Share

MENIKAHI CEO AROGAN
MENIKAHI CEO AROGAN
Author: Nona Lee

Mandul?

Author: Nona Lee
last update Huling Na-update: 2025-07-30 02:26:55

"Jadi, kapan kalian punya anak?"

Seorang wanita paruh baya, menatap sepasang suami istri yang duduk di hadapannya. Dia nampak gelisah, menunggu jawaban dari anak dan menantunya. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Dia berharap, jika akan ada sesuatu yang menarik.

"Maaf, aku belum bisa memberi Kevin keturunan."

Marlina Navasya, dia adalah menantu keluarga Davidson grup. Kepuarga terpandang, yang disegani banyak orang. Sudah hampir dua tahun dia menikah, namun belum bisa memberi suaminya keturunan. Marlina merasa malu, karena belum mampu menjadi istri yang sempurna. Setiap ada acara keluarga besar, beribu pertanyaan selalu menyerangnya tanpa ampun.

"Memiliki anak bukan sesuatu yang utama. Bukankah begitu, sayang?"

Kevin Andreas, dia adalah putra sulung keluarga Davidson. Pewaris syah, yang kini menguasai perusahaan pusat sang ayah. Dia memiliki seorang adik tiri, yang menjadi pesaing di keluarga ini. Semua orang berusaha mencari kelemahan Kevin, untuk menggulingkan kedudukannya. Namun dia bukan lelaki yang gampang kalah, oleh sekumpulan kecoak.

"Apa kau sudah membawa istrimu ke dokter? Atau mungkin..." Wanita itu tersenyum mengejek. "Kau yang bermasalah?" Tanya wanita paruh baya itu. Tatapanya seolah merendahkan, anak tiri yang begitu dia benci.

Rahang lelaki itu mengeras, mata hanzelnya menatap dengan tajam. Selama ini dia sudah sangat bersabar, menghadapi nenek lampir itu. Namun menyinggung masalah seperti ini di acara keluarga, membuatnya murka. Kevin memukul meja di hadapannya hingga pecah, membuat semua orang menatap ke arahnya.

Lelaki itu berbisik pelan, "Bukankah Ibu juga tidak memiliki rahim sekarang. Kenapa sibuk mengurusi hidup kami?"

Wanita paruh baya itu berteriak kencang, "Anak sialan!" Bibirnya gemetar menahan marah.

Kevin hanya tersenyum, melihat ibunya mengamuk. Lelaki itu dilempari begitu banyak barang ke wajahnya, namun dia tetap diam. Hingga tak lama sang ayah datang, lalu menampar wajahnya begitu keras.

Plak!

"Apa yang kau katakan pada Ibumu?!"

Kevin memegang pipinya, lalu menatap tajam sang ayah. Rasanya sangat menyenangkan, melihat semua orang menatap ke arahnya. Apalagi wanita itu, dia nampak sangat kacau. Pesta ulang tahun yang sangat berkesan.

Lelaki paruh baya itu mengusap wajahnya, "Lebih baik kau pulang. Semua jadi berantakan seperti ini."

David, dia adalah ayah kandung Kevin. Lelaki itu merasa, tidak ada gunanya berdebat dengan sang anak. Hubungan Kevin dengan istri barunya memang tidak pernah akur.

"Sayang..." Kevin meremas tangan istrinya. "Ayo kita pulang!"

Lelaki itu tersenyum puas, meninggalkan rumah orang tuanya. Hari ini dia mendapatkan kemenangan, berdebat dengan nenek lampir itu. Sementara Marlina, dia sangat gelisah. Sebuah senyuman di wajah suaminya, bukanlah pertanda yang baik.

Kevin menatap sekilas sang istri, "Bagaimana menurutmu? Apa wanita tua itu pantas menerimanya?"

"Menurutku itu terlalu berlebihan, Kevin. Kehilangan rahim, bukan sesuatu yang harus ditertawakan," ucap Marlina lembut.

Merasa tidak puas dengan jawaban sang istri, Kevin menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dengan tawa jahat, dia menatap tajam Marlina. Lengan kekar penuh urat itu, meremas rambut sang istri. Kevin menariknya ke belakang, hingga wanita itu menjerit kesakitan. Dia memohon ampun, namun Kevin tak menggubrisnya.

