Sejak Sandra meminta Hana untuk jadi istri suaminya, Hana mulai tak nyaman saat bekerja. Sandra terus membujuk Hana dengan berbagai cara, tetapi Hana tetap tak mau menjadi madu atasannya itu. Hingga akhirnya Hana memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut.
"Aku harus melakukan sesuatu, sebelum Hana benar-benar pergi," gumam Sandra setelah menerima surat pengunduran diri dari Hana. Keesokan harinya. "Han, kamu serius mau berhenti kerja?" tanya Sandra. "Iya, maaf Bu. Saya tak nyaman karena ibu terus meminta saya jadi istri kedua suami ibu," jawan Hana jujur. "Kalau sudah seperti ini saya tidak bisa memaksa, semoga kamu dapat kerjaan lain yang lebih nyaman. Hari ini kamu masih kerja, kan. Tolong ikut pak Amir untuk mengecek bahan produksi, katanya ada kendala di jalan," ucap Sandra. Hana mengangguk dan menuruti perintah atasanya, gadis cantik itu pun pergi bersama salah satu supir yang biasa mengirim barang. Namun, sebelum pergi dengan pak Amir, Hana mengambil tasnya di ruangan di samping gudang produksi yang dulu kosong dan Hana jadikan kamar. "Eh, maaf Mbak," ucap seorang lelaki yang berdiri di depan kamar Hana membuat Hana terkejut. Hana berjongkok meraih kunci yang di jatuhkan lelaki itu, lalu memberikannya kembali karena merasa itu bukan miliknya. "Mas ini kuncinya, ini kunci gudang ya? maaf, tapi mas siapa ya? Saya kayanya baru lihat," ucap Hana. "Iya benar, ini kunci gudang. Saya karyawan baru, saya permisi mau kerja lagi. Terima kasih, Mbak." Lelaki itu pergi setelah mengucapkan terima kasih, tanpa banyak berpikir Hana pun pergi karena ia sudah di tunggu pak Amir. Setelah melihat Hana dan pak Amir pergi, Sandra pun tersenyum licik dan memerintah kan beberapa orang. "Cepat bergerak, pindahkan barang-barang dari gudang. Sisakan sedikit saja, oh ya matikan dulu rekaman cctv!" ucap Sandra. Beberapa orang mengangkut produk-produk skincare Sandra kedalam sebuah mobil sesuai perintah Sandra, wanita itu juga memberi uang tutup mulut pada orang-orang tersebut agar tidak membocorkan hal ini kepada Hana atau karyawan lain. Malam harinya, saat semua orang sudah selesai bekerja, pulang ke rumah masing-masing, Hana pun beristirahat di kamar kecil samping gudang produksi. Seperti biasa, setelah solat isya ia segera tidur agar besok bisa bangun pagi dan lebih merasa fresh saat bekerja. Rekaman cctv di sekitar gudang dinyalakan kembali, seorang lelaki yang tadi siang bertabrakan dengan Hana membuka pintu gudang, tak lama kemudian beberapa orang ikut masuk. Lalu beberapa menit kemudian mereka keluar masuk gudang dengan membawa karung. "Bagus, rencana ini tidak akan gagal," ucap Sandra tersenyum senang saat melihat rekaman cctv dari rumahnya. "Kenapa harus melakukan hal seperti ini, Sayang?" tanya Irsyad keheranan dengan apa yang dilakukan istrinya. "Karena hanya dengan cara ini aku bisa menekan Hana agar mau menikah dengan kamu, Mas. Aku gak mau perempuan lain, aku cuma mau Hana. Karena dia gadis lugu dan selalu menurut," ucap Sandra. "Bagaimana kalau Hana tahu kamu menjebaknya?" tanya Irsyad. "Mas, aku sudah bilang. Hana itu polos, dia gak akan sadar jika ini jebakan dari aku. Kecuali kalau ada yang membocorkan padanya, udah deh kamu diam dan lihat hasilnya aja. Hana pasti mau menikah dengan kamu dan melahirkan anak untuk kita," ucap Sandra. Irsyad menghela nafas, ia berdiri sambil memegang segelas air putih, lalu berjalan menuju balkon kamar. Lelaki