“Jadi mereka tidak akan bisa mendengar kita sekarang?” tanya Claire.
“Benar dan saat ini mereka pasti sedang berusaha memperbaikinya. Kita tidak punya banyak waktu,” jawab Leon sambil tersenyum.
“Baiklah. Apa rencananya?” tanya Claire.
“Ikuti aku,” jawab Leon lagi. Mereka kemudian berjalan menuju ke bagian hutan yang ternyata masih rapi. Tanahnya seolah tidak pernah terganggu dengan gempa bumi yang sebelumnya terjadi. Rumputnya masih hijau dan pepohonannya masih rindang. Kontras dengan tanah yang baru saja mereka tinggalkan, meskipun jarak di antaranya tidak terlalu jauh. Inilah salah satu hal yang membuat Claire menyadari bahwa ia tidak berada di dunia nyata.
Leon mengajak Claire duduk di bawah salah satu pohon yang rindang. Claire bersandar pada batang kayunya sambil menatap Leon.
“Kamu merelakan satu nyawamu untuk mematikan audionya?”
Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mu
Setelah memastikan sekali lagi apa yang dilihatnya, Leon bangkit berdiri dan mengangkat pedangnya. Dengan penuh amarah, Leon menghunuskan pedangnya ke arah Claire. Di saat yang sama Claire membuka matanya dan dengan ekspresi kosong ia bangkit berdiri.“Di mana kamu sembunyikan Claire? Katakan!” seru Leon sambil terus menghunuskan pedangnya.“Sejak kapan kamu mengetahuinya?” tanya wanita di hadapannya itu tanpa ekspresi. Wanita itu jelas-jelas menyerupai Claire, tapi Leon bisa merasakan kalau wanita itu bukan dia.“Kamu berbaring tanpa bernapas. Selain itu, Claire tidak pernah berbaring serapi tadi. Ia selalu mengangkat kedua tangannya ke atas. Aku selalu memperhatikan itu darinya. Siapa kamu? Di mana Claire?” tanya Leon lagi.“Sangat jeli, Leon. Itu sangat jeli. Sayang sekali, kamu tidak menyadarinya lebih awal,” jawabnya lagi.“Kamu... Kamu mendengar semua yang kukatakan tadi?” tanya Leon
“Apa yang terjadi barusan? Apakah kamu berhasil melakukan sesuatu?” tanya Claire lagi.“Tadinya... Ada celah dalam game ini, Claire. Kita punya harapan,” jawab Leon. Jawaban dari seorang pria yang sudah kehilangan nyawa keduanya dengan sia-sia. Semua rencananya dengan Claire pun ia katakan di hadapan George. Namun Leon tidak ingin Claire menjadi khawatir. Ia ingin Claire tetap punya harapan hidup.“Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Claire lagi.“Kita istirahat dulu, lalu kita bunuh Medusa,” jawab Leon sambil membelai lembut rambut Claire.“Kita masih punya waktu? Baiklah. Aku sangat lelah, tidur adalah ide yang bagus.”“Tidurlah,” jawab Leon sambil tersenyum.Mereka berbaring di bawah pohon rindang tadi sambil menatap langit cerah penuh bintang. Beberapa menit kemudian, saat Leon menatap Claire, gadis itu sudah memejamkan matanya. Leon tersenyum melihat C
“Kita pikirkan itu nanti, Claire. Kita tidak bisa lebih lama di sini. Sebaiknya kita segera habisi Medusa agar kita bisa ke level selanjutnya,” jawab Leon.Leon yakin, mereka tidak mungkin dapat menemukan celah lain yang mungkin berguna di tempat ini. Setidaknya di level berikutnya, mungkin mereka bisa menemukan sesuatu.“Baiklah. Kita pergi sekarang,” jawab Claire.Perjalanan menuju kuil tempat Medusa berjalan lancar, dan di luar dugaan mereka sampai lebih cepat dari perkiraan. Entah apa yang sedang direncanakan orang-orang di luar sana, tapi Leon dan Claire tidak punya pilihan lain selain terus bermain. Mereka sudah sampai di depan kuil saat matahari masih tinggi. Desisan dari ular-ular di kepala Medusa sudah terdengar bahkan dari luar kuil.“Apakah kita langsung menantangnya begitu saja, Leon?” tanya Claire.“Kurasa Medusa tidak akan muncul dengan cara seperti itu,” jawab Leon.“Lalu b
