“Yonna! Awas!”
Tanpa sadar aku terjatuh, dan kali ini aku benar-benar tidak kuat lagi untuk berjalan. Tuan Roy langsung menjatuhkan barang-barang yang ia bawa, ia menggendongku lagi, kali ini aku tidak menolak, aku benar-benar pasrah karena, kakiku ini benar-benar sakit sekali.
“Bang!”
“Sudah diam!”
Terdengar jelas di telingaku Tuan Roy membentak adiknya sendiri yaitu Tuan Rey.
“Kamu jangan banyak bicara, Rey. Yonna ini sakit! Apa kamu tega melihat dia seperti ini, kamu lihat Kakinya!”
Tuan Roy tanpa ragu menunjukkan kakiku yang telah membiru.
“Baiklah, Bang. Terserah Abang saja,”
Setelah berkata seperti itu, Tuan Rey langsung masuk ke kamarku dan meletakkan Daffa di atas tempat tidur. Dan ia berlalu begitu saja tanpa memperdulikan kami.
“Rey!” Dengan emosi Tuan Roy memanggil Rey yang seakan tak peduli.
“Urus saja dia, Bang!”
Di tengah-tengah adegan tersebut, tiba-tiba Tuan Roy menghampiri dan bertanya seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.“Apa yang kalian lakukan?”Tuan Rey langsung tersentak, tak terkecuali denganku, mendengar suaranya aku langsung menarik kakiku yang saat itu masih di obati oleh Tuan Rey.“Aaa,,,,, ammm,,,, aku, aku sedang melihat kaki Yonna, Bang. Aku,,,, aku kasihan melihatnya.”Tuan Roy menyerngitkan dahinya. “Loh, bukankah semalam kamu tidak perduli?”“Ak,,,, aku baru lihat kalau ternyata benar-benar bengkak,”Aku tidak berani berkata sepatah kata pun, aku hanya terdiam di sudut meja dapur.“Yonna,”Aku tak berani menatap wajah Tuan Roy yang memanggilku. “Iya, Tuan.”“Bagaimana kakimu? Masih sakit?”“Ma,,,, masih, Tuan.”“Mana, coba saya lihat,”“Tidak usah, Tuan. Sudah tidak apa
Dengan perasaan yang bercampur aduk, aku kembali ke kamar. Aku melihat Daffa belum bangun dan saat itu mataku langsung tertuju pada lima bungkusan diberikan oleh Tuan Roy kemarin.Perlahan-lahan aku meraih bungkusan itu dan membongkar semua isinya.“Hah! Sebanyak ini? Ya Tuhan!” Teriakku pelan.Mataku melotot melihat baju sebanyak itu, aku melihat satu persatu baju itu.“Ya ampun, ini bagus semua.”Tanpa terasa air mataku mengalir, aku sangat terharu dengan apa yang ku lihat saat ini. Maklum semenjak Daffa baru lahir, hanya beberapa baju saja yang sanggup aku belikan untuknya. Dan saat ini aku melihat setumpuk pakaian yang teramat bagus dan mahal, tidak terbayangkan sebelumnya.“Eh, Sayang sudah bangun?” Ucapku kepada Daffa yang saat itu membuka kedua matanya.Daffa menangis, aku langsung menggendongnya dengan hati-hati karena aku teringat akan kakiku yang masih sakit.&ldqu
“Loh! Yonna, kamu mau ke mana?” Tanya Tuan Rey dengan sedikit bingung melihat aku membawa keranjang belanjaan.“Mau belanja, Tuan.”“Belanja?”“Iya, Tuan. Semua sayuran dan persediaan makanan sudah habis,”“Uangnya ada?”“Ada, Tuan. Baru saja diberikan oleh Tuan Roy.”Wajah Tuan Rey langsung berubah, entah mengapa setiap aku menyebut nama Tuan Roy, sepertinya Tuan Rey seakan tidak suka namun, aku berusaha tidak mau ambil pusing.“Ya sudah, biar saya antar.”“Hah! jangan, Tuan. Biarkan saya sendiri saja.”“Sendiri? Dengan kaki kamu yang seperti itu?”“Sudah jangan keras kepala! Biar saya antar saja,”Tuan Rey langsung memberikan Daffa padaku dan ia bergegas memanaskan mobilnya.“Ayo naik, Yon.”Aku mengangguk. “Baik, Tuan.”Setelah masuk mobil ta
