Laila nyaris terlonjak karena kaget mendengar suara ponsel milik Bintang yang mendadak berbunyi nyaring. Lebih kaget lagi saat melihat nama dan foto laki-laki yang tertera di layar ponsel Bintang.
Kak Satria is calling ....Laila menelan ludah saat membaca nama itu berulang-ulang hingga seluruh tubuh nya gemetar dan menggigil, melihat foto dan nama Satria membuatnya selalu teringat malam itu.Telepon itu baru saja ma ti, saat Bintang ke luar dari kamar mandi. Laila menatap Bintang, sejenak dia merasa ragu saat akan menanyakan tentang Satria. Tapi karena rasa ingin tahunya lebih besar, Laila pun akhirnya mencari kalimat yang pas untuk memulai pembicaraan nya."Kak, tadi ada telepon masuk ke hp mu.""Oh ya? Dari siapa? Dari gofo*d bukan?""Bukan. Nama yang tertulis di layar tadi kak Satria."Bintang tersenyum sambil menatap ke arah ponselnya. "Oh, dia adalah kakak kandungku. Lain kali kalau kak Satria menelepon, kamu yang jawab ya?"Wajah Laila memucat mendengar ucapan Bintang. "Ke-kenapa harus aku yang mengangkat telepon dari kak Satria?""Pendekatan dengan calon kakak ipar." Bintang mengedipkan sebelah matanya."Kak Bintang, kita belum saling kenal.""Tapi kita sekarang sedang dalam proses pengenalan kan?""Kak Bintang belum mengetahui apapun tentang aku.""Kalau begitu, cerita kan semua tentangmu, La. Aku akan mendengarkannya."Bintang menjeda kalimat nya dan menatap ke arah Laila dengan serius."Dengarkan aku, La. Kamu mungkin pernah mendengar kalau aku ini playboy dan suka gonta-ganti pacar. Itu karena aku belum menemukan pendamping yang pas. Beda dengan kamu sekarang, aku kini mantap memilih mu dan tidak akan menduakan mu. Aku bahkan sudah mencari tahu semua tentangmu. Karena itu kamu seharusnya juga terbuka denganku kan? Jadi ceritakan semua tentang kamu sekarang."Laila termenung, "Kita bicarakan lain kali saja, Kak. Aku sedang tidak mood," sahut Laila.Baru saja Laila mengakhiri kalimatnya, mendadak ponsel Bintang berdering lagi."Dari goj*k nih. Makanan nya sudah datang, aku ambil dulu ya." Bintang menuju ke arah pintu depan, lalu membalikkan badannya dan menghadap ke arah Laila."Betewe, nggak apa-apa kalau kamu belum siap cerita sama aku. Aku akan menunggu kamu sampai kamu nyaman cerita apapun padaku dan menerima cintaku," ucap Bintang tersenyum lalu melangkah kembali ke arah pintu depan untuk mengambil pesanan makanan online nya.***Bintang tampak kuyu dan loyo saat kakak lelaki satu-satunya pulang dari kantor."Heh, ngapain kamu tiduran di ruang tamu? Tumben amat? Tadi aku telepon, kok nggak kamu angkat sih?" tanya Satria sambil menghenyakkan pantatnya di sofa."Aku ditolak cewek. Ehm, nggak ditolak sih, tapi kayaknya dia belum menerima aku. Padahal biasanya mana ada cewek yang nolak aku, Kak!"Satria terkejut saat mendengar ucapan adiknya yang usianya terpaut lima tahun dengannya itu."Enggak mungkin! Tidak pernah ada riwayat cewek yang menolak kita. Yang ada kita yang selalu menolak kaum hawa!"Bintang melirik pada kakak lelakinya dengan tatapan mencemooh."Kakak ngomong kayak gitu seolah suhu. Padahal istri saja belum punya. Pacar aja gonta ganti. Berapa kali kakak pernah tidur dengan para mantan, heh?" tanya sang adik.Wajah Satria memerah. "Aku memang belum ingin menikah. Lebih enak seperti ini. Kerja, nyanyi-nyanyi di klub, saweran, happy-happy deh pokoknya," sahut kakaknya."Dan satu lagi, aku dendam dengan kaum Hawa. Papi kita menderita saat Mami selingkuh dan meninggalkan kita sendirian. Kata Mami, Papi terlalu sibuk