Share

Ceoku Sedang Sakit

Diandra histeris, secara tiba-tiba dia memeluk pria yang berjalan bersamanya itu. Seketika Aditya terkejut saat melihat respon bahagia dari gadis cantik itu. Namun, rasanya nyaman saat di peluk oleh gadis cantik itu. Rasanya enggan untuk melepaskan pelukan darinya. Seketika Diandra tersadar dan segera melepaskan pelukannya, tak lupa gadis itu meminta maaf karena merasa sangat bahagia ketika mendapat pertolongan dari pria itu.

Aditya hanya tersenyum melihat wajahnya yang cengegesan pertanda bahwa gadis itu salah tingkah kepadanya. Aditya membalasnya dengan senyuman.

“Uppss, maafkan aku dokter Aditya.” ucap Diandra seraya melepaskan pelukannya dengan cepat. Diandra sangat malu kepada pria yang hanya tersenyum menatapnya. “Aku terlalu bahagia karena dokter Aditya mau membantuku.” sambung Diandra.

“Sudahlah, Diandra. Kamu tidak perlu minta maaf, aku tidak marah.” sahut Aditya tersenyum. “Selanjutnya, kamu mau kemana?” tanya dokter Aditya kepadanya.

“Aku mau kembali ke kantor untuk menyelesaikan urusan pekerjaan, kasihan Revan jika harus mengurus perusahaannya sendirian, apalagi ketika dia sedang sakit. Aku harus ada untuk membantunya.” sahut Diandra mantap.

“Subhanallah, sungguh gadis yang sangat baik.” Aditya bermonolog, dan terus memperhatikan gadis itu. “Sungguh gadis yang sangat langka, dia rela hadir di saat senang dan susah melanda sahabatnya. Revan sungguh beruntung bisa dekat dengan Diandra. Sebaiknya Revan tak boleh bersikap kasar kepadanya.” Aditya terus tersenyum memperhatikan gadis cantik itu. Diandra telah membuatnya kagum. Aditya larut dalam lamunannya, dia berharap Revan mau bersaing secara sehat untuk mendapatkan hati gadis cantik itu. Tanpa sadar dia juga menaruh hati kepada gadis cantik itu.

“Pak Aditya ...” panggil Diandra yang menoleh kepadanya, karena tak kunjung mendapat respon dari pria tampan itu. Diandra segera menepuk pundaknya, sehingga membuat lamunan Aditya buyar seketika. Sontak Aditya merasa kaget saat gadis itu menepuk pundaknya. Wajah Aditya memerah dan memanas saat menatap gadis itu dengan tatapan tajam dan jarak mereka sangat dekat kala itu.

“Hm ... maaf ya, Diandra.” sahut Aditya terbata-bata. “Saya kurang fokus tadi, kamu mau ngomong apa ya? Maaf sebelumnya ya.” sambung Aditya.

“Tidak apa-apa dokter.” sahut Diandra.

“Oke, kamu mau pergi ke kantor sekarang? Bagaimana jika saya mengantarkan kamu menuju kantor?” tawar Aditya dengan senyuman khasnya itu.

“Oh, tidak usah. Saya bisa berangkat sendiri, kalau begitu saya pamit dulu ya dokter. Assalamualaikum.” pamit Dinadra yang sedikit membungkukkan tubuhnya, pertanda dia sedang menghormati Aditya sebagai dokter yang merawat atasannya itu.

“W*’alaikumsalam, Diandra. Hati-hati di jalan ya.” teriak Aditya.

       Diandra melangkah menghampiri pangkalan ojek yang berada tak jauh dari rumah sakit. Gadis itu segera memakai helm untuk mematuhi aturan lalu lintas. Dari kejauhan Aditya memperhatikan gerak-geriknya, sungguh pria itu di buat terpesona oleh Diandra. Tanpa sadar Aditya sudah jatuh hati kepada gadis berparas cantik itu.

“Sungguh ciptaan–Mu yang terindah. Gadis seperti dia sangat langka pada zaman ini, aku harus bisa merebut hatinya, selama janur belum melengkung. Maka, harus di perjuangkan. Semangat, Aditya! Kamu pasti bisa!” Aditya berusaha memberi semangat kepada dirinya sendiri. Namun, tetap saja dia ingin bersaing dengan cara sehat.

     Aditya memutar tubuhnya dan kembali ke ruang IGD untuk memastikan kondisi Revan. Sebentar lagi Revan akan di pindahkan keruang inap. Di sana Revan masih saja terbaring lemah. Aditya mendekatinya dan menyuruh Revan agar tidak terlalu banyak berpikir. Revan mengangguk, pria itu berusaha menuruti perintah sahabatnya itu.

