Início / Romansa / Menjadi Belahan Jiwa CEO / 4. Jennara dikejar wartawan!

Compartilhar

4. Jennara dikejar wartawan!

Autor: Aksarajjawi
last update Última atualização: 2025-12-09 13:58:23

Kalut membaca artikel itu, Jennara tak sadar Snack kentangnya sudah tumpah berserakan ke ranjang. Fokusnya berpusat total pada sisipan video dan foto yang ada di artikel.

Jennara memutar sisipan Video.

Itu adalah rekaman dirinya yang memasuki kamar 111. Juga saat setelah dia keluar dari sana. Bahkan, ada zoom untuk melihat lebih detail penampilannya. Jelas sekali, bagian bahu putih dan sepotong tali bra miliknya terpampang dari video itu.

Jennara menggigit bibirnya. Keluar dari video itu, berlanjut melihat beberapa foto. Dari saat dirinya berada di meja resepsionis. Hingga sampai memasuki kamar. Semuanya ada!

"Penguntit dari mana yang kurang kerjaan ngerekam aku cuman buat berita bohong kayak gini, sih?!" monolog Jennara sangat marah.

Otak kepala Jennara mulai semakin panas. Mencoba mengklik tautan artikel itu berkali-kali. Berharap bisa terhapus dari layar laptopnya.

Tapi, nihil.

Yang ada, malah laporan statistik baca artikel tersebut sudah 99.877 kali dibaca. Tentu saja langsung sebanyak itu. Media Website Sky Star termasuk cukup populer diikuti oleh 5 juta penggemar.

Tangan Jennara terus gemetar hebat.

Kolom komentar sudah ratusan.

Padahal, artikel itu baru diunggah sekitar 18 menit lalu.

Bodohnya, Jennara malah penasaran dan membuka kolom tersebut.

^ Lah, Jennara yang begitu masuk Sky Star udah langsung jadi asisten Bu Laura itu?

^ Waduh!!! Pernah naksir dia tapi kok... nakal?????

^ Nggak nyangka sama Jennara!

^ Saya kira orang baik-baik loh...

"So stupid! Kalian semua bodoh udah percaya sama berita ngawur! Padahal itu semua bohong!" cerca Jennara, langsung menutup laptopnya.

Gadis itu merosot dari ranjangnya. Duduk lemas di sana seraya memijat pelipisnya. Merasakan perasaan bergetar yang tidak berhenti.

Ponselnya turut mengganggu. Saat banyak notifikasi berisik, memaksa Jennara meraihnya. Puluhan pesan sudah masuk dari Laura.

Pesan terakhir membuat Jennara merasa nyawanya sudah lepas.

Kepala Laura : Jennara, ditunggu ya, di ruang saya.

"Pesan keramat kenapa harus muncul juga sih, astaga..."

Suara Jennara serak. Dia mengacak-acak rambutnya jadi tak karuan. Membanting ponselnya. Seisi apartemen pun mendadak terasa menyesakkan. Jennara menghela napas berat.

Tersesat dengan kejadian luar biasa tak terduga ini, bagaikan dihantam ribuan duri.

Jennara tak mau berlama-lama di apartemen.

Dia ingin udara segar.

Gadis itu berdiri. Membuka lemari. Meraih Hoodie abu-abu miliknya. Langsung mengarungi tubuhnya dengan Hoodie itu. Tak lupa, mengenakan masker di wajahnya. Kacamata hitam sebagai kompensasi terakhir agar tak ada yang mengenalinya saat di jalan.

Karena, Jennara yakin. Dia sudah pasti akan menjadi incaran wartawan dari para peliput berita Sky Star.

Gadis itu mengambil tas hitam kecil. Yang biasa dia gunakan untuk keperluan jalan-jalan. Hanya ada kartu kredit dan dompet berisi beberapa lembar uang ratusan ribu, sisa hang out waktu bulan lalu.

Jennara membungkuk untuk memungut ponsel, menekan aplikasi ojek. Lalu bergegas keluar dari kamar.

"Itu dia! Orangnya."

Tubuh Jennara yang baru saja keluar dari pintu, langsung mematung. Matanya menyipit menahan gugup. Kedua tangannya pun mengepal. Terpaku saat melihat keberadaan tetangga kamar apartemennya, sedang menatap dirinya sambil tersenyum mencurigakan.

"Aduh... Jennara. Apartemen ini kan sebelahan sama wartawan ribet itu!" lirihnya, merasa menyesal keluar dari apartemen.

Tapi, masuk lagi pun tak ada gunanya.

"Jennara! Ayo kita-"

"Nggak!" tolak Jennara mentah-mentah. "Jauh-jauh dari saya...."

Jennara langsung lari secepat kuda.

"Woy! Jennara! Jangan pelit-pelit informasi dong!"

