Share

Pigura Keluarga Steve

"Lynn baik-baik saja, kan?" tanya Leiss kala mendapati Steve yang tengah melangkah masuk ruangannya. 

Steve hanya mengangguk sekilas dan tersenyum ke arah Leiss. Wanita itu langsung mengelus dada disertai helaan napas lega.

"Aku tentunya akan menyalahkan diriku sendiri telah membiarkan Lynn pulang mengemudi sendiri. Syukurlah kalau dia baik-baik saja!. Aku terlalu khawatir saat melihatnya mual tadi pagi," jelas Leiss kemudian berbalik menuju mejanya. 

Steve menatap kursi kosong Lynn lalu menghela napas berat. Fianne yang cukup peka dengan situasi tak bertanya apapun pada Steve. Padahal, wanita itu biasanya tak berhenti mencerocos.

Getaran di saku jas Steve mengintrupsinya, Steve merogoh sakunya mendapati pesan singkat dari Jessica.

[Hai! Apa kabar?]

Steve meletakkan ponselnya di meja tanpa niat membalasnya. Matanya berfokus di layar monitor komputer, sesekali melirik jam yang dirasanya berjalan lambat. Pikirannya tak berada di tempat, memikirkan kondisi Lynn.

Sebelum pulang, Steve mampir membeli soto ayam dua porsi setelah membayarnya Steve buru-buru masuk dalam mobilnya.

Pintu rumah Lynn masih dalam keadaan tidak terkunci. Netra Steve menangkap televisi yang menyala lantas mendekat, mendapati Lynn yang tengah berfokus menatap acara entertainment.

"Kapan kau tiba?" tanya Lynn kaget melihat Steve yang berdiri di samping sofa.

"Baru saja. Pintumu tak terkunci!" 

Lynn hanya manggut-manggut, Steve berlalu mengambil dua mangkuk di dapur.

Aroma soto menguar kala Steve meletakkan seporsi soto di hadapan Lynn. Senyum Lynn berbinar lalu menyicipi sotonya dan berakhir berpekik senang. Steve mengamati Lynn yang tampak jauh lebih baik, tak ada lagi wajah pucat. Lynn tampil seperti Lynn yang biasa, bugar, dan ceria.

"Bagaimana kabarmu dengan Jessica?" tanya Lynn di sela-sela makannya.

"Aku belum menghubunginya selama tiga hari terakhir ini."

"Ajak saja bertemu besok," ujar Lynn. 

Dalam hati, Steve membenarkan ucapan Lynn, terlebih besok hari sabtu, hari libur kerja. Steve lalu mengangguk dan menghabiskan sotonya. Kemudian, beranjak berdiri membawa mangkuk kosong soto Lynn dan milik Steve menuju wastafel dapur.

"Kau punya rencana keluar besok?" tanya Steve.

"Mungkin aku akan hadir di acara reuni besok malam," jawab Lynn.

"Kenapa harus mungkin!" tanya Steve kali ini diikuti kekehannya.

"Ya, itu karena aku mungkin hadir mungkin tidak. Tergantung mood," jelas Lynn dengan tawa kecilnya.

"Kenapa belum pulang, sudah hampir malam," ujar Lynn menatap Steve yang masih berpenampilan setelan kantornya. Hanya saja Steve melepas jasnya lalu menggulung kemejanya hingga ke siku, menampakkan urat-uratnya yang nampak menggiurkan dan seksi di mata Lynn. Mata Lynn lalu berlewat di depan dada Steve. Lynn masih ingat jelas dada Steve yang kokoh dan bidang waktu Steve mendekapnya, seketika wajah Lynn terasa panas buru-buru memalingkan wajah.

"Kau mengusirku?" tanya Steve.

"Tidak sama sekali, kecuali kalau kau nyaman dengan tubuh lengketmu itu dan ruang tamuku sesak aroma keringatmu!" jelas Lynn.

Steve lantas membaui badannya. Lynn hanya menjawab asal, nyatanya Steve tetap wangi sekalipun habis olahraga dengan keringat yang membanjir. 

"Baiklah," pasrah Steve lalu beranjak dari duduknya. Lynn hanya tertawa kecil kemudian mengantar Steve hingga depan pintu. 

Di kamar, Steve tengah mondar-mandir menunggu balasan pesan Jessica. Suara denting ponselnya berbunyi, Steve buru-buru melihatnya lalu menghela napas kecewa lagi-lagi hanya pesan operator. Steve kembali meletakkan ponselnya di nakas lalu membaringkan tubuhnya, kedua tangannya berada di belakang kepalanya, matanya memandang langit-langit kamarnya. 

