“Perjanjian apa yang kamu inginkan?” tanya Damian ingin tahu. Sembari melipat tangan di dadanya, Indi menatap Damian dengan tatapan dalam. “Gue mau … elo bebasin gue mau ke mana pun gue pergi, jangan pernah dihalangi. Elo percaya kan, sama gue? Maka dari itu, jangan halangi kemauan gue apa pun yang gue ingin lakukan!” Indi memberi tahu apa yang ingin dia lakukan. Perjanjian yang dibuat dengan Damian setelah ada perempuan yang masih belum tahu siapa perempuan itu. “Indi. Itu bukan perjanjian, tapi meminta aku untuk membebaskan kamu. No! Aku nggak akan membiarkan kamu menuruti kemauan kamu yang ingin bebas apalagi hura-hura sama teman-teman kamu itu. Aku tidak akan mengizinkannya, titik!” Damian menolak permintaan Indi. Mana mungkin dia mau menuruti keinginan perempuan itu sementara niatnya menikahi Indi karena Wijaya yang meminta agar menjaga Indi. Jangan sampai perempuan itu kembali seperti saat masih belum menikah dulu. “Kenapa nggak mau? Belum tentu itu cewek nggak bakalan hubu
“Oke! Kalau begitu jangan halangi gue untuk menjaga kehamilan. Tunggu sampai satu tahun, sampai usia gue genap dua puluh enam tahun.” Indi menyunggingkan senyum menyeringai kemudian menjentikan jarinya tepat di depan wajah Damian. Sementara Damian menghela napas kasar seraya geleng-geleng kepala melihat raut wajah Indi yang begitu bahagia karena sudah diberikan izin untuk menjaga kehamilannya sampai satu tahun ke depan. “Tapi, elo nggak boleh kasih tahu ini ke bokap kita. Bilang aja kalau belum dikasih. Mereka tuh cowok, nggak terlalu berisik masalah cucu. Nggak kayak cewek.” Indi kembali berucap sembari menyantap nasi dan sosis yang masih tersisa itu. “Nyokap elo ke mana?” tanya Indi kemudian. Setelah tiga hari menikah, ia baru menanyakan keberadaan mama Damian. Pria itu menghela napas pelan. “Eeeumm … entah. Aku nggak tahu dia ada di mana sekarang. Selama sepuluh tahun terakhir ini aku nggak pernah ketemu sama Mama lagi. Mungkin sudah bahagia dengan keluarga barunya. Aku dengar,
Indi tersenyum hampa saat mendengar pengakuan Damian tentang siapa perempuan yang selama ini selalu menghubunginya. “Oh! Hubungan kalian sangat dekat pada jamannya. Kenapa jadi mantan?” tanya Indi ingin tahu lebih detail tentang perempuan yang sudah menganggu pikirannya itu. “Karena aku tidak ingin hubungan ini terlalu jauh dan akhirnya mengakibatkan perjodohan yang dilakukan Papa malah jadi batal. Aku nggak mau mengecewakan Papa dan akhirnya aku memutuskan untuk mengganti Cindy dengan sekretaris baru.”“Dan elo yakin, sekretaris baru ini nggak naksir juga ke elo?” tanya Indi kepada Damian. “Nggak mikir jauh ke arah sana. Elo hanya mengganti yang baru dan nggak bisa menghapus perasaan mereka. Yang ada, orang yang jatuh cinta ke elo jadinya ada dua. Sekretaris baru elo sama mantan sekretaris elo!” Indi memutar bola matanya sebab kesal pada keputusan Damian yang memilih untuk mengganti sekretaris hanya karena tidak ingin membatalkan perjodohan yang dilakukan oleh sang papa. “Kalau u
Satu minggu berlalu …. Sudah satu minggu itu pula mereka berada di pulau pribadi yang ada di Chicago, Amerika Serikat. Menikmati bulan madu hanya berdua di sana, tidak ada yang mengganggu satu pun. Di depan villa, Indi tengah asyik berjemur sembari memandang sang suami yang tengah asyik berenang di pantai. “Udah seminggu aja, gue di sini. Dan kerjaan gue di sini cuma melayani suami, berenang, lihat sunset, bantuin Damian masak. Bener-bener udah jadi ibu rumah tangga alias istri idaman rupanya gue.” Indi berucap pada dirinya sendiri kemudian mengembungkan pipinya. “Bakar seafood entar malam enak kayaknya. Ditambah minumnya vodka atau wine tahun 1990. Damian juga suka kalau wine mah. Nggak suka beer doang. Wajar, orang kaya.” Indi menyunggingkan senyumnya seraya mengkhayal bisa minum alkohol di malam nanti. Dering ponselnya berbunyi. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke arah ponselnya. “Si kampret baru nelepon,” ucapnya kepada sang sahabat yang baru menghubunginya. “Indiraaaa! Kapa
