58“Apa anda takut aku tahu rahasia anda? Apa anda takut aku tahu jika anda mengidap menyakit aneh lagi?” tuding Elsa dengan sinis.Abyasa mengerjap dan menunduk sebentar. Kemudian menarik napas panjang dan memasang wajah tenang. Tidak terlihat takut atau apa pun. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Bahkan tidak ada jejak jika tadi mengigau extrim.Lelaki itu duduk di sofa yang menghadap ranjang. Elsa sendiri masih duduk di atas ranjang tersebut dengan kaku.“Aku tidak pernah takut dan malu rahasiaku bahkan yang terdalam sekali pun kamu ketahui, Elsa. Toh, kamu istriku, kamu berhak tahu,” ujarnya yakin dan tenang. Bibirnya selalu menyunggingkan senyum tipis.Sementara Elsa diam menyimak dengan tubuh kakunya.“Aku punya rahasia, aku sakit lagi, itu benar. Walaupun tidak separah dulu. Kejadian tempo hari dengan Laura masih membekas walaupun sudah lama dan aku sudah mendatangi psikiater. Tapi sekali lagi aku tidak takut dan malu sama sekali di depanmu. Kamu tahu kenapa?” Diakhiri pertan
59Entah jam berapa ini, yang pasti Elsa masih bergelung dalam selimut. Namun, pintu kamar ada yang mengetuk dan tidak lama terdengar jeritan suara cadel disusul pergerakkan kasur di belakangnya.“Hore Mama sama Papa Aby bobonya satu kamar, pasti Vivi mau punya adik.”Elsa membuka mata yang masih terasa lengket. Guncangan di tubuhnya walaupun tidak kuat membuatnya terpaksa membuka mata.“Vivi?” gumamnya setelah yakin jika yang berteriak dan mengguncang tubuhnya adalah Davina. “Kenapa udah bangun? Ini masih malam, kan?”Wajah mungil di hadapannya yang sudah cantik dan wangi melongo sebentar, sebelum satu telunjuknya menunjuk jendela yang tirainya sudah terbuka dan cahaya terang menerobos masuk dari balik kacanya.“Ini udah siang, Mama. Mama kesiangan, ya? Mama bobonya pules sama Papa Aby, ya?”Elsa mengucek mata demi mendengar pertanyaan sang anak yang begitu pintar. Kemudian mengerjap sebelum menatap wajah bercambang yang juga sudah segar. Wangi lemon menguar dari tubuhnya yang berdir
60“Ada apa mereka datang?” tanya Abyasa saat berjalan beriringan menuju ruang tamu.Davina dalam gendongan Abyasa mempermainkan bulu-bulu halus di rahangnya. Sesekali bocah itu tertawa geli sendiri. Kelakuannya persis Elsa dulu yang suka sekali mengusap-usap benda itu.“Mana aku tahu mereka mau apa?” Elsa menjawab seadanya.Mereka langsung mendapati Adrian yang tersenyum ramah dan ibunya yang hanya duduk dengan wajah masih pucat, begitu tiba di ruang tamu.“Selamat pagi, maaf mengganggu pagi-pagi,” ujar Adrian dengan ramah. Wajahnya sedikit tirus dan lebih gelap dari terakhir mereka bertemu. Mungkin di tahanan lebih sering bertemu matahari.Walaupun heran dan tentu saja kurang suka, Abyasa balas mengangguk untuk menghargai tamu. “Jadi, apa yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan duduk memeluk Davina di sampingnya. Anak itu seolah trauma melihat keluarga ayahnya sendiri. Terbukti sejak tadi terus menyembunyikan wajahnya di dada Abyasa.“Kami ingin bicara dengan Elsa, boleh kan, Pak Aby
61Hari ini terasa membosankan untuk Elsa. Bila biasanya ia bahkan tidak punya waktu bersantai karena sibuk mengurus Davina, semenjak tinggal di sini, pekerjaannya terbantu pengasuh. Terlebih hari ini Davina terus menempel dengan Abyasa. Hingga ia sudah tidak punya waktu sedikit saja bersama anak itu.Sang anak sudah tidak mau sama sekali bersamanya. Mungkin karena ia yang selalu memasang wajah cemberut.Seharian Davina benar-benar menghabiskan waktu dengan Abyasa. Kerinduan kepada ayahnya sepertinya sangat besar. Dulu, bila tidak pergi ke rumah makan, David pun seharian akan membersamai Davina. Memenuhi apa pun permintaan anak itu, bahkan menemaninya tidur siang.Dulu, Elsa merasa baik-baik saja, karena toh Davina seperti itu dengan ayah kandungnya. Terlebih karena ia yang sibuk kuliah, membuatnya terasa sangat terbantu. Terkadang Davina hanya diurus David seharian jika ia sibuk di kampus. Terutama di hari-hari penyusunan skripsi.Bila dulu Elsa merasa senang dan sangat terbantu, kin
