Share

Cucu Mantu Akung

Author: Money Angel
last update Last Updated: 2025-05-07 11:14:31

“Ya, aku memang cinta sama Nila, bahkan sebelum kita pacaran. Tapi, semua hal tuntun aku untuk putusin hubungan kami dan akhirnya aku nikahnya sama kamu, Lia.” Juan memperjelas pengakuannya.

“Karena aku donorin ginjal ke Ibu, kan? Kamu ngerasa hutang budi banget ke aku, kan, Mas?”

Pertanyaan Dahlia kembali membuat Juan tertunduk. Ia masih memegang tangan sang istri meskipun wanita itu sudah sangat hancur dengan fakta. Perlahan, Juan mengangguk membenarkan.

“Waktu itu keadaan Ibu parah banget. Cari ginjal yang cocok buat Ibu susah dan mahal. Aku nggak punya uang dan takut Ibu pergi tinggalin aku. Aku bersumpah ke Tuhan, siapapun orang yang bisa bantu untuk kesembuhan Ibu, aku bakalan balas budi ke orang itu seumur hidup aku,”

“Dan kamu orangnya, Lia.” nada bicara Juan mulai terdengar serak, “Walaupun semuanya benar dan kamu udah tau semuanya, tapi aku nggak mau kita cerai, Lia. Aku juga sayang kamu, tapi bukan sebagai perempuan. Kamu udah aku anggap saudaraku sendiri, Lia,”

“Dan kamu jangan takut. Kamu tetap jadi istri pertama aku, istri sah. Aku cuma bakalan nikah sirih aja sama Nila, Lia,”

“Maaf, Mas.” Dahlia menjawab singkat, membuat Juan menoleh menatapnya, “Aku manusia normal. Aku perempuan normal yang nggak mungkin tahan kalau suamiku berbagi semuanya ke perempuan lain. Sekalipun dia sahabat aku dari kecil. Maaf, aku nggak bisa,”

“Maksud kamu, kita beneran cerai?” Juan bertanya serius, “Jangan sembarangan ambil keputusan, Lia!”

Dahlia memalingkan wajahnya yang semakin memerah karena tangis, “Aku nggak sanggup, Mas. Aku capek,” jawabnya pelan tapi yakin.

“Nggak, Lia. Aku nggak mau cerai. Kamu masih sakit dan kamu nggak punya siapapun lagi selain aku, Ibu, dan Nila. Kalau kita pisah, kamu bakalan sendirian dan aku nggak mau itu,” Juan menolak dengan alasan yang membuat telinga Dahlia berdenging muak.

“Memang selama ini begitu, kan? Memangnya selama ini siapa yang temani aku dan jadi sandaran aku? Kamu? Ibu? Nila?” Dahlia membalikkan pertanyaan saat menoleh lagi pada Juan.

“Masih pengantin baru, kamu mohon supaya aku donor ginjal ke Ibu. Tiga bulan harus bedrest dan harus berbagi perhatian kamu ke Ibu yang juga sakit. Habis aku sembuh dan sehat, kamu enteng banget setuju dikirim ke Papua, tinggalin aku buat ngurus Ibu,”

“Kamu tau, hampir setiap hari Ibu pergi dan sering buat acara di rumah. Pulang kerja aku masih harus tahan omelan Ibu yang entah kapan bakalan hargai aku sebagai istri kamu. Aku capek, tapi aku tahan semuanya demi kamu. Karena aku yakin kamu satu-satunya orang yang sayangi aku tulus. Tapi apa, Mas?”

“Satu-satunya orang yang bisa kuandalkan malah ngehancurin harapan hidup aku dengan selingkuh, sama temanku sendiri pula! Apa kamu nggak mikir gimana sakitnya aku, Mas?!” Dahlia tidak lagi tenang. Tangis dan suaranya pecah membentak Juan.

Juan tidak menjawab karena semuanya benar. Yang awalnya ingin berpura-pura bodoh di depan Lia sekalipun Bu Bani sudah menceritakan kemungkinan, bahwa Dahlia tahu hubungan perselingkuhan itu hingga membuatnya pergi dengan kemarahan dari rumah. Nyatanya bom waktu memang saatnya meledak.

“Lia, tenang dulu. Kamu masih sakit. Kita bicarakan semuanya nanti, ya?” Juan mulai membujuk Dahlia lembut.

“Kamu atau aku yang buat pengajuan cerai?” Dahlia kembali menegaskan keputusannya. 

