Share

Kerja ke Kota

Suara klakson mobil membangunkan tidurku. Kulihat rumah besar berlantai dua dengan pagar yang tinggi. Tak berapa lama kemudian, pintu gerbang rumah terbuka.

Ada petugas satpam membukakan pintu. Kemudian pintu itu ditutup kembali. Rumah itu memiliki tempat parkir yang luas. Di dalam rumah ada empat mobil   juga beberapa motor terparkir.

Loli menyuruhku turun dari mobil duluan. Begitu aku turun, seseorang berbadan tegap dan berambut pendek mengambil koper serta tasku. Dia memintaku untuk mengikutinya. Rupanya aku dibawa ke lantai dua. Kulihat Loli masih ngobrol sama Mami Amoy di dalam mobil.

Kuhitung ada enam kamar berhadap-hadapan. Ada empat kamar mandi. Kamarku berada di paling ujung.

“Ini kamarmu. Kuncinya ada di dalam pintu,” kata lelaki tegap itu.

Aku memasuki kamarku yang luasnya kira-kira 2 x 3 meter. Di dalamnya ada AC dan televisi. Badanku terasa lelah habis perjalanan.

Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang sangat empuk. Tak berapa lama, pintu kamarku diketuk dari luar. Kubuka pintu kamar.

Kulihat perempuan paruh baya membawa nampan berisi makanan dan minuman jus buah. Ada buah pisang dan sebutir obat kecil berwarna putih.

“Mbak ini makanannya dihabiskan. Jangan lupa setelah itu obatnya diminum, itu vitamin biar badannya segar besok pagi.” 

“Terima kasih, Bik.” Aku menerima nampan itu karena memang perutku sudah terasa lapar.

Jam tanganku menunjukkan pukul sepuluh malam. Berarti perjalanan ke tempat ini ditempuh dalam waktu tiga jam lebih.

Aku menghabiskan makanan yang disediakan tanpa sisa. Jarang-jarang aku makan ikan bakar dengan sayur oseng kangkung yang enak sekali. Aku hendak mengembalikan nampan itu ke dapur yang tadi kulihat berada persis di sebelah kiri tangga.

Saat berjalan di lorong kamar, aku berpapasan dengan sepasang laki-laki dan perempuan memasuki  kamar. Pakaian yang dikenakan perempuan itu sangat tipis dan mengundang hasrat laki-laki. 

Aku meletakkan nampan di dapur yang sepi tidak ada orang. Aku bergegas meninggalkan dapur. Lagi-lagi aku  berpapasan dengan pasangan bergandengan mesra. Saat melewati  lelaki itu, aroma alkohol menguar dari mulutnya. Aku menjadi takut. Buru-buru aku masuk kamar dan menguncinya dari dalam kamar.

Aku berusaha untuk tidur namun bayangan pasangan laki-laki perempuan menghantui pikiranku. Apa yang mereka lakukan di dalam kamar? Apakah mereka melakukan hubungan terlarang? Astagfirullah!

Aku lupa belum mengerjakan sholat isya’. Aku keluar menuju kamar mandi. Aku berwudhu untuk menunaikan sholat isya, tapi aku tak tahu arah kiblatnya.

Ketika keluar dari kamar mandi aku bertemu dengan seorang perempuan berpakaian minim dan seksi.

“Mbak boleh nanya?” kataku setengah berteriak membuat langkahnya terhenti.

“Tanya apa? Kamu anak baru di sini ya?”

“Iya, Mbak. Maaf arah kiblat ke mana ya?”

“Arah kiblat? Kamu mau apa?”

“Aku mau sholat nggak tahu arah kiblat.”

“Sholat? Ha…ha … ha. Rupanya kamu masih polos ya? Jangan sok suci kalo kerja di sini! Cuiih!” Aku terperanjat ketika perempuan itu meludahiku.

Untung aku sempat menghindar. 

Buru-buru aku masuk kamar. Saat hendak masuk kamar, kulihat Bik Ijah berjalan tergopoh-gopoh. 

“Ada apa Bik?” tanyaku.

“Anu, Mbak. Mau ambil piring dan gelas kotor.”

“Oh udah saya kembalikan ke dapur Bik.”

“Lain kali biar Bibik yang ambil ya, Mbak. Nanti Bibik dimarahi Mami Amoy jika Mbak Laras yang mengembalikan sendiri.”

“Kenapa bisa begitu Bik?”

“Saya kurang tahu, Mbak. Perintahnya seperti itu. Bibik harus mengantarkan makanan ke kamar Mbak Laras.”

“Oh, iya Bik. Saya mau tanya. Arah kiblatnya sebelah mana ya?”

“Di sebelah sana, Mbak!” Bik Ijah menunjukkan arah kiblat dengan tangan kanannya.

“Makasih, Bik.” Habis sholat aku berdoa agar dijauhkan dari bahaya. Alhamdulillah usai menunaikan sholat perasaanku menjadi lega dan bisa istirahat.

Suara adzan subuh  samar terdengar dari tempat tidurku. Rupanya rumah ini jauh dengan masjid. Aku keluar untuk mengambil air wudhu. Lampu temaram menerangi lorong kamar. 

Usai sholat subuh pintuku diketuk dari luar. Kubuka pintu.