itu meneguk air putih tersebut hingga tandas, lalu menatap langit malam yang penuh bintang. Ia tahu apa yang dilakukan istrinya salah dan itu adalah sebuah kejahatan, tapi ia tak bisa terus menolak permintaan ibunya, hingga akhirnya terpaksa mengikuti ide istrinya. Keesokan harinya. "Bu Sandra ... Gawat Bu, barang-barang di gudang banyak yang hilang. Sepertinya ada pencuri," teriak salah satu karyawan yang biasa bertugas mengepak barang di gudang. "Apa? Pencuri. Kamu jangan asal bicara, selama ini gak pernah ada pencuri," ucap Sandra pura-pura panik. Sandra berjalan cepat menuju gudang, diikuti para karyawan termasuk Hana. Begitu tiba di gudang, Sandra kembali pura-pura syok melihat gudang berantakan dan banyak barang yang hilang. "Ya Tuhan, bagaimana bisa ini semua terjadi. Banyak sekali barang yang hilang," ucap Sandra dengan nada sedih. "Hana, kamu tinggal di samping gudang. Apa kamu tidak tahu ada orang masuk gudang?" tanya Sandra. Hana menggelengkan kepala, tadi malam ia tidur lebih pulas dari biasanya bahkan hampir kesiangan saat bangun. Sementara satpam yang berjaga ikut di interogasi oleh Sandra dan mengaku tadi malam merasa sembelit hingga ke toilet untuk buang air cukup lama. "Cek rekaman cctv, pencuri ini harus ditangkap!" ucap Sandra. Security mengangguk, berlari ke ruangan khusus pengawasan, lalu membawa flashdisk dan memberikan pada Sandra, sementara salah satu karyawan lain membawa laptop. Sandra menyambungkan flashdisk ke laptop lalu terlihat lah rekaman cctv itu. "Itu orang-orang nya. Mereka kok bisa punya kunci gudang?" tanya salah satu karyawan. "Coba putar ulang rekaman!" ucap Sandra. Setelah rekaman di putar ulang, lalu Sandra menjeda rekaman saat Hana memberikan kunci pada seorang lelaki. "Hana, ternyata kamu yang melakukan semua ini? Kenapa kamu tega sekali hingga berkomplot dengan para pencuri ini, Hana?" tanya Sandra berpura-pura marah. "Saya ... Saya tidak melakukan itu, saya tidak kenal orang-orang itu, Bu." jawab Hana dengan terbata-bata. Ia berusaha menjelaskan kepada Sandra dan para karyawan lain apa yang terjadi kemarin antara dia dan lelaki itu, tetapi tak ada yang percaya padanya, semua orang memojokkan nya, menganggap Hana duri dalam daging. "Gak nyangka. Hana selama ini sangat dipercaya sama Bu Sandra, sampe boleh tinggal di samping gudang gak sewa. Aku kira dia wanita Soleha, tapi bisa melakukan hal seperti ini," ucap salah satu karyawan. "Ini sih namanya air susu di balas air tuba!" ucap Karyawan lain. "Kemarin kamu mengundurkan diri, hari ini kamu bersiap pergi dari sini. Jadi kamu sudah rencanakan ini semua?" tanya Sandra dengan nada penuh tekanan. "Enggak, Bu. Saya tidak merencanakan apa-apa, saya berhenti kerja karena ...." ucapan Hana terhenti karena tak ada karyawan yang tahu jika Sandra memintanya menjadi istri kedua untuk Irsyad. Sehingga Hana tak punya alasan tepat, mengapa ia memilih keluar dari pekerjaan yang sudah ia geluti selama 4 tahun itu. "Karena apa? Gak bisa jawab kan! Lagian aneh gak ada angin gak ada ujan tiba-tiba berenti kerja, ternyata punya rencana jahat maling produk skincare. Mungkin abis ini di jual dengan harga murah, terus dia dapat uang banyak!" ucap salah satu karyawan. Hana menggelengkan kepala, ia bahkan bersumpah jika tidak melakukan semua itu. Namun, tak ada satupun yang percaya padanya. "Pak Iwan, gaji bapak saya potong bulan ini karena lalai hingga terjadi pencurian," ucap Sandra