Tapi Juan seperti memang tidak ingin membahas perceraian lagi, “Kamu masih capek, belum stabil. Aku keluar aja biar kamu tenang, ya,” ucapnya menghindar. Pria itu melepaskan tangan Lia dan beranjak dari sana. Tepat di depan pintu, suara Dahlia membuatnya mematung di sana.

“Aku yang urus berkas. Kita ketemu di pengadilan,” ucap Dahlia mantap tanpa menoleh ke arah pria yang seharusnya jadi malaikat, tapi ternyata iblis bersayap putih.

***

Dua hari setelah kecelakaan, Dahlia mulai membaik. Meskipun perban masih membalut kepalanya, tapi tubuhnya sudah bisa bergerak bebas.

Jika sebagian orang akan bosan saat menjalani rawat inap di rumah sakit, tidak begitu bagi Dahlia. Sesuai permintaannya juga, Juan ataupun Bu Bani tidak datang membesuk. Ia merasa seperti sedang berlibur, menenangkan pikiran dan hatinya. Terlebih, suasana area ruangan rawatnya terbilang tenang. 

Jabatannya sebagai senior manager di kantor membuat rumah sakit yang menanganinya memberikan fasilitas kelas atas. Di lantai atas bangunan bertingkat tujuh itu menyediakan taman yang asri yang jauh dari keriuhan guna menjadi hiburan untuk pasien spesial di sana.

Dahlia berjalan ke taman tersebut dan matanya tertuju pada sebuah bangku panjang di samping pot besar bunga Bougenville 5 warna. Ia yakin jika duduk di sana view yang indah yang akan dilihat olehnya. Akan tetapi, bukan seperti itu kenyataan yang terlihat di depan mata.

Mata Dahlia memicing sembari menajamkan pendengarannya saat mendekat pada seorang kakek tua yang memanjat dinding pembatas bangunan lalu duduk di sana. Tentu saja itu adalah situasi berbahaya, tapi Dahlia tidak ingin gegabah dan bisa menyebabkan kakek tersebut jatuh ataupun melompat.

“Gusti, ampuni hamba yang nggak tau diri ini. Udah tua, tapi masih aja bohong sama cucu sendiri, nggak berguna juga,” suara si kakek terdengar jelas di telinga Dahlia.

“Ali udah setuju mau nikah, tapi nggak ada gadis yang cocok buat cucuku, Gusti…” kali ini suara sang kakek diiringi tangis, “Aku nyerah, Gusti…” sambil menangis, sang kakek terlihat merentangkan tangan sambil menengadahkan kepalanya ke atas.

Dahlia mulai panik dan tidak bisa hanya memperhatikan, “Kek, turun, yuk!” Ajaknya bernada membujuk. Sang kakek yang sadar panggilan itu untuknya segera menoleh, “Jangan nekat, Kek. Jangan lompat–,”

“Loh, Kakek yang kemarin?”

“Kamu? Yang kemarin tolong saya, kan?” Tanya si kakek balik. Ya, itu adalah Eyang Kakung Jumali Hasan alias Akung. 

Baik Akung ataupun Dahlia sama-sama terperangah. Tapi Akung mengerutkan dahi seolah paham dengan tindakan perempuan yang menolongnya kemarin. Akung menebak kalau saat ini Dahlia mengira Akung ingin mengakhiri hidup.

“Kakek turun, ya. Angin di sini kencang banget, Kek. Nanti jatuh,” ucap Dahlia yang kembali membujuk. Tapi nyatanya Akung masih tidak bergeming saat terus menatapnya.

Dalam diamnya, Akung terus terpukau pada perhatian Dahlia padanya. Bukan tidak mendengar bujukan berulang padanya, tapi Akung menjadikan penuturan Dahlia sebagai poin penambah penilaian Akung pada wanita muda yang baik itu.

“Turun, ya. Sini saya bantu,” ucap Dahlia yang sudah kesekian kali membujuk sambil mengulurkan tangan.

“Akung mau turun. Nggak jadi bunuh diri. Tapi asalkan kamu mau jadi cucu mantu Akung,” ucap Akung yang sontak membuat Dahlia kaget.

“Hah?!”

“Ya udah kalau nggak mau. Akung mau lompat aja!” sambut Akung setelah melihat Dahlia terdiam.

