Eldwin menghentikan langkahnya dan berbalik mendengar suara Anna mengaduh. Dilihatnya Anna terduduk di lantai dan lutut berdarah. Eldwin bergegas menghampiri.
“Kau tidak apa-apa?”Pertanyaan bodoh itu jelas saja salah. Anna mendesis sembari memegangi lututnya yang perih. Anna bahkan tak mampu berjalan ketika Eldwin membantunya berdiri. Melihat keadaan itu Eldwin tak punya pilihan lain selain membopong tubuh Anna kembali ke hotel.Tak ada pembicaraan sepanjang perjalanan menuju ke sana. Anna yang tengah menahan sakit di kakinya tak sadar semakin erat memeluk leher Eldwin ketika pemuda itu membawa dirinya setengah berlari.Tiba di kamar, Eldwin langsung merebahkan tubuh Anna di sofa. Membersihkan luka dengan air hangat dan memberikan obat antiseptik dari kotak P3K. Tapi Anna masih merasa kesakitan saat Eldwin menyentuh tumit kakinya.“Sakit?” Eldwin bertanya memastikan kembali menyentuh bagian yang sakit. Spontan Anna berteriak kPria muda itu masih serius membaca proposal. Ekspresinya tidak bisa ditebak tapi sungguh tak menyenangkan, memperlihatkan ketidakpuasan di sana. Dan tiba-tiba melempar proposal itu ke atas meja dengan kasar, sontak Eldwin dan Aisha kaget dibuatnya.Eldwin sudah merasakan hawa kegagalan saat itu. Dia menoleh pada Aisha sekilas kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya kecewa.Sikap Rahardian, nama pria itu ketika menatap dirinya dan Eldwin dingin. Dan sikap Eldwin yang kecewa membuat Aisha bingung. Rahardian belum memberikan jawabannya, tapi Eldwin sudah kecewa. Dan bagi Aisha situasi itu masih belum berakhir.“Jadi Pak Rahardian, apa keputusan Anda?” tanya Aisha pelan namun pasti. tak sedikit pun menunjukkan kecemasan dalam nada suaranya.“Aku menerimanya.” Jawaban cepat dan tak terduga itu sungguh mengejutkan Aisha dan Eldwin. Ekspresi pria itu pun berubah seratus delapan puluh derajat. Tersenyum lebar.Eldwin masih berusaha meyakinkan diri bahwa situasi itu bukanlah sebuah mimpi.
Siapa yang tidak tertarik dengan rumah besar dan mewah itu. Meskipun Fariz ragu, tapi menjual rumah itu adalah keinginan Eldwin. Hanya saja Fariz tidak menjualnya pada sembarang orang. Dia harus tahu betul siapa calon pembelinya.Sekali lagi Fariz meyakinkan Eldwin dengan kembali bertanya perihal penjualan rumah itu. Dan jawaban Eldwin tetap sama. Menjualnya.Eldwin tak punya jalan lain, setidaknya sebagai awal untuk menjalankan kembali restoran dia harus berkorban sesuatu. Menjual motornya masih sangat kurang, jadi percuma saja.“Menjual rumah?” Bi Rum kaget mendengar pembicaraan Eldwin dan Fariz di telepon.“Iya Bi.”“Tapi Den, rumah ini satu-satunya peninggalan Almarhum orang tua Den Eldwin. Rumah ini banyak kenangannya Den.” Bi Rum terlihat begitu sedih.“Kalau Bibi khawatir mau tinggal di mana, nanti Bibi pulang saja ke rumah. Aku bisa tinggal di kosan atau mengontrak rumah. Lagi pula aku cuma sendiri Bi.”Bi Rum menggeleng-geleng tak setuju.