dengan pekerjaan sampai Mami kurang kasih sayang. Padahal semua perempuan kan ujung-ujungnya matre. Papi kerja dari pagi hingga pagi lagi hanya untuk Mami. Dasar perempuan sama saja!" umpat Satria.Bintang terkekeh. "Tapi aku juga milih-milih kalau mau tidur sama cewek. Lah ini, aku sudah menemukan yang paling cocok untukku, eh aku ditolak.""Waduh Dek. Kamu mabuk ya? Dasar! Masa gara-gara perempuan kamu sampai seperti ini?""Weh, dia bukan perempuan Kak. Dia itu bidadari dari kayangan." Bintang mulai menceracau."Kita ini Arjuna Dek. Tidak ada gadis yang berhak mempermainkan kita. Malah kalau bisa semua perempuan berlutut dan mengemis cinta pada kita.""Hm, Kak. Sudah kubilang dia bukan perempuan. Dia itu bidadari berbadan seksi yang turun dari langit.""Siapa sih perempuan itu? Coba aku lihat, kamu punya fotonya nggak?"Bintang menunjukkan foto Laila pada Satria, membuat Satria langsung mendelik."Kamu kenal perempuan itu dimana?""Dia teman di kampusku.""Siapa namanya?""Laila.""Laila?" Satria menggumamkan nama itu dengan lirih. Dia menghela nafas panjang saat melihat foto di galeri ponsel Bintang, dia teringat dengan jelas siapa Laila itu."Hm, sudahlah Dek, enggak usah kamu pikirkan. Lebih baik kita pergi karaoke saja."Bintang melirik sekilas ke arah Satria. Selama ini dia jarang sekali mau ikut kakaknya untuk karaoke atau pergi ke klub."Boleh juga.""Nah gitu. Jangan terlalu kuper. Tenang saja, nanti kupesankan cewek pemandu lagu yang bisa jaga rahasia. Dijamin mereka nggak akan buka mulut pada pihak kampusmu. Lagipula mereka pasti lupa karena banyaknya tamu yang telah mereka layani. Hidup itu cuma sekali. Kita nikmati secara santai dan bahagia."Bintang hanya melirik ke arah Satria karena saat ini pun kepalanya agak pusing memikirkan Laila.***Malam itu juga, Satria setengah menyeret adiknya ke ruangan karaoke yang telah dipesannya. Langkah kaki adiknya agak pelan lantaran masih ragu akan ikut kakaknya karaoke atau tidak."Satria, kenapa baru datang?" sapa beberapa rekan bisnis Satria begitu pria muda itu membuka pintu."Iya nih. Gue bawa adik gue juga. Dia baru saja ditolak cewek. Jadi ya, seperti ini bentuknya ...," seloroh Satria sambil menunjuk Bintang di hadapan ketiga orang lelaki berjas di ruangan itu.Bintang tersipu lalu duduk di sofa empuk di samping teman-teman kakaknya.Tak lama kemudian, suara pintu ruangan diketuk lalu beberapa orang perempuan cantik serta seksi masuk kedalam ruangan kedap suara itu."Nah, ini dia pemandu lagunya. Ayo kita pilih!" seru Satria dengan mata berbinar.Para perempuan berpakaian kurang bahan yang disewa Satria tersenyum menggoda lalu masing-masing menggelendot manja di tangan para lelaki di ruang karaoke itu.Namun tersisa seorang gadis yang hanya berdiri terpaku menatap para pria di hadapannya.Bintang pun mendelik saat melihat gadis bergaun hitam di atas lutut itu memandangnya dengan ekspresi seperti melihat hantu."La-i-la?! Kamu di sini?" tanya Bintang dengan suara tercekat.Next?Flash back on: Laila baru saja makan malam, saat ponselnya berdering. "Ya Mi?" sapa Laila. "La, apa kamu sibuk?""Enggak juga. Baru saja makan malam. Ada apa Mi?" tanya Laila."Ada klien yang hanya ingin kamu dampingi menyanyi di tempat karaoke. Bayarannya lumayan. Kamu mau kan?" tanya Mami. "Boleh juga. Aku kan juga sering main di tempat karaoke, Mi.""Good girl. Kalau begitu, siap-siap sekarang ya di Rose karaoke.""Hah, sekarang Mi?""Iya. Kenapa? Ada masalah?""Hm, kok mendadak ya Mi? Tapi nggak apa-apa deh. Laila siap-siap dulu.""Nah, gitu dong. Habis ini langsung Mami transfer duit ke kamu.""Oke Mi."Laila tersenyum puas melihat nominal yang tertera di saldo mbanking nya sekarang. Dia lalu segera bersiap untuk tugas selanjutnya.Perlahan Laila menatap wajah nya yang masih terasa sakit. Dia belum bilang pada mami Rosa tentang perbuatan Satria. Satria sudah mengancamnya sampai begitu rupa. Dan sekarang, satu kenyataan pahit seolah menampar nya dengan telak. Satria adalah kak
Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut. "Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih. Bintang menatap nya dengan tajam. "Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi. "Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis. "JAWAB, LAILA!" Bintang memukul setir dengan frustasi. "Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan
"Hai Laila, apa saya boleh masuk?" tanya Satria sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Bo-boleh."Laila mempersilakan Satria masuk ke dalam ruang tamu. "Duduk Pak. Mau minum apa?"Satria tersenyum dan duduk di sofa. "Terserah kamu, mau memberikan aku minuman apa saja.""Baiklah Pak. Tunggu sebentar di sini." Laila lalu pamit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi sachet. Sambil menunggu air di teko panas, Laila berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kembali ke dapur seraya berusaha menghubungi Bintang.Satria menunggu beberapa saat di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. "Ck, lama amat!" keluh Satria tak sabar seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu lalu melangkah dengan cepat tanpa suara dari ruang tamu mencari Laila di dapur. "Sayang," bisik Satria lirih di telinga Laila. Laila terkejut dan membalikan badan. Tubuh Satria sangat dekat padanya. Rupanya Satria menyusulnya ke dapur.Laila hendak mundur tapi ada
Laila dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering saat dia sedang memasak ayam goreng untuk makan malam."Halo.""Halo, La. Kamu bisa ke rumah sakit nggak? Mami kecelakaan. Parah banget. Butuh banyak darah. Stok darah di PMI kosong, sementara darah kami nggak ada yang cocok untuk mami. Ada yang cocok dua, tapi semua mengalami anemia. Seingat ku golongan darah kamu B kan? Coba ke rumah sakit Mitra Sehat sekarang. Siapa tahu darah kamu bisa menyelamatkan mami. Karena mami akan dioperasi sekarang!"Laila terkesiap mendengar penuturan salah satu rekan seprofesi nya itu. Walaupun dia merasa marah karena mami mempersulit syarat untuk Laila keluar dari pekerjaan nya, tapi dia tidak bisa menampik fakta bahwa melalui perantara mami Wati lah dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu dan kedua adiknya. "Baiklah. Aku ke rumah sakit sekarang!"**Golongan darah Laila dinyatakan cocok dari segala aspek untuk menjadi pendonor darah bagi mami Rosa. Gadis itu terpekur di depan
Laila terdiam. Dia terlalu terkejut dengan berita yang memukul nya ini. Tangan dan tubuhnya gemetar, keringat dingin membasahi tengkuknya, jantungnya berdebar lebih kencang. "Nak, kok pertanyaan dari ibu tidak dijawab? Apa semua itu benar? Jawab, Nduk?"Laila tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menjatuhkan diri di lantai dan menangis tersedu-sedu. "Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu kata yang bisa diucapkan oleh Laila. Terdengar helaan nafas berat dari keduanya. "Jadi selama ini yang uang yang kamu kirimkan pada kami hasil dari ..," ucapan dari ibu Laila terputus dan terdengar isak tangis dari kedua anak beranak itu. Sementara itu di luar rumah, Bintang masih tetap menggedor-gedor pintu. "Sayang, buka pintunya! Kalau kamu tidak mau membuka pintu, aku akan mendobrak nya!"Sepi tidak ada jawaban. Bintang mulai kehilangan kesabaran. "Kalau begitu aku akan mendobrak pintu ini dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ..,"Sebelum hitungan ketiga, pintu rumah Laila terbuka dari dalam. Waja