seraya memandang security itu. "Sementara kamu, Hana. Saya akan laporkan ke polisi karena sudah bersekongkol dengan pencuri." "Bu jangan laporin saya ke polisi, saya tidak bersekongkol, saya tidak kenal dengan pencuri itu!" ucap Hana dengan air mata yang sudah menetes di pipi mulusnya, tubuhnya mulai gemetar karena ia takut mendengar kata penjara. Para karyawan menyoraki Hana, meminta Sandra tidak perlu mengasihani Hana, mengatakan Hana hanya mengeluarkan air mata buaya, mereka mendesak Sandra untuk tetap melaporkan Hana ke polisi. "Bu saya mohon, jangan lapor polisi, saya tidak mau di penjara!" ucap Hana dengan bibir bergetar. "Barang yang hilang banyak, kalau di hitung saya bisa rugi 2 atau 3 milyar. Jika kamu tidak mau saya lapor polisi, maka kamu harus ganti rugi 3 milyar, atau ...." "Atau apa, Bu?" tanya Hana dengan jantung berdebar kencang.Setelah pesta sederhana usai, rumah peninggalan orang tua Irsyad kembali tenang. Lampu temaram menyinari kamar pengantin yang sudah dirapikan Bu Rum. Seprai putih bersih dengan bunga melati di atas bantal membuat suasana kamar terasa hangat dan penuh makna.Malam itu, Ihsan sengaja diajak Bu Rum tidur bersamanya agar Hana dan Irsyad bisa menikmati waktu berdua.Di Dalam KamarHana duduk di tepi ranjang dengan kebaya yang sudah ia ganti dengan daster lembut. Rambutnya yang basah usai keramas, Irsyad masuk, menutup pintu perlahan, lalu duduk di sampingnya."Akhirnya kita bisa duduk berdua tanpa gangguan," ucap Irsyad.Hana tersenyum malu, matanya menunduk. "Iya… rasanya masih seperti mimpi."Irsyad menggeser tubuhnya mendekat, meraih tangan Hana, lalu mengecup punggung tangannya penuh kelembutan. "Aku sudah lama menunggu momen ini. Aku ingin menebus semua waktu yang hilang, semua kerinduan yang terpendam."Irsyad perlahan mendekap Hana, merasakan tubuh istrinya yang sempat lama ia rindu
Hari itu rumah peninggalan orang tua Irsyad terasa berbeda. Dinding-dinding tua yang dulu sepi kini dihiasi janur kuning sederhana, balon warna pastel, dan bunga kertas buatan tangan Bu Rum serta beberapa tetangga. Meja panjang di ruang tengah dipenuhi hidangan, nasi tumpeng, ayam goreng, sambal, kue tradisional, serta minuman segar. Walau sederhana, suasana begitu hangat.Irsyad berdiri di ruang tamu dengan jas sederhana, wajahnya tegang tapi bahagia. Hana duduk di samping Bu Rum dengan kebaya biru muda, jilbab rapi, senyumnya malu-malu.Ketika ruangan penuh saksi menjawab serentak, "Sah! Sah!"Hana menunduk, matanya berkaca-kaca. Air mata mengalir tanpa bisa ia tahan. Bu Rum meraih tangannya erat-erat. "Nak, akhirnya kau resmi jadi istri. Tak ada lagi yang bisa meragukan dan menghina mu, ibu ikut bahagia."Hana hanya bisa mengangguk, suaranya tercekat.Setelah AkadTepuk tangan kecil terdengar. Beberapa tetangga tersenyum haru. Marco, menghampiri sambil menyalami Irsyad."Selamat ya
Setelah selesai berziarah dan berdoa bersama, Irsyad menyalakan mobil perlahan meninggalkan area pemakaman. Wajah Hana masih sembab, sesekali ia menatap keluar jendela, berusaha menenangkan perasaannya. Ihsan tertidur di pangkuan Bu Rum karena kelelahan, sementara suasana di dalam mobil begitu hening dan penuh perenungan.Tak lama, mobil berbelok memasuki sebuah gang kecil yang rindang. Pohon-pohon tua masih berdiri di kanan kiri jalan. Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana dengan cat putih yang mulai pudar. Halamannya bersih, ada kursi kayu di teras, dan sebuah pohon mangga besar menaungi rumah itu.Hana mengernyit. "Ini rumah siapa, Mas?"Irsyad tersenyum tipis, mematikan mesin. "Rumah masa kecilku. Di sinilah aku tumbuh bersama Mama dan Papa dulu. Rumah yang selalu di tempati mama selama ini."Mereka turun bersama. Hana berdiri memandang rumah itu dengan perasaan hangat bercampur haru. Ada sesuatu yang begitu teduh dan damai dari rumah sederhana itu.Irsyad membuka pintu,