“Mandilah keramas! Hari ini Kamu udah mulai bekerja dengan Mami Amoy. Ini pakaian yang bisa kamu pilih untuk menemani pelanggan. Bekerjalah dengan baik, jangan buat pelanggan kecewa! Jika itu terjadi Kamu akan dihukum cambuk oleh Mami Amoy. Ini pakaian kerjamu, semua sudah ada di dalam koper” Panjang lebar bicara lelaki berbadan tegap yang kemarin membawakan koperku itu, membuatku bingung dan takut.

 Jam baru menunjukkan pukul lima dan aku diharuskan mandi keramas. Pekerjaan apa yang akan kulakukan sepagi ini?

Aku terpaksa menuruti lelaki berbadan tegap itu karena takut kena hukuman cambuk dari Mami Amoy. Rasanya pasti sakit sekali dan akan menimbulkan luka memar yang perih.

Aku segera mandi keramas. Lalu membuka koper berisi pakaian kerjaku yang  sudah disiapkan. Kurasa bajunya baru semua karena tercium bau harum khas pakaian dari pabrik. Baju yang kukenakan berupa rok span warna hitam dan baju putih  panjang berkerah. Ada blazer ungu beserta parfum yang harus kusemprotkan di baju. Yang mengherankan ada baju tidur transparan seperti kurang bahan warna pink. Mengapa ada k*nd*m pria di dalam koper? 

Hatiku mulai gelisah. Pintu diketuk lagi dari luar. Kubuka pintu kamar dan kulihat lelaki berbadan tegap itu langsung menarikku ke luar kamar. Dia mengunci kamar dan membawakan koper yang tadi diberikan padaku.

“Ikut aku!”katanya tegas.

“Saya mau dibawa ke mana?” Aku berusaha menenangkan diri dengan bertanya kepadanya.

“Nggak usah banyak tanya. Nanti Kamu juga akan tahu akan pergi ke mana,” kata lelaki itu ketus.

Hanya aku yang keluar kerja di pagi hari. Kulihat semua kamar masih tertutup dan sepertinya semua penghuninya masih lelap dalam tidurnya.

Aku diminta masuk ke dalam mobil sedan hitam. Lelaki tegap itu mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Aku duduk di jok belakang. Sesekali lelaki itu mencuri pandang kepadaku. Aku pura-pura tidak melihatnya.

Hatiku dongkol diperlakukan dingin olehnya.

Mobil itu berhenti di sebuah bangunan berlantai delapan. Kulihat ada tulisan  Emerald Apartment di depan gedung. Lelaki itu mengajakku naik ke lantai empat. Lalu dia berjalan menuju sebuah kamar. Ada beberapa kamar yang kulewati. 

Setelah sampai ke kamar yang dituju, dia mengetuk pintu dua kali. Pintu kamar terbuka. Keluarlah seorang lelaki paruh baya yang masih tampan dan  tubuhnya atletis. Aku disuruh masuk oleh lelaki tegap itu sambil menyerahkan koper kerjaku. Lalu dia minta ponselku. Sebelum pergi dia berbisik padaku. 

“Aku menunggumu di bawah, jangan coba untuk melarikan diri! Temani langganan Mami dengan baik, jangan sampai mengecewakannya!”

Lelaki tegap itu meninggalkanku sendirian. Aku masih ragu untuk masuk kamar yang pintunya sudah terbuka itu. 

“Masuklah, jangan takut denganku!” ucap lelaki paruh baya yang mengagetkanku dari lamunan.

Dengan pelan aku memasuki kamar itu.

Ternyata dalamnya sangat luas. Seperti rumah kontrakan saja. Ada ruang tamu, kamar mandi yang disekat dalam kaca, ruang tidur  dan dapur yang terlihat tanpa sekat tembok atau kayu.

“Duduklah! Kamu mau minum apa?”

“Eh, terserah Bapak aja.”

“Panggil aku Om Bram, itu terdengar lebih enak daripada Bapak seperti katamu,” protes lelaki paruh baya yang mengaku bernama Om Bram itu.

Kulihat dia membuka kulkas dan mengeluarkan minuman dalam kemasan botol. Dia buka botol itu dan menuangkannya  ke dalam  gelas bening. Ada gelembung udara dalam gelas. Kurasa itu minuman bersoda seperti Spr*te atau sejenisnya.

“Minumlah!” perintahnya.

“Maaf, saya belum sarapan, apakah tidak apa-apa minum air soda dingin?” Aku menolaknya dengan halus.

“Oh,  Kamu ngga terbiasa minum bersoda? Kuambilkan jus buah, mau?”

Entah mengapa aku hanya mengangguk. Dia lalu mengambil jus buah jambu dalam kemasan ukuran sedang. Lalu dia tuangkan ke dalam gelas baru.

Karena segan, aku meminumnya seteguk jus buah jambu itu.

“Mandilah! Aku akan menunggumu di dalam kamar tidur.”

Apa? Aku harus mandi lagi? Bukankah aku sudah mandi tadi?

“Maaf, saya udah mandi sebelum ke sini Om,” protesku.

“Aku tidak suka bau parfummu. Cepatlah mandi!Jangan buang-buang waktuku! Habis ini ada rapat yang harus aku hadiri.”

Aku ragu untuk mandi  karena kamar mandinya transparan hanya disekat oleh kaca dan kelihatan dari luar. Jika aku mandi, seperti ikan dalam aquarium. Aku bingung. Sementara jantungku berdetak keras.

“Cepatlah mandi! Ato Kamu mau mandi bareng?” ucap Om Bram yang membuat bulu kudukku berdiri.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status