Share

Bab 10

Saat hampir jam pulang kerja, Cindy masuk ke Kantor Direktur, meletakkan dokumen, lalu berkata, "Bibi meneleponku siang tadi, dia mengajak kita makan malam. Pak Yogi, kamu belum pulang selama setengah tahun."

Yogi mengerutkan kening dengan kesal. "Apa kamu sering menghubungi keluargaku?"

"Nggak." Cindy menjawab, "Bibi yang duluan meneleponku."

Yogi melirik arlojinya lalu melempar kunci mobil padanya. "Kamu bawa mobil. Aku suruh sopir antar Yona pulang."

Cindy mengikutinya sambil menatap punggungnya. Ada sesuatu yang ingin Cindy tanyakan, jadi dia membuka mulutnya, tapi tidak bisa bersuara.

Dia takut untuk mendengar jawabannya, jawaban yang sudah dia perkirakan sebelumnya.

...

Di meja makan Keluarga Walker, Nyonya Santi terus mengambil makanan untuk Cindy. "Kenapa kamu kurus sekali? Wajahmu juga pucat. Apa kamu sakit?"

Yogi memang orang berwajah dingin dan sedikit bicara, sikapnya juga sama di Keluarga Walker. Dia tidak berkata apa-apa selain menyapa Pak Cahyadi saat masuk.

Dia memperhatikan wanita itu menanggapi orang tua nominalnya dengan menyentuh wajahnya dan berkata sambil tersenyum, "Nggak, mungkin lipstik yang kupakai hari ini membuat kulitku nggak cerah. Aku akan buang setelah pulang."

Sekretaris Direktur Grup Mega sangat cakap, dia paling fasih dalam mengobrol dengan siapa pun. Dia membuat Nyonya Santi tersenyum bahagia.

Yogi tiba-tiba teringat perkataan Yona hari ini. Semua orang sangat menyukai Cindy. Memang benar, bukan hanya rekan kerja dan pelanggan, senior pun menyukainya.

Dalam tiga tahun terakhir, Cindy telah ikut campur dalam pekerjaan dan kehidupannya, untuk menangani semua yang boleh dan tidak boleh ditangani, sehingga orang tua dan teman-temannya menerima bahwa Cindy akan menjadi istrinya, bahkan sudah mengungkit pernikahan mereka lebih dari sekali.

Yogi mengerutkan keningnya.

Benar saja, Nyonya Santi kembali menyinggung soal itu.

Setelah seharian membangun persiapan mental, Cindy tetap saja tidak tahu harus menjawab apa, jadi dia memandang Yogi dengan bingung.

Yogi mengambil gelas dan meneguk, lalu berkata dengan suara seperti air, hambar dan tanpa kehangatan, "Nggak mungkin aku menikah dengan dia."

Cindy sedang mengambil sepotong iga, ketika mendengar itu, iga itu jatuh ke piringnya dengan pelan, tapi itu bagaikan menghantam jantungnya, seperti retakan kaca seperti jaring laba-laba.

Untuk sesaat, dia tidak bisa mendengar detak jantung sendiri.

Pak Cahyadi berkata dengan suara berat, "Kalau kamu nggak menikah dengan Cindy, siapa yang ingin kamu nikahi? Apa sekretaris muda di perusahaan! Jangan kira aku nggak tahu hal konyol yang telah kamu lakukan di perusahaan!"

"Pak Cahyadi ...." Cindy secara naluriah ingin meredakan konflik dadakan ini, dari dulu, dialah yang menjadi penengah dari konflik antara mereka berdua.

Namun, ekspresi Yogi dingin kali ini, seolah tersinggung. "Ayah terlalu banyak ikut campur. Kalau soal hal konyol, kamu cukup sering melakukan ketika masih muda. Bukankah begitu, Nyonya Santi."

Nyonya Santi tertegun, Pak Cahyadi menggebrak meja dan berdiri. "Bajingan!"

Yogi mengambil tisu dan berdiri, lalu berkata, "Aku sudah selesai makan. Aku pergi dulu."

Wajah Cahyadi pucat, Nyonya Santi segera menuangkan segelas air untuknya, "Tenang, jangan marah, Cahyadi. Tekanan darahmu tinggi, jangan biarkan amarah melukai tubuhmu."

Cindy tanpa sadar berkata, "Pertemuan Pak Yogi dengan klien hari ini nggak berjalan dengan baik, jadi suasana hatinya sedang buruk."

Pak Cahyadi pusing, "Aku tahu emosi dia. Kamu nggak perlu menutupinya."

Nyonya Santi membujuk, "Yogi sudah menjadi direktur perusahaan sebesar itu. Kamu masih menggunakan nada menceramahi anak kecil, siapa yang akan senang? Lupakan saja."

Kemudian, dia berkata pada Cindy, "Aku kasihan padamu, Cindy. Cepat ikuti Yogi. Kamu boleh mengendarai mobil mana saja yang ada di halaman."

Cindy sebenarnya tidak mau pergi.

Hari ini, tidak, sejak kegugurannya, ketika dia melihat Yogi, dia merasa sedikit lelah dan tidak ingin menghadapinya .... Dulu, dia bisa menahan semua keluhan selama dia teringat adegan ketika mereka pertama kali bertemu.

Namun, melihat Nyonya Santi dan Pak Cahyadi memandangnya seperti ini, dia tidak bisa menolak. Dia terpaksa mengangguk, mengambil kunci mobil dari pengurus rumah, lalu mengejar Yogi.

Setelah mengejar sebentar, dia melihat mobil Yogi di pinggir jalan kecil, Yogi berdiri di samping mobil sambil merokok.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status