Share

Bab 3. Bos dan Office Girl

Perlakuan tidak menyenangkan yang diterima Evita selama bekerja di Neo Creative memang sudah menjadi makanan sehari-hari. Hinaan, cibiran, dan tatapan merendahkan, sudah sering Evita dapatkan. Entah apa yang membuat mereka begitu tidak menyukai Evita, karena wanita itu merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang neko-neko. Namun, baru kali ini ada pegawai yang berani melakukan tindakan di luar batas. 

Lalu, tiba-tiba saja seseorang muncul menyelamatkan dirinya. Evita merasa begitu lega, namun saat melihat sosok itu, mendadak wajah Evita menjadi pucat. 

'Grady?' Evita hanya dapat menyebut nama lelaki itu di dalam hati.

Sekujur tubuh Evita terasa membeku. Jantung di dalam dadanya mengentak dengan kuat, hingga rasanya seperti akan melompat. Evita mendengar semuanya, ketika lelaki itu menegaskan siapa dia dan apa saja yang dapat dilakukannya terhadap Willy. Buru-buru wanita itu menundukkan kepala, setengah memutar badan agar Grady tidak melihat wajahnya.

Sudah satu tahun, dan Evita pun telah memaafkan apa yang pernah lelaki itu lakukan padanya. Memang luka yang tercipta akan tetap membekas. Namun, rasa cinta yang Evita rasa untuk lelaki itu terlalu besar, hingga mudah saja bagi Evita untuk melupakan kejadian tersebut.

Semua baik-baik saja, dan Evita mulai dapat menjalani hidupnya dengan tenang, meski tidak semulus yang dia harapkan. Hingga lelaki ini muncul kembali dengan tiba-tiba.

Degup jantung Evita semakin menggila ketika di pantry hanya tersisa mereka berdua. Grady berbicara padanya, namun dia tidak sanggup menjawab. Lalu dia lihat Grady mendekat, membuatnya beringsut untuk menghindar. 

"Aaa!" pekik Evita saat wanita itu merasakan tarikan di tangannya.

Sontak saja wanita itu mengangkat wajah. Mau tidak mau, akhirnya pandangan mereka pun bertemu. Sekarang, bukan hanya Evita yang terkejut. Grady pun melebarkan kelopak mata dengan belah bibir yang membuka.

"Kamu?" Lelaki itu menatap kedua mata Evita secara bergantian.

Ketakutan yang dirasa wanita itu membuat tubuhnya gemetar. Evita tidak terlalu yakin, namun pada malam nahas itu, dia mendengar lelaki tersebut menyebut nama aslinya. Dan kini, Evita takut jika Grady mengenali dirinya sebagai Lady Amora.

"Evita? Kamu Evita, kan?" Lelaki itu mengendurkan tangannya di lengan Evita. Dia hela napas panjang lantas memeluk tubuh wanita itu dengan erat. "Ya Tuhan! Aku sangat merindukanmu," ujar lelaki itu dari balik punggung si wanita.

Evita tertegun. Dia tidak yakin dengan indera pendengarannya. Apakah baru saja Grady mengatakan bahwa lelaki itu merindukannya? 

Wanita itu memejamkan mata, hingga bulir bening terjatuh dari celah netra. Dia tarik napas lalu dia dorong dada lelaki itu menjauh.

"Maaf, Pak. Saya bukan orang yang Bapak maksud," elak Evita tanpa berani melihat pada lelaki itu.

"Lihat aku! Ini aku, Grady," titah lelaki itu. "Dan aku yakin kamu adalah Evita," ujarnya lagi seraya menjulurkan tangan untuk menyentuh lengan wanita itu. 

Evita menghindar lalu meneguk ludah. Otaknya berputar cepat memikirkan cara untuk segera pergi dari ruangan "tak beroksigen" ini.

"Bukan, Pak. Maaf, saya harus kembali bekerja," kata Evita yang lantas pergi meninggalkan Grady.

Wanita itu berlari ke toilet dan menangis sejadinya di sana. Dia tidak mengerti. Mengapa sikap Grady berubah drastis dari saat terakhir kali mereka bertemu. Apa Grady tidak mengenali dirinya? Apa lelaki itu tidak tahu siapa sebenarnya Lady Amora?

Ah, Evita ingat. Waktu itu Grady mabuk. Ya, wanita itu ingat betul dengan aroma alkohol dan rasa manis bercampur pahit ketika lelaki itu menciumnya. Jadi, benarkah Grady tidak mengenalinya sebagai Lady Amora?

