Bab 80Nadiya tersentak dengan ucapan ibunya. Bagaimana mungkin mereka memintanya honeymoon sementara yang terjadi saat mereka di Bali cukup membuat Nadiya trauma?"Tidak, Bu. Kami masih belum punya waktu." Nadiya menyela ucapan ibunya. Rautnya berubah seketika. Wajah cerahnya berubah panik serta keringat dingin mulai mengucur di telapak tangannya."Weekend kan bisa, Nak?" Tak mau menerima ucapan putrinya, Bu Halimah kembali menyahut.Nadiya menggelengkan kepalanya. Bayangan kejadian di atas tebing itu membuat dada Nadiya tiba-tiba berdebar. "Tidak bisa, Bu. Nadiya mulai bekerja besok. Tidak mungkin kami bisa pergi jauh."Dira menatap wajah mertuanya sambil menggelengkan kepalanya. Ia paham kondisi Nadiya. Rasa bersalah pun turut tumbuh di dadanya saat teringat apa yang terjadi saat mereka honeymoon."Dira juga masih sibuk, Bu. Lain waktu saja," sahut Dira turut membela istrinya. Ia pahamm dengan perubahan ekspresi istrinya. Tak salah jika Nadiya trauma sebab apa yang terjadi saat itu
Bab 79Hati yang dipenuhi dendam kerap kali membuat si pemilik kalap dan menghalalkan segala cara demi membuat hatinya lega. Mereka tenggelam dalam kabut hitam yang menutupi kesadaran. Sedikit sekali yang mau meraba alasan mengapa dendam itu bertahan dalam diri, juga mencoba mencari jalan keluar. Kebanyakan mereka selalu memaksakan kehendak dan berharap yang terjadi sesuai dengan apa yang diinginkannya.Sayangnya, Tuhan tidak serta merta memberikan apa yang si pendendam mau. Seperti sekarang ini, Sarah kembali terbaring di atas ranjang rumah sakit karena insiden tabrakan yang ia ciptakan sendiri. Kali ini, kondisinya lebih buruk dari kemarin. Bayinya tak lagi dapat diselamatkan. Benturan keras itu membuat makhluk kecil dalam rahimnya tak lagi dapat bertahan.Edo, laki-laki yang berharap banyak akan kehadiran bayi itu kini bak kehilangan semangat hidup. Apapun sudah ia lakukan demi bisa melihat calon buah hatinya berkembang di rahim wanita yang dicintainya. Nyatanya, kecerobohan Sarah
Bab 78Dira terdiam dalam duduknya. Ia tak bisa diam saja. Harus ada sesuatu yang dilakukan agar hubungannya tetap baik dan berjalan dengan semestinya sebagai pasangan suami istri.Setelah beberapa saat tinggal dengan Nadiya, ia mulai tahu bagaimana karakter wanita itu. Ada rasa berat untuk melepas setelah tahu perbedaan karakter sang pacar dengan sang istri. Bisa dibilang, Nadiya termasuk sosok istri ideal yang sayang untuk dilepaskan."Pa, bisa minta bantuan ngga?" Siang itu Dira sengaja menghubungi papanya. Tak ada yang bisa membantu selain mereka. Tidak ada yang akan didengar kata-katanya oleh Nadiya selain dua orang itu."Ada apa? Sepertinya penting sekali.""Iya, Pa. Penting banget ini. Dira baru aja pindah di rumah baru. Apa Papa bisa datang buat nginep sini?" To the point. "Kamu sudah pindah? Memangnya sudah gelar acara syukuran? Asal pindah aja kamu!" Pak Yusuf tak terima. Baginya, pindah rumah tidak bisa hanya asal pindah saja. Harus ada acara syukuran meskipun itu kecil-ke
Bab 77Di depan sebuah makam, Dira mengajak Nadiya untuk duduk, lalu mengangkat kedua tangannya demi mendoakan mendiang yang bersemayam di bawah sana.Tak banyak bicara, Nadiya mengikuti perintah suaminya. Laki-laki itu memimpin doa yang lantas diamini oleh wanita di belakangnya.Diam-diam Nadiya terharu. Laki-laki yang ia kira jauh dari agama, rupanya paham tentang doa yang dipanjatkan untuk manusia bergelar almarhum. Wajah itu tampak khusuk dalam bermunajat hingga membuat Nadiya tak melepas pandangannya untuk beberapa saat.Usia berdoa, Dira mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia lantas memegang ujung nisan itu."Maafkan aku, Rin. Aku ngga bermaksud membuatmu seperti ini," lirih Dira. Matanya menatap nisan bertuliskan nama mantan kekasihnya dulu."Aku hanya ingin memberimu pelajaran tapi kamu malah pergi menjemput ajal." Dira masih berkata tanpa peduli ada Nadiya di sisinya.Nadiya tidak berkomentar. Ia hanya mengusap lembut punggung lelaki yang masih menatap dalam nisan
Bab 76Nadiya kembali membaik setelah Kavi memberinya air putih. Wajah yang pucat itu sirna, berganti dengan raut tenang."Ada apa dengan dirimu?" tanya Kavi lagi. Ia penasaran dengan wajah Nadiya yang mendadak berubah pucat seperti itu."Aku juga pernah kecelakaan di situ, Mas. Denger kata kecelakaan, rasanya aku seperti kembali pada saat kejadian itu terjadi. Apalagi benar-benar melihat atau mendengar suara keras karena kecelakaan." Nadiya meremas gelas dalam tangannya. Matanya memejam sejenak, lalu kembali terbuka dan menatap raut di depannya dengan tatapan dalam."Kecelakaan? Bagaimana bisa?" Kavi mulai penasaran. Selama ini ia tak pernah mendengar kabar Nadiya kecelakaan."Iya. Pacar Mas Dira yang menabrak." Nadiya menunduk, merasai sakit yang kadang kala masih timbul tenggelam karena perbuatan Karina.Kavi tersentak mendengar cerita Nadiya."Laki-laki itu masih jalan sama pacarnya? Kenapa kamu bertahan sampai sejauh ini kalau mereka masih pacaran?" protes Kavi tak setuju. Ia mem
Bab 75Nadiya menatap rumah yang sudah dipenuhi perabotan dengan senyum sumringah. Ia senang melihat tiap sisi rumah yang barang-barangnya sesuai dengan keinginan hatinya. Rumahnya makin terasa nyaman dan menyenangkan."Benar juga apa kata Mas Dira, sebaiknya rumah memang diatur sendiri sama istri. Lebih bahagia rasanya," ucap Nadiya sambil menatap seluruh ruangan tengah yang disudut ruangan itu sudah terpasang smart TV."Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Dira. Ia baru saja kembali dari depan mengantar kurir."Enggak. Aku baru merasa kalau apa yang Mas bilang itu memang benar. Sebaiknya, wanita yang mengatur barang-barang di rumah agar mereka betah dan nyaman. Aku nyaman di sini," jawab Nadiya. Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berakhir di wajah Dira."Alhamdulillah. Mas juga nyaman di rumah ini. Suasananya enak, apalagi ada kamu." Dira turut menyapu ruangan. Ruangan yang semula kosong, kini sudah penuh dengan barang-barang belanjaan mereka. Pandangan itu berakhir di wajah sang is