Leon dan Claire terbang bersama pegasus di langit. Meskipun semuanya palsu, tapi rasanya tetap saja menyenangkan terbang di udara seperti ini. Pegasus itu akan membawa mereka ke level selanjutnya, tanpa tahu di mana itu. Mereka hanya perlu diam dan menikmati perjalanan.“Leon, apakah menurutmu mungkin ada orang lain di sini? Maksudku mungkinkah ada pemain lain yang terjebak selain kita?” tanya Claire.“Kurasa tidak. Tidak mudah membuat orang masuk ke dalam game ini. Tidak semua orang bisa masuk,” jawab Leon.Lagi-lagi pikiran yang sama membuat Claire berpikir, ia bukan tidak sengaja masuk ke dalam game, tapi dijebak. Namun, bagaimana mereka tahu Claire akan masuk ke rumah tua itu pada malam tersebut? Claire tidak tahu jawabannya. Tapi Leon sangat yakin bahwa dirinya benar. Ia sudah mencobanya sendiri. Tidak semua makhluk hidup dapat masuk ke dalam game. Tikus A bisa masuk, sedangkan tikus B tidak. Ia yakin, Claire masuk karena kebetulan s
“Jangan mendekat!” seru Claire.Laki-laki itu malah tertawa. Ia mendekat dengan langkahnya yang terhuyung-huyung karena mabuk.“Sekarang tidak ada ibumu yang akan mengganggu kita,” ujarnya di sela-sela tawanya.“No!” seru Claire.Ia kemudian berusaha berlari, namun sialnya tanah di bawahnya seolah-olah menghisap kakinya. Ia tidak bisa pergi. Claire berteriak panik berusaha melepaskan diri, tapi tanah di bawahnya menghisap kakinya terlalu kuat.“Lepaskan!!” seru Claire.Pria bernama Boris itu berjalan terhuyung mendekat sambil tersenyum. Claire bahkan bisa mendengar pria itu bersenandung.“Pergi!! Pergi!” teriak Claire, tapi sia-sia saja. Claire merasa napasnya tercekat sekarang, ia hampir tidak bisa bernapas. Apa yang selalu ia takutkan adalah, jika Boris berhasil mendekatinya saat tidak ada ibunya.“Kemarilah gadis kecil,” kata Boris. Ia sudah berada beber
“Ahhh!! Pergi!” seru John ketakutan.“John! Sadarlah itu ilusi! Kamu yang bilang semua itu tidak nyata!” teriak Claire sambil mengguncang tubuhbnya.“C-Claire?” tanyanya akhirnya.Tubuh John penuh dengan keringat, napasnya masih tersengal. Wajahnya sangat pucat. Siapapun bisa menjadi gila jika berada di sini terlalu lama.“John, kamu tidak apa-apa?” tanya Claire.“Kurasa begitu,” jawabnya pelan. Ia terbatuk-batuk setelahnya.“Kita harus cari jalan keluar dari sini, Claire. Semakin lama, kurasa kita tidak akan waras lagi. Aku bahkan sudah meragukan kewarasanku,” ujarnya lagi.“Sudah berapa lama kamu di sini? Apakah kamu sudah mengitari taman?” tanya Claire.“Aku tidak tahu sudah berapa lama. Aku juga tidak tahu apakah aku sudah mengitari taman ini. Semuanya membingungkan!” serunya.“Tenanglah. Coba pikirkan hal terakhir a
“Menurutmu, apakah kita bisa menghancurkan dinding ini dan memaksa untuk pindah ke sebelah sana?” tanya Claire.“Aku sudah mencobanya. Tapi di taman ini, kita tidak punya kekuatan apapun,” jawab John.“Ayo kita coba menyusuri dinding ini hingga ke ujungnya. Taman ini tidak mungkin begitu luas. Kita pasti bisa mencapai ke ujungnya,” usul Claire. Ia tidak memiliki usul yang lebih baik daripada itu.“Baiklah. Ayo kita coba,” jawab John.Mereka berdua berlari-lari kecil mencoba menyusuri dinding tanah yang keras itu. Sesekali, Claire mengetuk-ngetuk dinding itu, berharap siapa tahu menemukan celah atau bagian dinding yang rapuh. Tapi sudah beberapa lama mereka berlari, tetap saja, dinding itu kokoh dan tidak tergoyahkan. Claire dan John sudah berlari cukup lama hingga kelelahan.Claire menjatuhkan diri begitu saja di atas tanah saking lelahnya. John juga melakukan hal yang sama. Rasa sakit pada lengan Cla
“Maksudmu, kita menyentuh sesuatu yang tidak nyata?” tanya John.Claire mengerti maksud John. Jika semua ini ilusi, mengapa semua yang mereka sentuh terasa nyata?“John... Teknologi yang mereka ciptakan membuat kita merasakan semuanya seperti asli. Kamu mungkin tidak merasakannya sebab pertama kali masuk ke dalam game ini kamu masuk ke taman ini. Aku dan Leon sudah melewati beberapa level, dan kami mengalami hal-hal tidak terduga yang terlihat seperti nyata,” jawab Claire.“Seharusnya aku tidak main-main dengan game yang aku tidak tahu,” kata John.“Apa maksudmu, John?” tanya Claire.“Aku menemukan game itu di tempat kerjaku. Aku seorang bartender, Claire. Malam itu, sehabis shiftku, aku membereskan barang-barangku di loker. Lalu aku melihat sesuatu menyala kehijauan di dalam gudang. Aku bisa melihat cahayanya dari celah di bawah pintu gudang. Rasa penasaranku membuatku memeriksa apa yang ada di