseorang yang memiliki posisi tinggi di NT, perusahaan IT tempat Eka bekerja. Kudengar, NT adalah perusahaan yang baru diresmikan tahun ini. Kami terlibat pembicaraan selama 1 jam penuh disebuah cafe. Walau Pak Putra sangat ramah padaku sepanjang pembicaraan, aku tidak berpikir bahwa itu menjadi sebuah keuntungan. Ramah bukan berarti harus memberi sesuatu yang orang lain mau. "Kau terlihat sangat gugup," ujarnya. Aku tersenyum malu kala mendengar kalimat itu. "Tidak begitu," kilahku. Kulihat Pak Putra mengeluarkan sebuah pena, kemudian mencatat sesuatu pada kertas yang berada di hadapannya. Apakah itu ada hubungannya denganku? "Mulai sekarang jangan gugup lagi," jelasnya, kujawab dengan sebuah anggukan. "K
Baca selengkapnya
VIII. IT
Hari ini, untuk pertama kalinya aku akan memulai kembali rutinitas bekerja. Aku sudah mengenakan kemeja putih, cardigan berwarna hitam, dan rok hitam selutut. Setelan ini adalah salah satu dari banyaknya pakaian rapih yang ku-khususkan untuk bekerja.  Sebelum berangkat, aku menyiapkan bekal terlebih dahulu untukku dan untuk Immanuel, anak itu sedang tak ingin sarapan di rumah, tapi aku tak seburuk itu untuk mengabaikan perut Immanuel. Ya, aku harus menyiapkan bekal juga untuknya dengan porsi yang lebih banyak daripada isi bekalku.  Menunya seperti biasa, makanan instan berupa sosis, nugget, ditambah brokoli kukus. Aku juga memberi saus mayonaise agar menambah cita rasa.  Immanuel baru saja turun dari lantai atas, raut wajahnya normal, seperti yang sering kulihat setiap harinya. Datar, seakan tak memiliki minat apapun.  "Mana bekalku?" tagihnya.  "Kukira kau tak mau," desisku seraya menunjukan kotak makan. "Omon
Baca selengkapnya
IX. Web developer
Menjadi web developer sangat rumit, tidak semudah ekspektasiku. Aku mempelajari programming secara autodidak lewat internet, ditambah beberapa referensi yang Pak Putra berikan padaku, mempelajari selama 5 jam lebih di depan laptop tanpa hasil. Ngomong-ngomong sudah pukul 10 malam, tersisa 2 jam lagi untuk setidaknya memahami materi programming. Harusnya aku sedikit paham, sayangnya tidak. Alih-alih memahami materi programming, malah frustasi yang kudapat. Bahasa programming itu sangat kompleks dan sangat-sangat sulit dipelajari olehku yang tidak pernah mempelajari ini sebelumnya.  Kuulangi, sangat-sangat sulit. Pada materi pertama sudah membuatku pusing bukan main. Haruskan aku menyerah? Tapi gaji di NT sangat menggiurkan, apalagi Pak Putra memberikan kesempatan untukku mempelajari bidangku sebagai web developer. "Ganti dengan ini," ujar Immanuel yang mengambil kopi-ku dan menggantinya dengan segelas susu murni.  "Aku akan mengantuk
Baca selengkapnya
X. Lahan Kosong
Semilir angin datang berkali-kali menyentuh kami. Terlihat ada beberapa orang yang datang membawa layang-layangan, ada juga anak perempuan yang asik berjalan kesana kemari. Tak begitu ramai seperti tempat kebanyakan, lagipula berapa banyak orang yang mau menyempatkan waktu ke tempat semacam ini? Aku dan Gabriel tengah berada di lahan kosong yang terletak di belakang rumah nenek Elish. Disekitar lingkungan kami ada banyak taman dan tempat-tempat bagus yang dapat dikunjungi, sayangnya aku tidak memiliki uang untuk pergi ke sana, ditambah harus membayarkan Gabriel. Uang darimana? Aku masih SMP, sedangkan Gabriel masih SD. Uang yang kami punya hanya cukup untuk membeli segelas susu hangat dan biskuit kelapa. Jika aku sudah bekerja, aku pastikan dapat mentraktir Gabriel. Semoga saja. "Jangan melamun," ujar anak la
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status