Sesampainya di rumah, Tuan Rey langsung mandi, aku melihatnya bergumam dalam hati.“Ternyata seperti in ya,i kehidupan orang kaya, ke pasar saja langsung jijik.”Aku menurunkan Daffa dari gendonganku dan meletakkannya di lantai, tidak lupa juga aku memberinya permainan agar ia betah dan tidak menangis.“Sayang, kamu temani ibu disini ya, jangan nakal ya, Sayang.” Ucapku.Aku sibuk memotong sayuran untuk makan siang ini. Aku tidak sadar ternyata Daffa sudah berjalan menuju kamar Tuan Roy.Daffa memukul-mukul pintu kamar tersebut, aku sama sekali tidak menyadari hal itu.“Krieeetttt,,,,”“Eh, Daffa. Sini sama, Om.”Roy langsung membawa Daffa pergi keluar dan mengajaknya duduk di teras rumah.Setelah selesai mandi Rey langsung pergi ke kamar abangnya Roy.“Tok,,,, tok,,,, tok,,,,”Tidak ada jawaban sama sekali.&ldquo
Ketika semua pekerjaanku sudah selesai aku baru teringat dengan Daffa yang sudah tidak ada di dapur, aku langsung panik dan mencarinya ke mana-mana.“Daffa,,,, Daffa,,,, kamu dimana, Nak!” Teriakku.Aku panik, setelah aku mencari di sekeliling namun, tidak menemukan Daffa.Ketika sampai di teras depan aku sedikit lega ketika melihat Daffa di pelukan Tuan Roy.Perlahan-lahan aku menghampiri mereka berdua di teras depan.“Tuan, makan siang sudah saya siapkan.”Tuan Roy langsung membalikkan badannya. “Terima kasih, Yonna.”“Terima kasih, Yon.” Sahut Tuan Rey.“Tuan, boleh saya memandikan Daffa? Dia habis dari pasar, Tuan.” Pintaku.“Oh, iya boleh.” Jawab Tuan Roy sambil memberikan Daffa padaku.“Terima kasih, Tuan.”Tuan Roy hanya mengangguk.Dalam hati aku sangat senang melihat Tuan Roy tidak marah lagi padaku.
“Berani bersumpah?”“Iya, Tuan. Saya tidak berbohong, Tuan.” Ucapku sambil menangis.“Lalu mengapa kamu menangis?”Aku menggeleng.“Bukankah kamu berani bersumpah?”Aku mengangguk.“Lantas mengapa kamu menangis?”“Saya berani bersumpah kalau saya tidak berbohong namun, setelah apa yang saya jelaskan, Tuan masih tidak percaya. Lalu apa yang Tuan inginkan lagi?” Jawabku di sela-sela isak tangisku.“Lantas dengan hanya kamu bersumpah saya percaya?”“Lalu apa yang, Tuan inginkan?” Tanyaku dengan pasrah.“Bersumpah!”“Bersumpah seperti apa yang, Tuan inginkan? Bukankah saya sudah bersumpah tadi?”Tuan Rey mendekatiku dan memegangi wajahku. “Bersumpahlah kalau kamu tidak akan menemui Abang saya lagi.”Perkataannya seakan membuatku tersambar petir di siang hari. “A
“Mengapa kamu kemari, bukankah kau sudah senang? Jangan lupa, kau harus bersumpah padaku!”Tuan Rey meletakkan kedua tangannya di pinggang, dia tidak melihatku namun, ia tau jika aku berada di belakangnya saat ini.“Tuan,”“Diam! Jangan memanggilku dengan sebutan, Tuan!”Aku mundur beberapa langkah, terlihat Tuan Rey langsung memutar badannya dan berjalan mendekatiku.“Stop disitu! Mengapa kamu ketakutan? Sebenarnya apa yang kau bicarakan pada abangku tadi malam!” Bentaknya.Aku semakin takut, tidak mengerti bahkan aku tidak paham apa maksud dari Tuan Rey bersikap seperti ini padaku.“Jangan sok polos, katakan padaku! Apa yang kau katakan, Yonna!”Aku tidak tahan lagi, aku langsung memberanikan diri untuk menatap wajahnya dan mempertanyakan apa maksud dari semua ini.“Sebenarnya apa maksudmu, Tuan? Apa salah saya, apakah saya pernah melakukan kesalahan fat
Aku langsung menepis tangan itu. “Saya tidak mengerti dengan sikap anda, Tuan.”“Tidak mengerti bagaimana, Yon? Coba jelaskan.”“Bagaimana, Tuan bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa tadi malam?”“Lupakan yang terjadi tadi malam, saya minta maaf, Yonna.” Jawabnya seakan tidak merasa bersalah.Aku semakin tidak mengerti, setelah menerima jawaban yang tidak memuaskan itu, aku langsung mempertanyakan sumpah yang Tuan Rey maksudkan tadi malam.“Apa, Tuan masih ingat dengan sumpah?”Tuan Rey berpura-pura bingung. “Sumpah yang mana, Yonna?”“Tadi malam, Tuan. Apa itu juga lupa?” Jawabku merasa sedikit kesal.“Jelaskan.”“Apa yang mau dijelaskan, Tuan? Bukankah yang seharusnya meminta penjelasan itu, saya?”Tuan Rey sedikit panik namun, ia berusaha tetap tenang. “Oh, itu. Saya hanya bercanda,&