Ponselnya kembali berdering, sebuah telepon masuk. Steve meraihnya dan terbangun segera, berdehem membersihkan tenggorokannya. Steve menjawab panggilan itu dan mendekatkan ponselnya di telinga.

"Halo!" ujar Steve namun sepertinya Jessica sedang mengobrol dengan seseorang saat itu, tak menyadari panggilannya telah diangkat. Steve mendengar Jessica yang mengucapkan salam perpisahan dan hening sejenak.

"Halo?" ujar Jessica yang dibalas 'Hai' oleh Steve.

"Maaf membuatmu menunggu. Fotograferku tiba-tiba saja menghampiriku," Jelas Jessica.

"Tak apa.," balas Steve.

"Sepertinya kau tampak sibuk, Steve! Kau jarang menelponku pekan ini," ujar Jessica diakhiri cekikikannya.

"Ya, sepertinya begitu." Steve tertawa kemudian kembali mendengar suara seseorang yang memanggil nama Jessica tiga kali.

"Aku masih ingin mengobrol denganmu tapi sepertinya fotograferku sudah memanggilku," ujar Jessica dengan nada yang terdengar sedikit kecewa.

"Tak apa. Telepon aku jika kamu sudah luang."

"Baiklah. Maafkan aku." Kemudian Jessica mematikan sambungan teleponnya. Beranjak dari kursinya yang langsung disambut juru make-up-nya. 

Steve kembali membaringkan tubuhnya, Steve mulai menimang-nimang untuk pergi ke rumah Lynn. Namun, kembali diurungkannya. Bukankah dia baru saja bertemu dengan Lynn tadi sore. Akhirnya, Steve tetap berada di ranjang dan meraih ponselnya, memutar lagu-lagu pop kesukaannya yang sudah tersambung dengan speaker kamarnya. Steve mulai menerawang ke langit-langit, terkadang mulutnya bergerak mengikuti lirik lagu, kedua kakinya disilangkan, bergerak pelan mengikuti irama lagu.

***

Steve bangun lebih awal, mempersiapkan diri untuk berolahraga. Tak lupa membawa headphone. Steve melakukan pemanasan di halaman rumahnya kemudian berlari pelan. Steve menghabiskan waktu hampir 30 menit kemudian membeli sebotol air mineral dan menenggaknya di kursi taman. Satu dua orang laki-laki dilihatnya tengah mengelilingi taman. Steve melemparkan botol air kosongnya dalam tong sampah kemudian bangkit pulang.

"Jessica!" kaget Steve kala melihat wanita itu sedang duduk menatap ponselnya.

Jessica mendongak, membeku di tempatnya. Steve berdiri beberapa meter dihadapannya. Steve berjalan mendekat sembari melepas headphone-nya, mengalungkannya di lehernya.

"Ada apa kemari?" tanya Steve yang tak digubris Jessica. 

Mata Jessica masih tak berkedip menatap tubuh basah keringat Steve. Steve hanya menghela napas seolah membiarkan Jessica menikmati pandangan tubuhnya. Pemandangan yang tak boleh dilewatkan begitu saja! Batin Jessica.

"Oh, ya!. Aku ingin bertemu denganmu!" jawab Jessica lalu memalingkan mukanya, sedikit malu bahwa dia sudah tertangkap basah menatap tubuh Steve lalu menyisir rambutnya pelan untuk menyembunyikan wajahnya yang merona.

"Masuklah. Aku akan berganti pakaian dahulu!" ujar Steve dibalas anggukan Jessica dan melangkah masuk.

Jessica menatap sekeliling rumah Steve, tak ada kemewahan. Hanya ada beberapa pigura lukisan terpajang di dinding. Jessica mengedarkan pandangannya dan terpaku pada sebuah pigura besar. Jessica mengerutkan kening. Jessica memalingkan wajahnya kala Steve memanggil namanya yang membawa dua cangkir teh.

"Maaf, hanya ini yang tersedia di rumah," jelas Steve meletakkan secangkir teh di hadapan Jessica. Jessica hanya tersenyum membalasnya.

"Itu keluargamu?" ujar Jessica menunjuk pigura besar dengan matanya.

"Ya."

"Aku pikir kau berasal dari salah satu negara Eropa. Namun, kedua orang tuamu nampak seperti warga Indonesia. Saudaramu jauh lebih mirip dengan orang tuamu!" ujar Jessica kemudian menyesap teh-nya. Steve yang mendengarnya tertawa kecil.

"Aku mewarisi gen kakek buyutku yang berdarah Jerman," jelas Steve. 

Mulut Jessica lantas berbentuk huruf O.

"Kau pecinta seni?" tanya Jessica.

"Hm, sepertinya begitu," jawab Steve. 

Hening kembali mengudara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status