Share

Part 13 Cemburu

"Aku mau ngobrol sama kamu malam ini..." Ia melindungi dirinya.

"Bukan, bukan masalah kamu baru bilangnya sekarang, tapi kok bisa mama duluan yang tau daripada aku?" Aku menegaskan kembali arah obrolanku yang sama sekali merasa tidak dihargai sebagai istri olehnya.

"Lah kan gak ada masalahnya juga. Udah deh jangan buat buat keributan yaaa...." Ia membantahku lagi dan beranjak pergi...

****

"Claire sama Cathrine tolong ke ruangan saya sekarang..."

Rasanya semalaman suntuk Randi enggan berbicara kepadaku, entah karena dia badmood aku terus-terusan bermasalah dengan Airin atau memang ada yang sedang ia pikirkan, entahlah. Tiba-tiba pagi hari ini, jam delapan tepatnya ia memintaku dan Catherine untuk ke ruangannya jelas saja aku merasa sedikit awkward untuk menatap matanya.

"Baik Pak..." Ucap Catherine.

Perempuan dengan rok diatas lutusnya itu dengan sigap memasuki ruangan Randi tanpa mengajakku. Ya memang santer kabar yang beredar di lantai ini mengatakan Catherine suka dengan Randi. Jadi wajar saja jika sikapnya begitu manis. Mungkin kalo dulu posisinya aku baru sebagai pacar Randi, aku akan biasa saja melihatnya, tapi sekarang perasaanku berubah, rasa cemburu itu jelas hadir.

"Oke, makasih sudah kumpul Claire dan Catherine. Jadi, saya panggil kalian berdua sebagai persiapan untuk merger perusahaan kita dengan investor yaitu Arsy. Nah, kemungkinan bakal diadakan di Bali besok siang. Tapi, kita sudah harus berangkat kesana sore ini. Kalian berdua silahkan pesan tiket untuk penerbangan sore ini dan juga hotelnya." Ucap Randi.

"Sore ini banget, Pak?" Tanya Catherine

"Iya. Kenapa? Kamu keberatan?" Balasnya lagi.

"E... enggak Pak. Baik, saya langsung pesankan tiketnya."

Aku hanya mengangguk pelan, sembari sedikit bertanya di dalam hati, kenapa Catherine juga harus ikut kali ini. Tapi ya positifnya mungkin disana bakal sibuk dan memang memerlukan tenaga bantuan dari aku maupun Catherine. Huft mencoba berpikir positif......

"Oh ya jangan lupa juga Claire, saya minta tolong siapin dokumen-dokumen yang mau kita bawa kesana dan bantu ingatkan Arsy untuk persiapan dokumennya juga ya. Sudah ada kontak Arsy kan?" Ia menyindirku secara terang-terangan.

"Iya, baik Pak..." Jawabku singkat.

Setelah adanya instruksi singkat itu, aku dan Catherine langsung dipersilahkan keluar. Kembali ke rutinitas sembari juga menyiapkan dokumen-dokumen yang memang mau ku bawa nanti sore.

"Eh Claire, tau gak Pak Randi duduknya di kursi nomor berapa?" Baru saja hendak duduk di kursi kerjaku, secara spontan Catherine bertanya yang menurutku cukup aneh.

"Ya gak tau, bahkan gue aja gak tau siapa yang mesenin dia tiket pesawatnya. Kenapa emangnya?" Aku sadar nada bicaraku sudah lumayan judes kali ini.

"Ya mana tau kan lo tau secara lo sekretarisnya dia. Gue mau duduk disebelah dia sih hahahaha...." Ia tertawa lalu beranjak pergi dariku.

"Gila tuh ya perempuan. Gak lihat apa di jari manis Randi sudah ada cincin!!" Celotehku sembari membereskan kertas-kertas yang berantakan diatas meja.

Deg...

Tiba-tiba aku tersadar,

"Memangnya Randi pakai cincin nikah?"

Sialnya aku sudah tidak ada kesempatan lagi bertemu langsung dengannya atau sekedar iseng masuk ke dalam ruangannya, karna dia sedang meeting di luar kantor.

Sepanjang hari pula aku kepikiran, apakah suamiku ini mengenakan cincinnya atau tidak. Kenapa juga aku baru sadar sekarang setelah melihat tingkah Catherine yang amat menyebalkan itu.

Aku tertunduk, menyentuh jemariku khususnya jari manis yang telah terlingkar dengan indah cincin berlian dari Randi.

"Apa seperti ini nasibku menikah dengan penerus tahta?" Batinku

****

"Claire, lo udah cek email belom?" Ujar Catherine.