62Elsa menggeliatkan tubuhnya saat mendengar suara klakson panjang. Namun, gegas membuka mata saat tangannya terasa menambrak sesuatu. Terasa tidak leluasa dan … matanya mengerjap saat mendapati jika ia tengah di dalam mobil. Diedarkan pandangan yang sebenarnya belum begitu jelas hingga mendapati dirinya tengah menyandar nyaman ke sesuatu yang hangat.Elsa menarik kepala dan tubuhnya agar menjauh dari sesuatu yang terasa hangat itu. Yang setelah sadar ternyata tubuh Abyasa. Matanya memicing mengingat apa yang terjadi sebelum ini. Namun, ia hanya ingat dirinya tidak lagi menoleh setelah permintaan Davina untuk Abyasa. Elsa terus membelakangi mereka untuk menyembunyikan air matanya yang tidak dapat dikendalikan. Turun menganak sungai di pipinya.Setelah itu ia tidak mengingat apa pun lagi. Mungkin langsung tertidur karena ia punya kebiasaan mudah tidur di mana pun asal sudah menempel dengan sesuatu. Hingga cap ‘nempel molor’ pernah tersemat padanya. Terlebih bila sudah menempel dengan
63Dengan kondisi hati yang tidak dapat dibayangkan, Elsa berangkat ke rumah sakit bahkan tanpa mandi dan berganti baju. Terlebih Davina yang terus menangis menanyakan Abyasa. Sungguh, Elsa sangat mengkhawatirkan Abyasa. Takut terjadi sesuatu dengan laki-laki itu.Walaupun belum menganggap suami sungguhan, apalagi ada cinta untuk laki-laki itu, tetapi tak urung ia cemas mendengar Abyasa di rumah sakit akibat kecelakaan. Bayangan saat kejadian David celaka terlintas lagi. Bagaimana jika kejadian yang sama terulang dan kini menimpa Abyasa?Elsa memeluk Davina erat. Untuk menenangkan anak itu, juga untuk mencari kekuatan dirinya sendiri. Ia takut, sangat takut apa yang terjadi dengan David juga terjadi dengan Abyasa.Elsa memejam, bayangan saat ia mendapat berita David kecelakaan, terus saja bermunculan. Pikiran buruk memenuhi kepalanya karena sang ayah tidak mengabarkan dengan jelas kondisi terkini laki-laki itu. Berdoa adalah sesuatu yang hanya bisa ia lakukan saat ini.Elsa meminta ti
64Elsa menggigit bibirnya. Sumpah demi apa pun kata-kata Abyasa menohoknya.Lelaki itu bicara sangat acuh bahkan sambil memejam seolah memang tidak peduli lagi dengan pernikahan mereka. Apa ia sangat marah hingga berubah secepat ini? Apa memang dirinya yang keterlaluan? Bukankah Abyasa sejak awal sudah tahu jika dirinya belum bisa menerima lagi lelaki itu? Lalu kenapa begitu cepat lelaki itu menyerah?Apa itu artinya Abyasa akan menceraikannya lagi? Apa ia akan kembali menjanda di hari kedua pernikahan mereka?Elsa menggeleng. Tidak, ia tidak mau mereka bercerai dulu, paling tidak sampai ia memiliki tabungan dan memberi Davina pengertian jika Abyasa buka ayahnya yang sewaktu-waktu bisa meninggalkan mereka.Elsa menggeleng, kemudian membusungkan dadanya. Ia harus melakukan sesuatu.Didekatinya lelaki yang masih memejam dengan wajah menengadah itu, kemudian mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Abyasa agar dapat menarik punggung lelaki itu dengan jalan memeluknya. Elsa bermaksud ingin memb
65Elsa membelai lembut lengan Abyasa yang patah setelah memposisikan dirinya di samping lelaki itu. Tak urung hatinya ketar-ketir, karena merasa terciduk melakukan kekerasan terhadap pasien di rumah sakit ini. Dipasangnya wajah lugu yang pull senyum saat lelaki berjas putih dan kacamata yang bertengger rendah di tulang hidungnya masuk ruangan.“Bagaimana kondisi suami saya, dokter?” tanyanya untuk membuang rasa groginya akibat terciduk melakukan KDRT.Lelaki berjas putih seumuran Abyasa, menoleh sebentar sebelum memeriksa tangan kanan pasiennya.“Kita akan observasi dulu ya, Bu. Harus ada rotgen lanjutan untuk memastikan kondisi tulang suami Ibu. Karena masuk IGD dini hari, dan kita baru melakukan tindakan darurat saja. Untuk selanjutnya pasien akan melakukan serangkain pemeriksaan lagi. Nanti tindakan lanjutan dilakukan setelah hasil observasinya keluar.”Elsa mengangguk tanda mengerti. Tangannya tak henti membelai pundak dan lengan Abyasa dengan lembut selama dokter memberikan penj