Aku benar benar tidak mengharapkan kedatangan Mas Romli, kalau hanya untuk menyakiti perasaan kami"Bu, kita bicaranya di dalam saja ya! Nggak enak rasanya, kalau kita berbicara di luar begini. Takutnya ada orang yang melihat dan mendengar pembicaraan kita ini," ajak Roni."Iya, Bu, lebih baik bicaranya di dalam saja supaya lebih nyaman," timpal Neng Risma.Kami semua pun akhirnya masuk ke dalam dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu. Kemudian Mas Romli pun memberitahu kami, tentang maksud kedatangannya tersebut. Kami semua pun mendengarkan apa yang diungkapkan oleh Mas Romli, tanpa mau mencela atau memotong pembicaraannya.Mas Romli menceritakan, kenapa Ia sampai meninggalkan kami waktu itu. Ternyata ia diminta oleh bosnya, supaya mau menikahi anaknya yang telah hamil. Sedangkan orang yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Karena dia iming-imingi oleh harta benda, Mas Romli pun tergiur dan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kami, demi perempuan yang lebih kaya tersebut
"Baiklah, aku akan menjawab pertanyaan kamu, Reno, biar kamu tidak harus bertanya terus." Neng Risma akhirnya angkat bicara."Nah ... begitu dong, Mbak! Terus apa yang akan menjadi jawaban, Mbak? Apakah Mbak akan menerima Mas Roni atau tidak," tanya Reno lagi.Ia terus saja mendesak Neng Risma, supaya Neng Rsma mau menjawab tentang perasaannya terhadap Roni. Neng Risma pun menarik nafas, lalu mengeluarkannya sebelum ia menjawab pertanyaan dari Reno. Kemudian ia pun membuka suara dan menjawab pertanyaan dari Reno."Iya, Reno, aku mau kok menerima perasaannya, Roni," sahut Neng Risma."Apa, Risma, aku kurang denger?" tanya Roni.Entah benar atau tidak, kalau ia tidak mendengar perkataan Neng Risma, hingga membuat ia bertanya lagi. Atau mungkin juga iya berpura-pura tidak mendengar supaya Neng Risma mengulangi perkataannya lagi."Ih masa sih, Ron, kamu nggak mendengar perkataanku. Masa iya sih aku harus ngulang lagi? Apa kamu sedang ngerjain aku ya," tanya Neng Risma.Ia seakan bisa mend
"Alhamdulillah, ya Bu, ternyata Mbak Risma mau menerima perasaannya Mas Roni.""Iya, Reno, Ibu juga merasa bersyukur," sahutku."Bu, aku lapar, Ibu tadi sudah masak kan ya, kita makan aja yuk, Bu!" ajak Reno."Apa tidak sebaiknya kita ajak Mas Roni dan Mbak Risma untuk makan bareng," tanyaku."Tapi sepertinya mereka sedang saling mengungkapkan isi hati mereka, Bu. Nanti kalau Reno ajak mereka makan bareng, malah Reno seakan mengganggu momen mereka lagi.""Ya sudah, kalau begitu kita makan duluan. Biar mereka berdua nanti menyusul," ujarku.Setelah itu kami berdua pun langsung mengambil piring, kemudian mengambil nasi serta lauk pauknya, lalu kami pun makan bersama, di meja makan yang ada di hadapan kami."Ibu, Reno, kok kalian makan nggak ngajak-ngajak kami sih! Tega banget kalian berdua tidak menawari kami," tegur Roni ketika ia datang menghampiri kami yang datang bersama Neng Risma."Maaf, Mas, kami memang sengaja tidak mengajak kalian makan bareng. Soalnya tadi itu kalian sedang
"Iya, Bu, Reno juga mendengar katanya ada maling. Ya sudah, ayo kita lihat siapa malingnya? Sepertinya sudah tertangkap," ajak Reno.Aku dan Reno pun akhirnya keluar rumah untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. Sudah banyak sekali orang yang berkumpul di pekarangan, baik perempuan dan juga laki-laki. Mereka saling berdesakan, mengerumuni seseorang yang aku kira dianggap sebagai malingnya.Suara orang-orang begitu riuh rendah mengatakan hal-hal yang kotor. Mereka memaki, mencaci orang yang dianggap sebagai maling tersebut. Aku pun begitu penasaran dan ingin tahu siapa orang tersebut. Apakah dia itu perempuan, ataukah laki-laki?Karena aku sama sekali tidak dapat melihat, siapa orang yang dianggap maling tersebut. Orang yang dianggap maling ini tertutup oleh orang-orang yang tadi mengejarnya. Aku pun bertanya dan terus berjalan dan memangkas jarak menuju kerumunan warga."Bu ... Bu Sari, ada apa ini, kok rame-rame di depan rumahku?" tanyaku kepada Bu Sari, yang kebetula