"Jadi kau lebih senang, jika wanita tua itu mengejekku?" Tanya Kevin. Suaranya meninggi, bahkan hampir berteriak.

Marlina menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak." Dia memejamkan matanya karena takut.

"Aku memang mandul, dan aku yang bermasalah. Kau puas?!" Bentak Kevin. Dia melepaskan istrinya, lalu kembali berkendara.

Wanita itu hanya bisa menangis, memegangi kepalanya yang sakit. Ini bukan pertama kalinya Kevin bersikap kasar, tapi untuk kesekian kalinya. Dia tidak bisa berbuat apapun, karena pernikahan ini. Sebuah pernikahan, yang sudah menyelamatkan keluarganya dari kemiskinan. Walaupun Kevin sangat kasar, dan tidak berperasaan. Bagi Marlina, dia adalah malaikat tak bersayap untuk keluarganya.

Brakk!

Kevin menendang pintu rumah dengan keras. Semua pelayan sampai tertunduk ketakutan. Mereka juga melihat, Marlina berjalan di belakang menyusul suaminya. Wajah wanita itu nampak muram, dengan rambut yang berantakan.

"Nyonya baik-baik saja?"

Seorang pelayan mendekat, dan memandang wajah majikannya. Dia hanya berusaha menenangkan, "Lebih baik Nyonya istirahat."

Baru saja hendak pergi ke kamar, suara Kevin melengking memanggilnya. Wajah wanita itu semakin pucat, dia berlari menghampiri suaminya.

"Ada apa?"

Kevin nampak gelisah dengan sebatang rokok ditangannya. Dia meremas rambut hitamnya beberapa kali, lalu meneguk minuman kesukaanya. Kedatangan Marlina, membuat pandangannya berpaling. Lengannya melambai, meminta wanita itu duduk. Lebih tepatnya, berlutut.

"Kenapa kau lama sekali, hm?" Tanya lelaki itu dengan senyuman nakal. Tangannya membelai lembut wajah sang istri.

Marlina tersenyum dengan terpaksa, "Maaf..."

Lelaki itu membuka kemejanya, lalu melempar sembarang. Dia juga mematikan rokok, yang baru saja dia hisap sekali. Pandangannya kini tertuju pada sang istri, yang mulai menangis ketakutan.

"Hey... Lihat aku!" Kevin memiringkan wajahnya, agar bisa saling bertatap mata. "Kenapa kau menangis sayang?" Tanya lelaki itu, dengan tawa kecil.

Kevin menempelkan ibu jarinya dibibir sang istri, lalu menekannya sedikit. Tubuh wanita itu semakin gemetar. Dia tahu, hal buruk apa yang akan menimpanya sekarang.

"Aku pikir, bukan aku yang bermasalah. Tapi kau! Kau yang mandul, Marlina."

Suara Kevin berbisik ditelinganya, lembut namun penuh rasa benci. Marlina hanya mampu mengiyakan, tanpa bisa menentang atau menjawabnya. Namun ketika lelaki itu berusaha menciumnya, dia menolak.

"Kau, berani menolakku?"

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat dipipinya. Wanita itu terdiam, menahan tangis. Mata hanzelnya nampak gelisah, menatap lelaki di hadapannya. Dengan tubuh gemetar, dia berusaha menguatkan diri. Marlina tidak boleh takut lagi.

"Aku lelah, tubuhku rasanya sakit. Kita sudah melakukan itu berkali-kali kemarin. Apa kau tidak pernah merasa puas?!"

Senyum lelaki tampan itu melebar, tinjunya pun mengeras. Kevin mencengkram dagu sang istri, lalu meludahinya tanpa ragu. Dia tertawa puas, melihat penderitaan wanita di hadapannya. Seorang istri yang pembangkang, memang perlu diberi pelajaran.

"Merasa puas katamu?" Lelaki itu menggosok dagunya sendiri. "Aku tidak akan puas sampai kau mati. Bagaimana? Kau akan melayaniku, atau.."

Lelaki itu mengambil asbak di sampingnya, "Benda ini cukup berat. Dia bisa mengajari istri pembangkang sepertimu. Apa kau mau mencobanya?"

"Kevin jangan, jangan lakukan itu. Aku mohon!"