Lalu apa yang harus Evita lakukan? Apakah Evita harus senang karena lelaki itu tidak tahu bahwa dia adalah orang yang ingin dibunuhnya setahun lalu? Lantas, bagaimana jika lelaki itu berhasil mengingatnya?

"Tuhan ..., apa yang harus kulakukan?" rintih Evita. Wanita itu menangis tersedu sambil menyandarkan kepala pada dinding, dan membiarkan dingin memeluknya.

Setelah cukup lama membiarkan dirinya menangis, Evita menyeka air mata kemudian membasuh wajahnya dengan air dingin. Bertumpu pada pinggiran wastafel, Evita memandangi bayangan wajahnya di dalam cermin. Dia buang napas keras melalui mulut. Usai meluapkan sesak dalam dada dengan tangisan, Evita merasa jauh lebih baik. 

"Kamu pasti bisa melewati semua ini, Ev." Wanita itu berbicara dengan bayangannya sendiri di dalam cermin, memberikan semangat untuk menjadi kuat.

Dia lantas keluar dari kamar mandi untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Semoga saja Grady sudah tidak ada di sana. 

Saat sedang berjalan di selasar, ponsel dalam sakunya bergetar. Evita memeriksanya, dan ternyata ada pesan masuk dari Dewi—teman seprofesinya yang bertugas di lantai atas.

Dewi: Kamu lagi di mana, Evita? Semua kumpul di ruang konferensi. Ada pengumunan penting.

Kening Evita berkerut, membaca pesan tersebut. Wanita itu berpikir, mungkin dia terlalu larut dalam tangisan hingga tidak mengetahui informasi ini.

Evita: Segera ke sana.

Balasan singkat itu terkirim sesaat setelah selesai diketik. Evita mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pekerjaan dan langsung menuju ruang konferensi. 

Ketika Evita masuk ke sana, office support yang lain sudah berkumpul. Dia lantas bergabung dengan Ranti dan Dewi, rekan seprofesinya.

"Ke mana aja—lho, nangis?" tanya Ranti—si Office girl lantai bawah, dengan raut khawatir.

"Tadi kemasukan debu pas bersih-bersih. Pedih banget sampai nangis." Evita menjawab dengan alasan yang pertama melintas di kepalanya. "Ada pengumuman apa sih?" tanyanya kemudian.

Ranti memirngkan kepala, kemudian berbisik, "Katanya bakal ada pimpinan baru."

Kepala Evita menoleh cepat pada rekannya itu. "Pimpinan baru?" tanyanya dengan alis berkerut.

Belum sempat Ranti menjawab, beberapa orang tampak memasuki ruangan. Evita kenal salah satunya. Grady. Lalu, apakah lelaki itu yang akan menjadi pimpinan baru?

Pertanyaan Evita terjawab tak lama setelah orang-orang itu berdiri menghadap pada para karyawan. Hasan mengumumkan secara resmi bahwa terhitung mulai hari ini, Grady akan menjadi pimpinan Neo Creative.

Sendi-sendi di tubuh Evita terasa lemas. Ini artinya dia dan Grady akan bekerja dalam satu perusahaan yang sama, sebagai bos dan office girl.

Bagus! 

Pada saat melakukan perkenalan di hadapan karyawan, Grady beberapa kali memperhatikan Evita. Meski mulutnya terus berbicara, tetapi pandangan lelaki itu seperti berat sekali untuk berpaling dari si wanita.

Kembali melanjutkan pekerjaan hingga jam kerja karyawan selesai, Evita tak lagi bertemu dengan Grady. Ruang kerja lelaki itu berada di lantai tiga, sehingga kemungkinan untuk bertemu memang kecil sekali. Dan ini membuat Evita merasa sedikit lega. Karena, meski berada dalam satu instansi yang sama, mereka pasti akan jarang berjumpa.

Datang paling awal dan pulang paling akhir, sudah biasa Evita lakukan. Akan tetapi, ada yang berbeda dengan hari ini. Saat dia sedang membersihkan ruangan, terdengar derap langkah kaki mendekat.

"Aku tahu itu kamu. Kamu nggak bisa mengelak lagi, Evita.” Terdengar suara laki-laki yang familiar di telinga wanita itu.

Evita menoleh ke arah sumber suara seraya menegakkan badan. Dilihatnya Grady sedang berjalan mendekat dengan senyum tipis yang terulas, membuat wanita itu merasa kehabisan napas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status