"Bos, ternyata apa yang dikatakan Pak Romli itu benar, kalau perempuan yang tadi itu hanyalah seorang penipu. Karena aku mencari kemana-mana pun sudah tidak ada di tempatnya. Kalau memang benar perempuan itu yang telah dicuri barangnya oleh Mas Romli, pasti sampai sekarang ia masih akan ada di tempat tadi. Tapi ini malah hilang ditelan bumi," ungkap Anto yang merupakan suruhan Pak Wiryo."Kurang ajar perempuan itu, ia telah berani berulah di daerahku! Lihat saja nanti, jika ia kembali ke daerah ini, maka aku yang akan menghabisinya!" Pak Wiryo berkata dengan begitu emosi, sampai-sampai giginya terdengar gemelutuk karena menahan amarah.Setelah itu para warga pun langsung meminta maaf kepada Mas Romli, mereka benar-benar meminta maaf karena telah gegabah dalam bertindak. Mas Romli memaafkan mereka, ia menganggap kalau semua itu adalah sebuah teguran baginya.Kemudian para warga pun berbondong-bondong pergi meninggalkan pekarangan rumah untuk balik ke rumahnya masing-masing. Mereka pun
"Tadi Bapak dihajar warga, Mas. Ia dituduh sebagai pencuri oleh seorang perempuan dan ternyata perempuan itu hanya membalikan fakta. Karena ternyata perempuan itu seorang pencopet, yang akan mencopet dompet Bapak," terang Reno."Apa, Reno, Bapak dihajar warga? Kok berani-beraninya mereka main hakim sendiri, tanpa menyelidiki kesalahannya terlebih dahulu. Terus siapa saja mereka itu, Reno?" tanya Roni.Ia bertanya penuh penekanan, serta dengan begitu emosi."Banyakan, Mas, hampir semua Warga dari sebelah timur mengejar dan menghajar Bapak hingga seperti ini. Termasuk Pak Wiryo dan anak buahnya," sahut Reno."Terus kamu sudah melaporkan semua ini kepada pihak yang berwajib belum," tanya Roni."Tidak, Mas, tidak dilaporkan ke polisi," jawab Reno, sambil terus mengobati Mas Romli.Wajah Roni berubah drastis, saat Reno mengatakan tidak melapor polisi."Lho ... kok kamu diam saja sih, Reno! Bapak kita dihajar sampai seperti ini, kenapa kamu tidak melaporkan kepada polisi. Aku tidak habis p
"Iya, benar, apa ada yang bisa saya bantu?" Security tersebut balik bertanya."Oh iya, Pak, kebetulan kami disuruh beliau untuk datang ke kantornya hari ini. Apa beliau sudah datang atau belum ya," tanya Roni lagi, setelah memberitahu maksud dan tujuan kami datang kemari.Ia menceritakan garis besarnya kepada security tesebut, bagaimana kami bisa berada di tempat ini."Oh ... ini, Pak Roni dan keluarga ya?" tanya balik Security."Benar, Pak, kok Bapak tau siapa kami?" tanya Roni lagi."Iya, Pak Romli sudah berpesan, jika Pak Roni dan keluarganya datang, diminta langsung masuk keruangannya. Kalau begitu, Bapak dan keluarga langsung masuk saja. Pak Romli sudah menunggu di ruangannya," ujar security tersebut.Ia mempersilakan kami untuk segera masuk, padahal kami tidak tahu ruangan Mas Romli di mana."Oh iya, Pak, apa Bapak bisa tidak menunjukan ruangan Pak Romli?" "Bisa, Pak, ayo saya antar," ajak Security tersebut."Terima kasih ya, Pak," ucap kami serentak."Sama-sama,Kemudian kami
Aku terpaksa bertanya demikian, sebab takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan nantinya. Aku takut, jika nanti istrinya Mas Romli akan mempermasalah, dengan apa yang telah diberikan oleh Mas Romli terhadap anak-anakku."Sudahlah, Reni, kamu nggak usah khawatir. Toh semua ini juga bukan dari hasil perusahaannya kok, lagian aku juga baru nyadar sekarang, kalau dia itu tenyata salah. Karena selama ini dia yang selalu melarangku untuk tidak memberikan nafkah kepada kedua anakku. Kini aku menyesal karena telah menuruti semua perkataan istriku, semua aku lakukan hanya demi kedudukan dan kekayaan. Kini aku mengakui, kalau dulu aku begitu bodoh, Reni. Aku tidak pernah bersikap tegas, sehingga aku selalu dimanfaatkan oleh keluarga istriku," papar Mas Romli panjang lebar menceritakan kejelekan keluarga istrinya. Ia pun berhenti berbicara sejenak, kemudian ia kembali bicara, "asal kamu tau, Reni, aku itu di paksa menjadi Bapak dari anak yang dikandungnya dari pria lain. Setelah lahir, a