“Eh, jangan!” Dahlia bereaksi cepat, berusaha menggapai sebelah tangan Akung yang bebas, “Nggak gitu maksud saya, Kek. Kenapa malah jadi mau jadikan saya cucu mantu? Kita nggak saling kenal, kan?” Sambungnya mengutarakan nalar.

“Akung cuma punya satu cucu, yatim piatu dari kecil. Akung cuma mau cucu Akung nikah dan nggak sendirian kalau Akung berpulang,” dengan nada yang dibuat lirih, Akung jujur menyampaikan keinginannya.

“Jadi kenapa saya, Kek?”

“Ya udah kalau nggak mau!” Tanpa menjawab alasannya, Akung kembali berbalik seolah merajuk seperti anak kecil. Sebelah kakinya dilebarkan ke udara.

 “Eh, tunggu. Iya, saya mau!” sahutnya spontan dan itu berhasil membuat Akung tersenyum puas.

“Terima kasih, Gusti. Cah ayu iki wes gelem jadi cucu mantuku,” ucap Akung senang dalam bahasa daerah yang juga dipahami Dahlia. Aku terlihat membungkuk dan meraih tangan Dahlia, “Yowes, bantu Akung turun ya, Nduk,” pintanya tanpa membuyarkan senyuman.

“Alhamdulillah. Jangan gitu-gitu lagi ya, Kek?” terdengar kelegaan dan syukur dalam pertanyaannya.

“Asal kamu nggak batal jadi cucu mantu Akung,” jawab Akung santai sambil terus bertumpu tangan pada Dahlia, “Ayo, anterin Akung. Encok Akung kumat Nduk,” sambungnya berjalan pelan lebih dulu sambil menarik Dahlia untuk mengikutinya.

Niat hati ingin menyelamatkan satu nyawa, tapi Dahlia tidak akan menyangka akan ikut tertarik pada satu babak baru hidupnya lewat Akung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Niat Yang Terbaca

    Langkah Citra terdengar tenang saat menyusuri rumah besar milik Akung Hasan. Seperti biasa, ia membawa tas kecil berisi alat cek tekanan darah dan beberapa botol vitamin yang diresepkan rekan dokternya yang sudah beberapa kali memeriksa kesehatan Akung.Senyumnya tetap lembut, tatapannya ramah, dan bicaranya manis pada pelayan rumah yang menyapa. Tapi siang itu, setelah melihat senyuman Akung yang biasanya menyambut dengan hangat, tampak lebih datar, ia merasa aneh.“Kakek… udah minum obat pagi, belum?” sapa Citra sambil duduk di sisi kanan kursi rotan besar tempat Akung biasa duduk membaca koran.“Udah, Nduk… barusan tadi Rudi yang ngingetin sebelum ngantor,” jawab Akung pelan.“Oh, ya udah. Sekalian Citra cek tekanan darahnya, ya,”Akung hanya mengangguk pelan, tapi tidak buru-buru menyodorkan lengannya seperti biasanya. Tatapannya justru menatap Citra dalam diam, dalam keheningan yang membuat perempuan itu sedikit canggung.“Kake, kenapa? Ada yang salah?” tanya Citra mencoba tetap

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Terbakar Cemburu

    Cahaya matahari pagi menyusup dari sela tirai putih yang melambai lembut. Dahlia membuka matanya perlahan, dan hal pertama yang ia lihat adalah dada bidang suaminya, tempat kepalanya bersandar semalaman.Ali masih tertidur dengan napasnya yang teratur, tangannya tetap melingkari pinggang Dahlia, seolah takut istrinya bisa menghilang dari pelukannya.Bersamaan dengan Dahlia yang mengangkat wajah sedikit, Ali juga mulai membuka mata, “Pagi…” gumamnya dengan suara serak seksi khas baru bangun.Dahlia tersenyum malu, “Pagi juga…”Ali menariknya makin dekat. “Masih sisa baterainya, Sayang?”“Kelihatannya gimana?” jawab Dahlia, membenamkan wajahnya di leher Ali.Ali tertawa pelan, “Syukurlah kamu masih bisa bangun. Aku kira kamu bakalan lemas kehabisan tenaga karena aku pakai semalaman,”Dahlia mencubit pinggangnya, “Mas!”Ali meringis dibuat-buat, “Istri aku galak banget pagi-pagi, padahal suaminya udah lembur semalaman buat siramin cinta semalaman,”Dahlia memukul dada Ali pakai bantal ke