Lelaki itu tertawa puas, melihat istrinya ketakutan. Dia menarik Marlina lebih dekat, hingga naik ke pangkuannya. Dengan lembut Kevin membelai wajah istrinya, lalu meremas rambutnya kasar. Mata mereka saling menatap, namun tak pernah memancarkan perasaan cinta. Yang ada hanyalah nafsu, yang diiringi rasa takut

Lengan besarnya meremas pinggang sang istri, lalu menariknya lebih dekat. Kevin mulai memiringkan kepalanya, hingga bibir mereka saling bertemu. Sebuah ciuman penuh nafsu lelaki itu lakukan, sangat dalam dan panas. Lengannya mulai menjelajahi tubuh Marlina, dengan sedikit memaksa.

"Mnggh!"

"Kau menikmatinya, sayang?"

Merasa sudah di ujung tanduk, Kevin merobek paksa pakaian Marlina. Dia memperdalam ciumannya, tanpa memberikan celah sedikitpun.

"Sebentar! Aku kesulitan bernafas."

Marlina mendorong suaminya menjauh, namun lelaki itu kembali mendapat sasaran empuk. Dia menjilat leher indah itu dengan penuh nafsu, sembari berbisik lirih.

"Puaskan aku..."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Perpisahan Di Bandara

    Pagi itu, cahaya matahari baru saja menembus tirai kamar, menciptakan guratan lembut di wajah Marlina. Wanita itu sudah bangun lebih dulu, duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong. Sesekali dia melirik ke arah suaminya yang sibuk berdiri di depan lemari, merapikan kemeja hitam dan jas yang akan dia kenakan. Tidak ada percakapan. Hanya suara gesekan resleting koper, derit ikat pinggang yang dikencangkan, dan langkah sepatu yang terdengar kaku di lantai marmer. Marlina ingin berkata sesuatu, setidaknya hati-hati, atau aku akan merindukanmu. Namun lidahnya kelu, tertahan oleh dinginnya aura Kevin yang masih terasa. Setelah bersiap, mereka pun berangkat menuju bandara. Mobil melaju tenang di jalanan pagi. Marlina duduk di samping, kedua tangannya terkunci di pangkuan, pandangan terus tertuju keluar jendela. Kevin, dengan wajah tanpa ekspresi, juga menatap lurus ke luar kaca di sisinya. Tidak ada satu pun kata yang terucap sepanjang perjalanan. Tapi dalam hati, keduanya sama-sama ing

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Malam Terakhir Yang Penuh Gairah

    Malam itu kamar utama terasa hening. Hanya terdengar gesekan ritsleting koper dan lipatan kain dari tangan Marlina yang sibuk merapikan pakaian suaminya. Wajahnya masih pucat, meski luka-luka di tubuhnya perlahan mulai sembuh. Gerakan tangannya hati-hati, seakan setiap kemeja yang ia masukkan ke koper adalah bentuk tanggung jawab seorang istri, walau hanya istri kontrak yang sebentar lagi akan berakhir. Kevin berdiri di ambang pintu, diam beberapa saat, hanya menatap punggung istrinya. Ada sesuatu yang menghantam dadanya pelan, perasaan berat yang tak bisa ia definisikan. Rasanya aneh. Lelaki itu melangkah mendekat, menahan napasnya sendiri."Marlina." Suaranya dalam, membuat wanita itu menoleh dengan senyum kecil."Kau sudah siapkan semuanya, Kevin?" tanya Marlina lembut. "Besok pagi kau harus sudah berangkat, jangan sampai ada yang tertinggal." Kevin tidak langsung menjawab. Tatapannya justru jatuh pada wajah istrinya, lalu koper, lalu kembali lagi pada mata teduh itu. "Bukan itu

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Pengaruh Buruk Kania

    Ruang keluarga rumah utama dipenuhi cahaya lampu kristal yang berkilauan. Kania duduk anggun di sofa, secangkir teh hangat di tangannya. Dia baru saja mendengar percakapan Tuan David lewat telepon dengan salah satu rekan bisnis, tentang keberangkatan Kevin ke Amerika dua hari lagi. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. "Akhirnya… jalan itu terbuka juga," gumamnya pelan. Tak lama, langkah kaki Jeno terdengar menuruni tangga. Lelaki itu tampak baru selesai dari ruang kerjanya, wajahnya serius seperti biasa. Kania langsung memanggilnya."Jeno," ujarnya lembut tapi penuh maksud. Jeno menoleh, menatap ibunya dengan tatapan waspada. "Ada apa lagi, Bu?" Kania menaruh cangkir tehnya di meja, lalu menatap putranya lekat-lekat. "Kau tahu, kakakmu akan pergi ke Amerika. Dua hari lagi. Itu artinya Marlina akan sendirian di sini." Alis Jeno mengerut. "Dan apa maksudmu mengatakan itu padaku?" Kania tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat orang lain sulit menebak pikirannya.

