Bi Rum berulang kali menengok keluar siapa tahu Eldwin pulang. Dia juga terus mencoba menghubungi Eldwin .
Tapi hingga jam dua belas siang Eldwin masih tak tampak batang hidungnya. Bi Rum gelisah, takut disalahkan atas kepergian Aisha yang tanpa izinnya.Bi Rum bertambah berdebar-debar tatkala mendengar deruman motor memasuk garasi. Bi Rum yang tengah mencuci perabotan memasak buru-buru membersihkan tangannya lalu meninggalkan pekerjaannya yang belum kelar.Dia berlari dengan tergopoh-gopoh membukakan pintu. Eldwin melangkah masuk, wajahnya terlihat letih lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.Bi Rum masih berdiri di tempat itu, menundukkan wajahnya tanpa mengatakan apa pun. Melihat sikap tak biasa asisten rumahnya itu Eldwin menjadi penasaran.“Ada yang ingin Bibi katakan? Kalau tidak tolong buatkan aku lemon dingin!” perintah Eldwin.Bi Rum mengangkat wajahnya ragu, antara ingin bicara saat itu atau menunggu. Akhirnya dia mengangguk dan berlalu pergi keDi dalam mobil di sepanjang perjalanan Anna hanya duduk diam. Membuang pandangan ke luar jendela mobil. Dia tak sepenuhnya memperhatikan apa yang dia lihat di luar sana, yang bergerak begitu cepat seiring mobil yang terus berjalan dengan kecepatan sedang, yang semakin membuat kepalanya menjadikan pusing.Di sampingnya duduk pria lebih dewasa yang sepertinya terus memperhatikan ke arah dirinya. Anna seakan merasakan tatapan itu yang membuatnya merasa risi.“Aku sudah tahu kau ini Anna, jadi kenapa masih menyembunyikan wajahmu di balik kain itu.”Anna merasakan pergerakan tangan Raka hampir menyentuh kain di wajahnya. Anna menghindar dengan cepat hingga Raka gagal melakukan niatnya. Anna memelototinya tajam.“Jangan bersikap tidak sopan, kau pikir aku ikut denganmu untuk diperlakukan seperti ini? Kita tidak ada hubungan apa pun Raka, ingat itu!” Anna sangat marah, terdengar dari nada bicaranya.Raka seakan tak terpengaruh dengan reaksi Anna. Pria itu tetap bisa tersenyum meskipun
Anna masih duduk di ruang kerjanya. Dia ingin fokus dengan pekerjaannya tapi tidak bisa melepaskan diri dari memikirkan Eldwin. Pemuda itu tidak akan muncul selama beberapa hari di restoran, seharusnya tidak ada masalah. Dirinya yang akan menjaga restoran itu seperti sebelumnya. Barusan Eldwin menemuinya dan mengatakan semua itu, padahal sebelumnya ke mana pun dia akan pergi tak pernah mengatakan apa pun, pergi dan pulang sesuka hati. Tapi hari itu dia seakan berpamitan.Anna merasakan sedikit kecemasan, dan satu-satunya cara adalah menemuinya kembali. Pembicaraan singkat itu serasa tidak cukup untuknya.Anna masih bimbang ingin menemuinya sebagai siapa? Aisha atau Anna? Dan seharusnya kehadiran Anna yang bisa membuat Eldwin bahagia dan bersemangat. ‘Tapi tidak, jika aku menemuinya sebagai Anna dia Mungkin akan menjadi lemah dan berat untuk berpisah, mengingat saat ini Eldwin sedang ingin bertemu dengannya.••Malam harinya Aisha pulang. Dari Fariz dia tahu Eldwin sudah pulang s
