Share

2. Menikahi Adik Ipar

Biantara melihat Asyila masuk ke dalam kamar hotel bersama Bayu, lelaki yang ia lihat melakukan panggilan video dengan istrinya. Bayu juga merupakan client-nya di restoran. Hati Biantara benar-benar hancur, ia pun kembali menarik tangan Arisha setelah istrinya benar-benar masuk ke dalam kamar hotel.

“Ari minta maaf atas apa yang dilakukan Kak Asyila, Ari juga minta maaf karena sudah tutup mulut,” ucap Arisha membuka suara saat di dalam mobil.

“Semua sudah terlambat. Hanya menikah denganku, aku akan memaafkanmu,” ucap Biantara.

Arisha terdiam mengalihkan pandangannya. Sebesar itukah dosanya, hingga ia dipertemukan dengan hal rumit ini? Tangannya memegang dada yang terasa sesak, menjadi istri kedua dan menghancurkan rumah tangga kakaknya, tentu tidak pernah ada di dalam pikirannya.

“Apa yang akan Ibu pikirkan jika nanti mengetahui Ari menjadi istri kedua Mas Bian? Ari banyak berhutang budi pada Ibu dan Kak Asyila,” tutur Arisha.

“Kamu tidak merasa bersalah padaku?” Biantara melirik Arisha dengan ekor matanya.

“Ari mengaku salah Mas, tapi Ari tidak mau mengecewakan Ibu dan Kak Asyila yang sudah mengurus dan berjuang untuk kehidupanku,” kata Arisha.

Biantara terkekeh dan berkata, “Kamu pikir, untuk kehidupan sehari-hari dan biaya kuliahmu menggunakan uang siapa? Uangku, bukan? Tidakkah kamu mau membantuku juga, Arisha?”

“Ini terlalu berat, Ari tidak bisa melakukannya,” ucap Arisha dengan suara yang lemah.

Biantara menoleh pada Arisha. “Apa kamu mau kita kembali lagi ke hotel?”

Arisha menatap Biantara tidak mengerti. “Apa maksud Mas Bian?”

“Mungkin kamu mau kita melakukan hal yang kotor sama seperti istriku dengan selingkuhannya,” ucap Biantara menatap Arisha.

Arisha menggeleng dan berkata dengan tegas, “Ari tidak mau!”

“Kalau begitu jangan bernegosiasi lagi denganku Ari, atau aku bisa saja menyakiti Asyila dengan tanganku sendiri!” ucap Biantara dengan nada mengancam dan sukses membuat Arisha takut.

Satu Minggu berlalu, Biantara dan Arisha baru saja melangsungkan pernikahan di luar kota. Pernikahan itu dilakukan secara siri hanya orang yang berkepentingan saja yang datang. Kini keduanya sudah resmi menjadi sepasang suami istri, Biantara juga membawa Arisha ke sebuah hotel yang berada di kota itu.

“Karena sekarang kamu sudah menjadi istriku, aku minta untuk selalu patuh dengan apa yang aku katakan. Jangan membuka suara pada siapa pun tentang pernikahan ini, sampai aku sendiri yang membongkarnya,” ucap Biantara.

“Iya, Mas.” Arisha hanya bisa pasrah berada di dalam kendali kakak iparnya. Air matanya tak bisa terbendung mengingat status barunya adalah orang ketiga.

Biantara menyimpan jasnya di sofa, ia melenggang masuk ke dalam kamar mandi. Hatinya begitu bahagia karena sebentar lagi akan melihat kehancuran di hidup Asyila. Jika ia menikahi wanita lain, Biantara tidak yakin Asyila akan sakit hati, tetapi jika ia menikahi Arisha, maka Asyila akan merasa terkhianati.

Arisha menatap Biantara yang hilang di balik pintu. “Sikap Mas Bian benar-benar berubah, sesakit itukah Mas?”

Arisha menjatuhkan bokongnya di tepi ranjang. Kebaya masih membalut tubuhnya, cincin telah tersemat di jarinya. Pernikahan adalah hal yang seharusnya membuat Arisha bahagia, tapi kini ia justru merasa menjadi wanita yang paling jahat.

“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Biantara menyadarkan Garvita.

“Emm, tidak Mas. Aku mau bersih-bersih di kamar mandi.” Arisha hendak bangkit dari duduknya.

Biantara menahan bahu Arisha dan membuat wanita itu duduk kembali. “Kita harus mengabadikan moment ini.”

“Bu–bukankah tadi saat ijab qobul sudah ya, Mas?” tanya Arisha.