Revan menyapu arah sekitar dan tak melihat keberadaan Diandra. Revan menanyakan keberadaan Diandra kepada sahabatnya itu dengan suara yang masih berat. Rasanya sangat kehilangan ketika tak melihat wajah gadis itu. Meskipun hanya semenit saja. Revan sudah merasa sangat kehilangan, meskipun untuk beberapa menit saja dia tak melihat gadis itu.

“Di mana sekretarisku?” tanya Revan.

“Cie, sekretaris atau kekasih?” ledek Aditya.

“Kamu ini selalu saja meledekku Aditya.” 

Revan menghembus nafas panjang, dia tersenyum malu saat Aditya meledeknya. Tersirat sebuah kerinduan di wajah pria dingin itu, seketika wajah Revan memerah dan memanas karena menahan malu. Revan pun terdiam dan tak melanjutkan pertanyaannya, rasa penasarannya telah dia kubur dalam-dalam. Sementara Aditya tak henti-hentinya memperhatikan sikap sahabatnya itu, yang sedari tadi salah tingkah saat menyebut nama gadis cantik yang di cintainya itu. 

Beberapa menit kemudian Revan segera di pindahkan ke ruang VIP yang berada di lantai empat. Aditya segera menghubungi Diandra lewat pesan singkat, untung saja sebelumnya Aditya sempat meminta W******p pribadi Diandra, dengan alasan untuk memberi kabar tentang kondisi kesehatan Revan. Sebelumnya Aditya tak pernah bersikap agresif seperti ini tehadap wanita manapun. Tetapi, tidak dengan Diandra, mendadak sikap Aditya berubah drastis. Aditya menjadi pria agresif dan pemberani.

“Untung sebelumnya aku sempat minta W******p nya, kesempatan bagus untuk mendekati Diandra. Tapi, caranya bagaimana ya?” Aditya menopang dagunya seraya berpikir untuk mendekati gadis itu.

“Ya sudahlah, nanti saja kupikirkan, sekarang aku harus mengurus Revan. Bisa-bisa nanti Diandra kecewa kepadaku.” ucapnya kepada diri sendiri.

      Aditya segera mengikuti langkah suster yang sedang menaiki lift untuk membawa Revan ke lantai empat menuju ruang VIP. Hampir saja pintu lift tertutup, Aditya segera menekan tombol yang berada di luar, agar pintu lift kembali terbuka, setelah pintu lift kembali terbuka Aditya segera masuk dan ikut mengantar Revan ke lantai empat. Beberapa menit aku kemudian mereka pun sampai ke lantai empat. Para suster segera mendorong kursi roda yang di duduki Revan menuju ruang yang sudah di siapkan sejak tadi.

“Oh iya, suster. Tolong urus teman saya ya, karena sekarang saya ada urusan. Saya titip teman saya ya, kalau ada apa-apa jangan lupa kabari saya.” titah Aditya.

“Baik dokter, kalau begitu hati-hati ya.” sahut perawat itu tersenyum.

“Oke, terima kasih.” 

     Aditya membalas senyuman suster cantik yang bernama Giska Frsilya. Anak dari pemilik rumah sakit itu sendiri, meksipun begitu Giska merupakan gadis baik dan lemah lembut.

       Semula papanya Giska sempat menjodohkan Giska dengan Aditya, tapi Aditya selalu menolak pria paruh baya itu dengan alasan masih ingin fokus terhadap karirnya, karena sebenarnya Aditya masih tidak ingin membuka hati untuk siapapun. Namun, keadaannya berbeda setelah Aditya mengenal Diandra sekertaris pribadinya Revan Aldhinara, seorang CEO di perusahaan terbesar di kota Tangerang.

“Kamu ini yang bernama Giska kan?” tanya Revan kepadanya.

“Hm ... iya betul, anda mengenal saya?” Giska kembali melontarkan pertanyaan kepadanya dengan senyuman khasnya. Dengan hormat Giska menyodorkan tangannya, pertanda mengajak Revan berkenalan secara resmi. “Perkenalkan, nama saya Giska Frislya.”

“Saya Revan Aldhinara, sahabat dokter Aditya. Saya mengenal kamu sebelumnya, kamu adalah teman kecilnya Aditya kan?” tanya Revan lagi.

“Iya betul, oh anda ini yang saya panggil Nara ya? Waktu itu kita masih duduk di sekolah dasar. Maaf banget ya, jika saya lupa.” Giska tersenyum ramah kepadanya, Giska baru menyadari jika Revan merupakan teman masa kecilnya, sejak kecil mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Giska memanggil Revan dengan nama lain yaitu; Nara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status