"Belom, gue buru-buru nih mau pulang terus ke airport. Emang kenapa?" Aku pun juga melihat Catherine dengan tas jinjingnya yang sudah siap pulang untuk packing dan berangkat.

"Pak Guntur mau pemeriksaan besok......"

"Haaa? Kok mendadak? Lo salah lihat tanggal kali ah Cath...."

Kring...... kring....

"Eh sebentar sebentar...." Aku sedikit menjauh dari Catherine sebab seseorang yang menghubungiku adalah Randi suamiku, dan posisinya bukan menggunakan telpon kantor alias ranah pribadi.

"Dih angkat telpon harus banget jauj jauh gitu?" Celoteh Catherine.

"Iya, kenapa Ran?" Jawabku langsung to do point.

"Gawat nih..." Terdengar suaranya cukup panik dengan beberapa kali vibrasi yang terdengar sampai ditelingaku.

"Gawat kenapa? Ada apa? Semuanya baik-baik aja kan?"

"Pak Guntur besok mau pemeriksaan ke kantor. Haduh gimana ya..."

Benar saja yang barusan Catherine sampaikan kepadaku. Aku juga gak kalah bingungnya sebab kurang dari 24 jam tanpa ada persiapan apapun dari kami yang berada si kantor.

"Oke coba tenang dulu Ran. Coba tenang dulu pelan-pelan." Aku coba menenangkan karna aku tau kelemahan dia adalah rasa kekhawatirannya yang berlebihan.

"Dua duanya penting tapi ini gak bisa series, karna gimanapun Pak Guntur gak boleh tau kita ada investor lain juga...." Ucapnya.

"Ya udah kalo gitu harus ada salah satu yang stanby antara aku dan Catherine untuk mendampingi Pak Guntur, kan? Kalo pun kamu berhalangan ya setidaknya disini ada orang manajemen gitu sih yang bisa presentasi ke dia..." Aku coba memberikan opini kepada CEO yang panikan ini.

"Hmmmm....." Ia bergumam cukup lama.

"Kalo kamu aja yang tinggal gimana sayang?" Ia memberiku penawaran.

"Aku?"

"Iya karna kalo Catherine yang tinggal ya dia juga belum tentu bisa presentasi sebaik kamu."

"Jadi yang dampingi kamu Catherine maksudnya?" Nada bicara dan arah obrolanku jelas saja sudah menunjukkan kecemburuan.

"Ya iya, siapa lagi. Gimana sayang? Gak apa-apa?" Ia masih bisa bertanya dengan polosnya. Emang benar cowok itu susah baca signal dari wanita meskipun sudah jelas aku sedang cemburu saat ini.

"Ya sudah deh kalo gitu....." Aku langsung mematikan ponsel dan bergegas kembali ke mejaku. Masih juga ada perempuan yang pakai rok mini itu disamping mejaku.

"Gue gak jadi ikut..."

"Kenapa lo? Kan udah beli tiket katanya...."

"Besok ada Pak Guntur kan? Gue diminta buat dampingi dia...."

"Oh lo tadi ditelfon sama Pak Randi ya? Kenapa harus jauh-jauh gitu. Ada apa lo sama Pak Randi?"

"Gila ya ini perempuan. Dia masih bisa bilang seperti ini setelah kedekatanku dari dulu dengan Randi terkuak. Mungkin kalo dia tau aku sudah menjadi istrinya, bisa pingsan kali nih orang...." Batinku

Aku menghela nafas.

"Bukan. Tadi saudaraku telfon, setelahnya Pak Randi baru nelfon. Ya udah deh, have fun ya!" Ketusku.

*****

"Sayang, sudah daritadi pulangnya?" Aku yang baru saja memasuki ruang tamu sudah bertemu dengan Randi dengan kaos rumahannya.

"Iya tadi waktu nelfon kamu itu baru sampai rumah juga..."

"Udah packing?"

"Dih istri seperti apa kamu bisa bisanya suami packing sendiri. Bukannya pulang lebih awal kalo tau suami mau berangkat tuh!" Suara Airin semakin mendekat namun kali ini dia sendirian tidak bersama Roger.

"Maaf Ma, tadi masih ada yang harus disiapin."

Untuk menghindari lebih banyak perdebatan dan energiku terkuras, aku langsung pamit naik ke kamar, Randi mengikutiku.

"Kamu kenapa kok cemberut gitu sih? Karna mama lagi?"

"Enggak, kan sudah biasa...." Aku menyentuh koper Randi yang ku lihat sudah ter-packing dengan rapi.

"Terus? Apa kamu cemburu sama Catherine?"

Mataku melalak tajam kepadanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status