Share

Tawaran Loli

“Gimana Ras, jadi tidak? Kok malah ngelamun gitu?” tanya Loli.

“Eh, iya. Saya ingin kerja di tempatnya Mami Amoy,” pintaku.

“Mau kerja apa? Pemandu Lagu, mau?” tanya Mami Amoy.

“Maaf saya nggak bisa nyanyi, Mi.”

Mami Amoy tertawa. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Apakah aku salah ngomong?

“Pemandu Lagu itu tugasnya menemani tamu nyanyi, bukan Kamu yang nyanyi,” terang Loli.

“Oh, gitu ya. Kalo juru masak kafe ada lowongan nggak Mi?” tanyaku.

“Nggak ada. Adanya Pemandu Lagu atau … Kamu mau coba open B0?”

“Kerja apa itu Mi?”

“Kerjanya hanya nemani pelanggan saja.Gajinya lumayan. Untuk tiga bulan pertama tiga juta, setelahnya lima juta. Itu belum ditambah tips dari pelanggan yang royal.”

“Ya, udah Mi. Aku mau kerja yang open B0 aja gapapa. Soalnya saya lagi banyak butuh uang untuk pengobatan Bapak dan biaya sekolah adikku.”

Mami Amoy tersenyum. Lalu dia mengeluarkan selembar kertas bermaterai. Dia menyerahkan kertas itu padaku. Aku membacanya sekilas karena langsung disuruh menandatangani surat itu.

”Udah tanda tangan cepet, nanti keburu malam,” pinta Mami Amoy.

Aku langsung menandatangani kontrak kerja itu tanpa tahu isinya lebih dalam. Bagas datang membawakan teh. 

“Silakan diminum dulu tehnya,” kataku menyilakan kepada Loli dan Mami Amoy.

“Sekarang berkemaslah, kita berangkat hari ini juga!” kata Mami Amoy. 

“Langsung hari ini, Mi?” Jantungku tiba-tiba berdebar-debar tak menentu. Ada sedikit rasa takut yang tiba-tiba menyergap dalam dada.

Aku bahkan belum memberitahukan kepada bapak tentang pekerjaanku ini. Namun, jika kuberitahu, aku takut bapak tidak akan mengizinkanku pergi jauh. 

Kuputuskan untuk memberitahukan ke Bagas saja. Kujelaskan aturan minum obat untuk Bapak kepada Bagas. Aku berpesan jika ada apa-apa bisa minta tolong Mas Hanif. Bagas pun mengerti dengan penjelasanku mengapa aku ingin segera bekerja lagi.

Beberapa saat kemudian aku sudah siap berangkat bersama Loli dan Mami Amoy. Sebelum berangkat, Mami Amoy mengeluarkan sebuah amplop cokelat tebal dan menyerahkannya padaku.

“Apa ini, Mi?” tanyaku.

“Itu uang lima belas juta, Kata Loli, Kamu lagi butuh uang untuk biaya berobat ayahmu. Loli udah cerita padaku. Makanya aku bawakan uang agar Kamu tidak kepikiran rumah.” kata Mami Amoy.

Aku seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ada rejeki lima belas juta tiba-tiba. Kuberikan uang itu kepada Bagas. Kuminta dia untuk mengembalikan pinjaman uang dari Mas Hanif. Sisanya dipegang Bagas. Aku sendiri hanya mengambil lima ratus ribu untuk pegangan.

Saat hendak berangkat terdengar suara adzan magrib. Aku minta izin kepada Mami Amoy untuk sholat magrib dulu. Dia mengizinkanku dengan wajah sewot karena mungkin sedikit memperlambat perjalanannya menuju ke kota. Sebelum berangkat kerja ke kota, aku berdoa kepada Allah agar selalu menguatkan imanku dan melancarkan segala urusanku.

Bakda Magrib tepat, aku meninggalkan rumah bapak. Tanpa terasa air mataku keluar deras memandangi Bagas yang melambaikan tangan padaku. Begitu pula Bagas. Dia pun menangis melepas kepergianku.

Mami Amoy mengemudikan mobil besar berwarna putih. Aku duduk di jok tengah. Sedangkan Loli dan Mami Amoy duduk di jok depan.

Rasa kantuk menyerang kedua mataku. Tiga hari tiga malam menjaga bapak membuatku kurang tidur. Aku pun ketiduran saat Loli dan Mami Amoy sedang membicarakan pekerjaan yang tidak kumengerti.

******

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status