Indi mengerutkan keningnya. Seolah pura-pura tak paham dengan apa yang diucapkan oleh sang suami kepadanya. “Di tepi pantai? Di sini?” tanyanya seraya menepuk-nepuk kursi yang ia duduki. Damian menggeleng. “Sebentar lagi mau malam. Matahari sudah mau tenggelam. Sebelum kembali ke villa, aku ingin kita merasakan hangatnya pesisir pantai dengan panasnya bercinta yang kita lakukan di sana.” Damian menunjuk ke arah pesisir pantai. Indi menoleh dengan pelan, mengikuti arah tangan Damian yang menunjuk pada bibir pantai. Lalu menatap sang suami kembali kemudian menghela napas kasar. “Di sana?” tanyanya kemudian. “Ya. Selama ini kita hanya menikmati di ruangan tertutup saja. Sesekali di ruang terbuka seperti ini. Hanya ada kita berdua, why not? Bahkan, di luaran sana, di pantai yang ramai banyak orang yang melakukan hal itu secara terang-terangan.” Indi memutar bola pelan. “Kalau mengikuti gaya Barat, ya begitu. Kalau mengikuti tempat lahir kita, yaa nggak bisa gitu.”“Aku bukan terlahir
Mata sayunya masih menatap puas wajah Damian yang tengah kalap oleh permainan yang dilakukan olehnya kepada Indi. Suara langkah kaki menuju villa dari seberang sana membuat Damian menghentikan acara bercintanya. Mencabutnya begitu saja kemudian menolehkan kepalanya ke arah villa. “Siapa, Damian?” tanya Indi seraya berdiri menyeimbangi Damian. “Kita lanjut lagi setelah makan malam. Sepertinya pesanan kamu sudah sampai.”“Thank you!” ucap Damian sembari mengambil barang yang dia pesan itu. “Yuk!” ajaknya kepada Indi yang tengah berdiri di sampingnya. “Di mana mereka tinggal?” tanya Indi setelah masuk ke dalam villa. “Ada pelabuhan kecil di seberang sana. Banyak pemukiman dan tempat memantau villa di sini.” Indi mengerutkan keningnya. “Berarti … tadi, kita main di sana kelihatan dong sama mereka?” tanyanya dengan wajah terkejut. Damian mengendikan bahunya. “Bisa iya, bisa nggak. Kalaupun iya, memangnya kenapa? Jangankan sudah menikah, yang belum menikah pun dilegalkan melakukan ha
Dua minggu berlalu ….Sudah dua minggu ini pula mereka berada di pulau pribadi, menikmati masa bulan madu berdua di alam yang indah dan juga asri. Disebut pulau pribadi sebab hanya ada satu villa yang ada di sana, tidak ada lagi orang selain pelayan yang bila Damian panggil untuk membawakan pesanan di seberang sana. “Sudah bisa melepas masa liburan kita, kan?” tanya Damian kepada Indi yang tengah mengemas semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Indi mengangguk pelan. “Banyak kerjaan yang harus diselesaikan di Indonesia, Damian. Udah kelamaan ini dua minggu juga.” Damian lantas mengulas senyumnya kala mendengar ucapan istrinya itu. “Oke. Kita pulang malam ini juga. Karena perjalanan yang memakan waktu dua puluh jam lebih menuju Indonesia, lebih baik kita ambil jam pulang malam agar tiba di sana pada saat malam juga. Kamu bisa istirahat, dan aku bisa siap-siap untuk pergi ke kantor.” Indi menganggukkan kepalanya lagi. “Ya. Terserah kamu saja. Aku juga udah kangen lukis baju. Ud
“Ckk!” Indi berdecak pelan kemudian duduk di tepi tempat tidur seraya mengembungkan pipinya. “Damian nggak kayak gitu, Manda. Dari pertama kita nikah juga dia tahu kalau gue nggak cinta sama dia. Tapi, buktinya—““Buktinya apa? Selama dua minggu kemarin hanya ada kalian berdua di sana. Di sini banyak cewek cakep yang bisa Damian pilih buat dijadiin selirnya. Nggak usah aneh-aneh, Indi. Jangan melihat kebaikan dan kesetiaan Damian hanya karena baru dua minggu nikah. Gue udah pengalaman, percaya deh.” Indi lantas menghela napasnya setelah mendengar nasihat dari sang sahabat yang begitu perhatian kepadanya. Ketiga sahabatnya memang sangat setia dan tidak ada yang munafik satu orang pun. “Siapa?” tanya Damian yang sudah keluar dari kamar mandi. “Udah dulu, yaa. Gue mau mandi dulu. Nanti besok lanjut lagi.” Indi menutup panggilan tersebut setelah melihat Damian menyudahi acara mandinya. “Kok dimatiin? Kalau masih banyak yang mau dibahas, nggak usah ditutup dulu.” “Udahan kok. Manda ha