Beberapa saat sebelumnya,"Kamu kenapa manyun gitu, Lan?" tanya Aris, sodara sepupu Wulan. Mereka sedang berada di halaman tengah rumah Wulan yang luas dan duduk di gazebo menatap ke arah kolam renang.Wulan mendengus kesal. "Gebetan aku punya pacar, Kak.""Hahaha! Kamu kok cemen sih. Gebetan punya pacar kok manyun, nanges?! Bukan Wulan yang kukenal ah! Kalau gebetan punya pacar, kamu cari gebetan lain dong! Jangan mau kalah!"Wulan mendelik mendengar kata-kata sepupunya. "Ish, kak Aris ini! Ini beda dengan pacar-pacar aku yang lainnya! Ini benar-benar varietas unggul," ujar Wulan dengan menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada. Aris tertawa terbahak-bahak. "Aish, sejak kapan kamu menjadi melo seperti ini? Sudah lah, laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma gebetan kamu saja!Kayak aku dong, walaupun jomblo, tapi sudah banyak cewek yang menemaniku tidur. Hm, bukannya bermaksud sombong sih. Aku memang Arjuna!" seru Aris bangga sambil menegakkan kerah bajunya.Wulan mencebik. "Syo
"Jadi kak Satria yang membu n*h Anggi?" tanya Laila dengan tatapan masih setengah percaya. Sejenak Laila kebingungan di bawah pohon mangga. Desau angin yang meniup di tengkuk nya terasa lebih dingin dan membuat bulu kuduknya meremang. Laila masih terpaku di tempatnya. Mencoba berpikir jernih tentang apa yang harus dilakukan nya sekarang. 'Apa yang harus kulakukan kalau sudah seperti ini? Aku pacaran dengan laki-laki yang mempunyai seorang kakak yang ternyata pelanggan ku yang mengalami kelainan saat berhubungan. Dan nggak cuma itu, dia bahkan membun*h Anggi. Yah, walaupun mungkin saat itu dia tidak sengaja atau tidak bermaksud untuk melakukan nya, tapi dia pasti menyiks* Anggi dulu saat berhubungan. Apa yang harus kulakukan? Aku harus pergi dari sini sesegera mungkin. Aku ingin pulang dulu agar bisa berpikir jernih,' batin Laila. Laila segera membalikkan badan dan berlari. Namun sayangnya, karena Laila terlalu gugup dan panik, dia tidak melihat batu kecil yang teronggok di hadapan
'Astaga! Kenapa jalan hijrah ini begitu terjal kutempuh, Tuhan?!'Laila menangis terisak di kontrakan nya sendirian. Dadanya terasa sesak dan dunia ini serasa menghimpit nya. "Aku harus segera ke rumah ibu malam ini. Tapi naik apa? Sekarang sudah jam 12 malam. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?" gumam Laila benar-benar panik. Dia terbangun dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik tak tentu. "Apa aku harus mengatakan hal ini pada kak Bintang? Padahal baru aja aku mengatakan hal buruk tentang kak Satria pada kak Bintang. Apa dia masih mau menolong ku? Tapi aku tidak mempunyai pilihan lain," gumam Laila. Dengan tangan gemetar, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Bintang. Sekali, dua kali, tiga kali, Laila mencoba menelepon Bintang, tapi lelaki itu sungguh tidak menerima telepon nya. Akhir nya Laila nekat mengirimkan pesan pada Bintang.[Kak, ibuku jatuh di kamar mandi dan sekarang sedang di bawa di rumah sakit di kampung ku. Tolong aku, Kak! Antarkan aku pulang!Aku sungguh tidak