Eldwin sangat awam dengan bisnis restoran. Tapi dengan kepintarannya dia mencari solusinya di internet. Dia harus mendapatkan investor, atau penggalangan dana. Benar-benar dana sangat dibutuhkan untuk bisnis itu. Dan untuk mencari investor dia tidak bisa melakukannya seorang diri. Dia kemudian menghubungi Fariz. “Tolong kau buat lowongan pekerjaan untuk bagian Manajer, sekretaris dan bagian keuangan. Aku akan fokus mencari investor,” pinta Eldwin. “Baik Pak Eldwin, saya juga akan membantu Anda Pak Eldwin.” “Boleh saja.“ Eldwin tak merasa keberatan sedikit pun, bantuan itu sangat berarti untuknya. Eldwin memiliki banyak kenalan dan teman di kampus. Eldwin memulai menawarkan proposal yang dibuatnya pada mereka. Di hari pertama Eldwin gagal, tak satu pun berminat untuk menjadi investor di restorannya. Di hari ke dua hasilnya masih sama. Sudah membuat Eldwin malas melanjutkan. Namun demi Mala, Eldwin kembali melanjutkan usahanya. Hari berikutnya hingga hampir satu Minggu
Eldwin sudah masuk ke dalam rumah, tapi Bi Rum masih menengok ke sana ke sini mencari sesuatu. Setelah tak menemukan apa yang dicarinya dia buru-buru menutup pintu lalu menyusul Eldwin.Pemuda itu sedang duduk di sofa di ruang keluarga. Kepalanya tertunduk dan murung. Setelah itu menyandarkan tubuhnya, mengangkat wajahnya dengan mata terpejam.Bi Rum datang menghampiri. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi terlihat ragu melihat keadaan Eldwin yang tampak lelah dan seperti ada sesuatu yang terjadi yang tidak baik. Bi Rum memutuskan untuk menunda apa yang ingin dia tanyakan. Wanita itu lantas pergi ke dapur dan mengambil air minum lalu kembali lagi menemui majikan mudanya.“Den, minum dulu.” Bi Rum meletakan gelas itu di meja. Dia masih belum berani untuk mengajaknya berbicara dan dia berlalu meninggalkannya.Terakhir melihat Eldwin tampak bahagia saat pemuda itu tiba-tiba mengatakan ingin pergi ke Yogya menemui Anna. Wajahnya semringah dan penuh semangat. Dia juga b
Esok harinya, pagi-pagi sekali Eldwin telah tiba di stasiun. Dia turun dari sebuah taksi. Melakukan pembayaran melalui aplikasi. Setelah itu dia melangkahkan kakinya menuju ruang tunggu. Eldwin baru pertama itu naik kereta. Selain untuk menghemat biaya, dia tidak terlalu terburu-buru untuk tiba di Jakarta. Sebelumnya dia memang berangkat menggunakan pesawat supaya bisa cepat tiba di rumah Anna dan bertemu dengannya. Rindu yang datang tiba-tiba usai mengetahui isi hati Anna lewat catatan notes itu membuat Eldwin merasa memiliki harapan besar untuk bisa rujuk kembali dengan Anna. Sehingga tanpa membuang-buang waktu ia langsung memesan tiket pesawat dan meluncur ke Yogyakarta. Srekk! Tiba-tiba seseorang menabrak bahunya dari arah belakang. Seorang perempuan, mengenakan jilbab lebar dan gamis berwarna putih tulang yang panjangnya hingga menutup seluruh tubuhnya. Kecuali sepasang matanya yang dia perlihatkan. Mata yang indah dan menawan. “Maaf,” ucap perempuan itu sembari men
Eldwin masih ingat setiap kata yang ditulis Anna di buku notes. Buku itu juga dia bawa sebagai bukti bahwa sebenarnya Anna telah jatuh cinta dengan dirinya. Segala perasaan, amarah dan rahasia hatinya yang tak pernah orang lain tahu karena notes itu Eldwin mengetahuinya. Lembaran ke 5 'Dia pemuda yang sudah berani menyentuhku. entah apa yang ada dalam pikirannya, dan itu benar-benar sangat kurang ajar membuatku sampai merinding. bahkan Raka tak pernah melakukan itu padaku.' lembaran ke 6 ‘Hari ini aku kehilangan ciuman pertamaku, bersamanya seorang pemuda arogan yang tak menyukaiku.’ lembaran ke 7 ‘Dia membenci pernikahan kami, tapi dia mau menyentuhku. Membuatku merasa seperti istri pemuas saja.’ lembaran ke 8 Dia memberikan kejutan manis dengan liburan di pantai dan menginap di hotel. dia mengatakan menyukaiku, kata-kata yang manis yang membuatku serasa terbang, tapi aku menolaknya.