Malam itu, kontrakan kecil terasa lebih hangat dari biasanya. Hana duduk bersila di lantai, sedang melipat pakaian Ihsan. Di depannya, Irsyad menatap penuh perhatian sambil sesekali mengajukan pertanyaan kecil tentang kebutuhan rumah tangga.Setelah beberapa lama terdiam, Irsyad akhirnya angkat bicara dengan nada hati-hati."Hana, kalau kita menikah lagi kamu mau pesta pernikahan seperti apa? Aku akan lakukan semua yang kamu inginkan. Aku akan usahakan semampuku, Hana. Apapun yang kamu mau."Hana berhenti melipat, lalu mengangkat wajahnya. Ada cahaya sendu di matanya, bercampur dengan rasa takut dan kejujuran."Aku tidak butuh pesta mewah, Mas. Aku tidak peduli soal itu. Aku hanya ingin statusku jelas. Aku ingin jadi istri yang sah, bukan istri kedua, bukan istri simpanan. Hanya itu," jawab Hana dengan nada lirih.Irsyad meraih tangan Hana, menggenggamnya erat."Dan itulah yang akan aku wujudkan. Kamu satu-satunya wanita yang akan kucatat sebagai istriku. Tidak ada lagi yang lain, tap
Sore itu, cahaya matahari menembus sela-sela dinding kayu kontrakan sederhana. Hana duduk di lantai, masih memegang dokumen perceraian yang tadi ditunjukkan Irsyad. Kata-kata di dalam kertas itu terus terngiang di kepalanya. Ia tahu, apa yang selama ini ia ragukan perlahan terjawab.Irsyad duduk di hadapannya, wajahnya lembut. Ia menatap Hana seolah hanya ada satu orang yang penting di dunia ini."Hana... aku tahu hatimu masih terluka, tapi aku tidak akan berhenti berusaha. Aku tidak ingin sekadar menebus kesalahan, aku ingin memulai lagi dengan benar. Jika kamu mau, jika kamu bersedia menerima aku kembali, maka aku akan menikahimu lagi. Bukan hanya sebagai suami, tapi sebagai lelaki yang benar-benar menjadikanmu satu-satunya istri, sah secara agama dan negara."Hana tersentak, matanya berkaca-kaca. Ia menunduk, menggenggam ujung jilbabnya erat-erat."Hana. Aku ingin mewujudkan impian sederhanamu yang dulu sering kamu ceritakan. Punya keluarga kecil yang bahagia, suami yang menyayangi
"Aku serius, Hana. Aku tahu kamu masih ragu padaku dan kamu berhak merasa begitu. Aku sudah banyak salah, membuatmu menanggung beban sendirian. Namun Hana, aku benar-benar sudah tidak bekerja di kantor lama lagi. Aku resign."Hana terdiam, sedikit tidak percaya. Ia tahu posisi Irsyad saat ini di perusahaan adalah posisi yang diinginkan banyak orang. Tidak mudah berada di posisi itu, sehingga Hana merasa tak percaya Irsyad rela melepaskan pekerjaannya hanya untuk hidup bersama ia dan Ihsan yang belum jelas masa depannya seperti apa.Irsyad menatap Hana, melanjutkan ucapannya mencoba membuat Hana percaya padanya."Setelah resign, aku investasikan tabungan dan pesangon ke beberapa perusahaan swasta kecil. Tidak besar, tapi cukup untuk memulai. Aku tidak mau lagi terikat pada pekerjaan yang membuatku jauh dari kalian. Aku ingin hidup dekat denganmu, dengan anak kita."Hana menunduk, suaranya bergetar."Tapi aku... aku masih takut. Kamu sudah berjanji banyak kali, Mas. Lalu kenyataannya,