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Honeymoon

    Ali bersandar santai di kursinya, sementara mata tajamnya menatap Dahlia seperti pria yang sudah lama menahan diri dan kini tak berniat menahan lagi.“Cantik banget…” bisiknya, matanya menyapu tubuh istrinya dari ujung kepala hingga kaki.Dahlia menunduk, malu-malu. “Mas, jangan lihat aku kayak gitu. Malu ih,”Ali tersenyum miring, “Kenapa? Istri aku sendiri kok. Masa aku dilarang lihat menu yang udah punya aku, sih?”Dahlia mencubit lengan suaminya pelan, “Nakaaa—”Belum selesai memprotes, Ali sudah mencuri kesempatan membisik di telinganya, dengan suara rendah dan panas, “Nanti malam… kamu mau pake dress yang mana buat aku buka pelan-pelan?”Dahlia membeku, wajahnya langsung merah seperti tomat, dan Ali tertawa puas.“Aku serius. Kamu cantik banget malam ini, Yang, dan aku ngerasa berdosa banget kalau malam ini cuma dihabisin sama ciuman manis doang.”Dahlia terbatuk kecil, pura-pura minum. Tapi Ali tidak berhenti.“Waktu kamu jalan datangin aku tadi, aku sempat mikir, kayaknya ini

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Bukan Kencan Tapi Peringatan

    Restoran itu tenang, elegan, dan privat, sejenis tempat yang biasanya digunakan untuk momen romantis, lamaran, atau makan malam istimewa.Citra datang lebih dulu, mengenakan gaun merah marun selutut dengan sepatu hak tinggi mengilap. Rambut disanggul manis, lipstik senada, dan parfum yang menyeruak manja setiap kali ia bergerak.Ia duduk di meja yang sudah dipesan atas nama Al-Ayubi Hasan, jantungnya berdebar, tangannya sedikit gemetar karena antusiasme."Dia ngajak aku makan malam berdua, di tempat begini?"Citra tersenyum kecil sambil melirik pantulan dirinya di kaca jendela, "Lambat laun, semua bakalan berjalan sesuai mau ku."Lima menit kemudian, Ali datang.Pakaiannya rapi, jas kasual abu gelap dipadukan dengan kemeja putih bersih. Namun wajahnya bukan wajah pria yang datang untuk menggoda. Tatapannya tenang, namun tajam dengan langkahnya yang mantap. 

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Kamu Itu Siti Fatimah-ku

    Sore itu, udara di rumah besar terasa lebih tebal dari biasanya. Awan mendung di luar jendela tampak menggantung, seolah ikut menahan hujan demi menanti hujan yang lain, hujan kata-kata yang siap turun dari dua perempuan dengan tujuan yang bertolak belakang. Citra duduk di ruang tengah, mengenakan blus lengan tiga perempat dan celana bahan yang elegan. Seperti biasa, senyumnya lembut, pembawaannya tenang, dan suara tawanya ringan saat menyapa Akung dan menyuguhkan teh. Dahlia baru pulang. Kali ini tanpa terburu-buru. Ia meletakkan tas kerjanya dengan tenang, mengganti pakaian, lalu berjalan ke ruang tengah. Di tangannya ada dua cangkir teh hangat, yang satu ia letakkan di depan Citra. “Oh, ini buat aku, ya?” tanya Citra dengan sopan. “Untuk tamu spesial, iya dong,” jawab Dahlia sambil duduk tepat di hadapan Citra. Senyumnya ramah, tapi tatapannya menelusup dalam. Beberapa detik berlal

  • MANTANMU JADI ISTRI BOS   Di Balik Senyum

    Beralih ke kamar berdekorasi mewah khas wanita, didominasi warna merah-pink-putih membuat kesan kamar pribadi itu ceria dan penuh cinta. Tapi, tidak seperti itu suasana hati si pemiliknya, Citra.Ia mendesah panjang, menatap bayangannya sendiri di jendela malam."Bucin parah..." gumamnya pelan dengan nada getir, "Sampai segitunya dia bela perempuan itu."Ia menggigit bibirnya sendiri, berusaha menahan emosi yang mulai mendidih. Kemarin di rumah Akung. Dari luar, Citra tampak seperti tamu sopan yang tahu diri. Tapi di dalam, perasaannya campur aduk. Pahit, kesal, bahkan cemburu. Ya, terlalu cemburu.Citra kembali mengingat kejadian beberapa bulan lalu.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status