Aisha memikirkan alasan apa yang tepat untuk bisa menolak permintaan Eldwin, karena jika Eldwin mengetahuinya hari itu sepertinya belum tepat.“Saya sedang berpuasa, jadi saya tidak bisa menemani Anda makan,” jelas Aisha.Eldwin mendesah. Jika itu sudah menjadi Jawaban Aisha dia tidak bisa memaksanya.“Kalau begitu pergilah, aku tidak bisa makan jika ada yang mengawasi.”Aisha tersenyum dibalik cadarnya.“Saya ingin mendengar pendapat Anda tentang masakan saya, apa terlalu asin, manis atau pedas.” Dan dia tetap duduk menunggu di seberang meja di hadapan Eldwin.Eldwin mengabaikannya, kemudian mulai menikmati makanan dengan tenang. Rasanya makanan yang masuk ke mulutnya sama persis dengan masakan buatan Anna. Dia sesekali memandang ke arah Aisha ketika makanan masuk ke mulutnya, dan mendapati bayangan wajah Anna yang duduk di hadapannya, membuatnya bersemangat.Tapi setelah menyadari itu hanya fatamorgana, Eldwin menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menyingkirkan pikirannya t
Anna ingin sekali beranjak dan pergi meninggalkan tempat itu, tapi sebagai Aisha yang belum ada ikatan hubungan apa pun dengan Eldwin mengapa harus terlihat marah mendengar perkataan Erika tentang foto itu. Anna berusaha menahan dirinya untuk tetap bertahan di sana.“Jadi kau ingin memerasku dengan foto itu?” tanya Eldwin.“Kau pintar sekali Eldwin, tapi jangan katakan ini sebagian pemerasan, terlalu kasar. Bagaimana kalau kita anggap sebagai barter saja. Kau berikan uangnya dan aku berikan foto-foto ini.”Eldwin memajukan tubuhnya. Matanya yang hitam menatap Erika tajam.“Kau anggap aku bodoh, apa kau pikir aku percaya setelah menerima foto itu lalu kau akan berhenti memerasku. Kau menyimpan filenya, kau bisa memerasku kapan saja.”Erika tersenyum seakan menertawakan.“Mungkin apa yang kau katakan itu bisa saja terjadi, tapi sebentar lagi aku akan menikah dengan pria kaya seperti Roy, aku mungkin tidak akan terburu-buru untuk meminta uang darimu.”Eldwin beranjak berdiri.“Be
Eldwin telah bersiap untuk melangkah menghampiri Erika dan selingkuhannya, tapi mendadak dia merasakan pegangan tangan Aisha di lengannya terlepas. Eldwin menoleh. Memandang Aisha dengan tatapan Dingin.Aisha memalingkan wajah dan tertunduk, lalu mundur satu langkah menjauh.Melihat sikap itu Eldwin merasa ada yang tidak beres. Tapi dia tidak ingin semuanya menjadi berantakan karena sikap Aisha yang plinplan.Eldwin mendekati Aisha kemudian meraih telapak tangannya. Sepasang mata Aisha langsung membulat sempurna. Dia ingin protes tapi tak mampu.Tak berhenti hanya sampai di situ, Aisha kembali merasakan jemari tangan Eldwin menyusup di jari jemarinya yang ramping. Wajah Aisha kini tampak semakin bersemu memerah, wajahnya terasa panas dan jantungnya berdebar begitu cepat.“Jangan berusaha merusak rencana yang sudah tertata. Fokuskan dirimu bagaimana membuat perempuan bergaun merah menyala itu cemburu, kesal, Dan marah.” Eldwin mengingatkan kembali tujuannya
Seperti sebelumnya Eldwin mengikuti Aisha dengan jarak yang tidak disadari Aisha, hingga akhirnya dia tiba di rumah.Aisha membuka pintu dengan kunci di tangannya. Mendorong pintu ke dalam, lalu dirinya menyusul masuk. Pintu segera ditutup kembali. Namun tak sampai dua detik Aisha sudah membuka pintu kembali dengan cepat. Kepalanya melongok ke luar tepat saat motor Eldwin berhenti di depan halaman rumah kosnya. Sesuai dugaannya, motor itu tiba usai dirinya masuk.Pengemudi motor tak membuka kaca helmnya, tapi sepasang mata di balik helm itu saat ini tengah menatap Aisha, kepergok saling bertemu pandang tanpa disengaja.Meskipun tak memperlihatkan wajahnya, Aisha hafal betul pengendara motor itu adalah Eldwin.‘’Eldwin?’ batin Aisha. Saat bibirnya siap memanggil nama itu lebih keras, Eldwin telah membawa motornya pergi meninggalkan tempat itu tanpa mengatakan apa pun. ‘Jadi dia mengikuti Aisha diam-diam selama ini?’ batin Anna akhirnya menyadari.