“Ya, kita juga perlu mengabadikan saat di hotel seperti ini, mumpung pakaianmu masih lengkap.” Biantara duduk di samping Arisha dan merangkul pinggang Arisha.

Arisha berusaha menjauhkan tangan Biantara dari tubuhnya. Walaupun status Biantara adalah suaminya, tetapi Arisha merasa sangat risih dan segan. Namun, Biantara justru mengeratkan pelukannya.

“Lihat kamera dan tersenyumlah!” pinta Biantara. Arisha pun menyunggingkan senyumnya meskipun terpaksa.

“Bagus, aku rasa beberapa foto ini cukup untuk bukti pernikahan kita dan membuat Asyila sakit hati,” tutur Biantara.

Biantara melihat Arisha terdiam setelah melakukan selfie dengannya. “Kamu mau seperti ini atau berganti pakaian? Malam ini kita pulang, tapi sebelumnya … kita harus melakukan hal itu lebih dulu.”

Arisha menahan napas mendengar ucapan Biantara, ia mengerti dengan apa yang dimaksud Biantara. Tubuhnya seketika menegang dan takut dengan apa yang akan terjadi. Arisha merasakan sentuhan tangan Biantara di pipinya.

“Mas ….”

“Jangan menolak, aku suamimu sekarang.” Biantara mendekatkan wajahnya pada Arisha.

Biantara menatap wajah Arisha yang penuh kegelisahan. “Rileks saja, kita sedang tidak melakukan dosa. Anggap aku suamimu bukan Kakak iparmu.”

Tidak lama ia mencium bibir Arisha dan perlahan ciuman itu semakin menuntut. Biantara tidak merasakan ada perlawanan dari Arisha. Setelah cukup lama, Biantara melepaskan ciumannya.

Tatapan keduanya saling terpaut, Arisha terlihat begitu gugup. “Ari mau mandi, Mas.”

Tangan Biantara mengusap bibir Arisha. “Nanti saja.”

Biantara kembali merapatkan tubuhnya pada Arisha. Ia mencium bibir sang istri begitu intens dan tangannya perlahan membuka kebaya Arisha. Mata Arisha pun perlahan terpejam. Setelah merasa Arisha mulai nyaman, Biantara mulai merebahkan tubuh wanita itu di ranjang.

“Jangan takut,” ucap Biantara.

Biantara merasa harus ekstra sabar membuat Arisha nyaman terlebih dahulu. Ia paham akan takutnya Arisha karena ia sendiri tahu, Arisha bukan tipe wanita yang sering bergaul dengan laki-laki, apalagi berpacaran. Terlebih, ia adalah suami dari Asyila dan kecanggungan itu selalu ada di antara mereka.

Usai menanggalkan pakaian keduanya, Biantara berbisik di telinga Arisha. “Tanamkan dalam pikiran kamu, bahwa aku adalah suamimu, bukan kakak iparmu.”

Arisha mengangguk pelan. “Iya, Mas.”

***

Tepat jam sembilan malam, Biantara mengantar Arisha pulang. Arisha tinggal bersama Anin, ibu mertuanya. Walaupun tinggal terpisah, tetapi Biantara yang menanggung penuh kehidupan keluarga Asyila.

“Mas, jangan turunkan Ari di depan rumah. Ari turun di sini saja,” kata Arisha.

“Aku harus memastikan kamu pulang, Ari. Ingat … meskipun pernikahan kita tidak diketahui oleh siapa pun, kamu tetap tidak boleh berdekatan dengan lelaki lain ataupun menjalin hubungan. Jangan mengkhianati saya seperti kakakmu!” ucap Biantara, “kamu mengerti?”

Arisha mengangguk. “Ari ngerti, Mas.”

Tidak lama, mereka pun sampai di depan pagar rumah Arisha. Biantara melihat Arisa begitu sibuk menutupi tanda merah di lehernya dengan rambut. Biantara tidak berpikir jika Arisha akan setakut itu.

“Sini, biar aku tutup dengan plester,” ucap Biantara.

“Bagaimana kalau dengan foundation saja, Mas. Warnanya hampir sama dengan warna kulit Ari,” kata Arisha, wajah wanita itu cukup panik.

Biantara mengambil foundation itu dan mengeluarkan sedikit isinya ke tangan, kemudian mengusapkan ke leher Arisha dan meratakannya. “Sudah, keluarlah! Ini sudah malam.”

“Iya, Mas.” Arisha hendak membuka pintu mobil. Namun, tiba-tiba saja ibunya sudah berdiri di sana dan mengetuk kaca mobil.

“I–Ibu? Bagaimana ini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status