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Kata-Kata Saat Mabuk

    Malam itu kamar terasa pengap. Aroma alkohol bercampur dengan wangi tubuh Kevin yang menempel erat di atas Marlina. Lelaki itu jelas mabuk, matanya merah, nafasnya berat, namun setiap sentuhannya bukan lagi sekasar biasanya. Marlina terbaring pasrah, tubuhnya masih penuh memar, tapi jantungnya berdetak tak karuan saat Kevin menunduk dan berbisik lirih di telinganya. "Jangan pernah tinggalkan aku…" Wanita itu membeku. Kata-kata yang meluncur dari bibir Kevin, entah karena mabuk atau benar-benar tulus, membuat dadanya bergetar hangat. Selama ini yang dia terima hanya cacian, amarah, dan kekerasan. Tapi malam itu, Marlina melihat sisi lain yang begitu asing dari suaminya. Ciuman Kevin turun perlahan, dari bibirnya ke leher, hingga bahunya yang terbuka karena pakaian tipis yang dia kenakan. Jemari lelaki itu sempat menggenggam pergelangan tangannya kuat, namun kemudian melonggar, berganti dengan belaian. Setiap ciumannya penuh nafsu yang membakar, tapi ada kelembutan yang membuat Marl

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Masalah Yang Tak Pernah Usai

    Pagi itu, udara rumah sakit masih dingin, bau obat-obatan menyeruak dari setiap sudut. Marlina duduk di tepi ranjang, tubuhnya masih terasa lemah, kepalanya pusing sesekali. Namun, tangannya sibuk merapikan tas kecil berisi pakaian dan obat-obatan. "Dokter menyarankan anda dirawat beberapa hari lagi," suara suster terdengar hati-hati, tatapannya penuh cemas pada wajah pucat Marlina. Namun sebelum Marlina sempat menjawab, suara Kevin sudah memotong tajam. "Tidak perlu. Dia akan pulang hari ini." Marlina menoleh, menatap suaminya yang berdiri dengan kemeja hitam sederhana yang membuatnya tampak semakin dingin. Tatapannya kosong, penuh otoritas yang tak bisa dibantah. Marlina hanya bisa menunduk. "Baik..." Di perjalanan pulang, suasana mobil begitu sunyi. Marlina menyenderkan kepala ke jendela, tubuhnya masih terasa nyeri di beberapa bagian, terutama lengan dan dadanya. Kevin memegang setir dengan satu tangan, wajahnya fokus ke jalan, namun sesekali dia melirik sekilas ke arah ist

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Perasaan Yang Tak Biasa

    "Wanita sialan! Selalu saja membuat keributan. Apa dia memukulmu?" Kevin menoleh ke arah ranjang, menatap Marlina yang masih pucat. Nafasnya berat, tapi senyumnya tipis dan rapuh. Dengan susah payah dia mencoba bangkit, meski tubuhnya masih lemah. "Tidak..." suaranya serak, pelan. "Kevin, Maafkan aku. Karena sampai sekarang aku belum bisa memberikanmu keturunan." Kevin terdiam sepersekian detik. Kalimat itu menghantam dadanya, karena hanya dia yang tahu kebenaran bahwa ketidakmampuannya lah penghalang terbesar. Namun wajah dinginnya kembali mengambil alih, menutupi luka dan takutnya sendiri. Dengan langkah pelan tapi pasti, Kevin mendekat, menatap istrinya dari atas seolah ingin menusuk hatinya lebih dalam. "Apa boleh buat?" suaranya terdengar datar namun penuh sindiran. "Kau memang tidak bisa menjadi istri yang baik." Marlina menunduk, kedua tangannya menggenggam erat sprei putih rumah sakit. Matanya berkaca-kaca, tapi dia berusaha menahan air mata itu agar tidak jatuh di had

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status