Tapi orang itu tidak diam saja. Dia tersenyum licik. "Ngajakin kejar-kejaran?! Ya ayo, Jennara!"

Jennara menoleh ke belakang di tengah larinya. Napasnya cukup terengah-engah. Matanya kontan melotot. Mendapati tetangga apartemennya itu mengejar dia. Jennara langsung fokus ke depan. Menambah kecepatan larinya.

"Sialan banget sih ... " rutuk Jennara.

Matanya melirik kanan-kiri sambil terus berlari. Lorong apartemen ini cukup sepi dan dingin. Hanya gema suara dari sepatunya dan juga sepatu milik tetangganya itu.

Ada satu lorong yang berbelok.

Jennara hapal, di sana ada dua sekat ruangan pembersih. Sangat bagus jika dipakai mengecoh.

Langsung saja, Jennara mengikuti arah belokannya. Tetangga wartawan di belakang sedikit berjarak. Seharusnya, dia tidak tahu kini Jennara sedang sembunyi di ruangan sebelah kiri, usai berbelok.

Derap suara sepatu terdengar. Hentaknya masih kencang. Jennara yakin, orang itu langsung lari mengikuti arah lorong. Dan tidak mengecek sisi-sisi ruangan yang dipakai dirinya bersembunyi kala ini.

Jennara mengindip. Keluar dari ruang pembersih itu, mengintip dari balik ambang pintu. Dia menurunkan kacamatanya sedikit. Lalu menoleh kanan kiri. "Fyuh..." hembusnya legah.

Tak ada tanda-tanda kehidupan, selain dari OB yang sedang mengepel.

Jennara langsung bergerak pelan keluar dari sisi ruang itu.

Melirik ponselnya. Taksi online sudah standby di titik jemput. Jennara mengebut langkah lagi.

Melewati basement, dan menuju halte seperti biasa. Sudah ada taksi dengan mobil berwarna hitam legam. Jennara masuk tanpa berbasa-basi lagi. "Pak, muter-muter dulu aja. Nanti saya tips lima ratus ribu."

Sopir taksi itu mengiyakan. Karena sudah diiming-imingi tips besar. Melajukan mobilnya. Sesuai dengan permintaan Jennara, berputar-putar saja di jalan raya Aneka.

Pikiran Jennara terkelu. Saat gadis itu telah nyaman merebahkan diri di hamparan jok mobil. Memandang dari jendela kaca, pada jalanan yang cukup padat. Melamun, merasakan hidupnya seperti roller coaster hanya dalam waktu satu hari.

Jennara jenuh. Ketika mobil taksi itu sudah berputar-putar selama satu jam. Dia melirik sopir, "ke hotel terdekat, Pak, sekarang."

"Siap, Mbak!"

Jennara melanjutkan lamunannya. Menikmati rasa galau dan juga rasa tak percaya akan segala hal yang sudah terjadi. Semua terasa begitu mendadak dan begitu dramatis.

Sampai-sampai... Jennara tak sadar, taksi itu berhenti di hotel yang sama. Di tempat dirinya sudah masuk laman berita.

Hotel in Netherlands lagi.

"Makasih, Pak." Jennara sudah menyerahkan ongkos serta membayar tipsnya.

Melangkah dari parkiran, menuju gedung hotel yang tak terlalu dia perhatikan itu.

"Itu Jennara!"

"Pas banget!"

"Guys... standby kamera kalian!"

Seketika itu juga. Napas Jennara tersendat. Wajahnya pucat pasi. Lirikan matanya menyerong ke kiri.

Sudah ada banyak wartawan berlari ke arahnya. Seperti lalat yang mengejar ikan teri.

"Aaaa!"

Jennara berteriak, langsung lari masuk ke hotel. Kericuhan terjadi sampai satpam dan juga petugas hotel susah membentengi langkah Jennara. Termasuk para wartawan konyol yang mengejarnya.

Jennara berhenti mengatur napasnya. Sambil melihat ke belakang. Para satpam sedang menahan wartawan-wartawan gila itu.

"Apes banget sih Jennara ini ..." keluh Jennara, membungkuk menopang tubuhnya di lutut.

Tapi sejenak saja, matanya langsung nyaris keluar saat salah satu wartawan berhasil menerobos masuk.

"Sialan!" rutuk Jennara, dia langsung lari lagi.

Terbirit-birit seperti ayam dikejar kucing. Melewati berbagai lorong, menyenggol banyak orang-orang, sampai masker penutup wajahnya bahkan terlepas.

"Hati-hati dong, Mbak. Jalanan umum ini."

Tapi Jennara tidak menggubris omelan mereka. Yang terpenting, jangan sampai tubuh kecilnya ini tertangkap oleh mereka semua.

"JANGAN LARI JENNARA!"

"Shit!" Jennara melirik sekilas, pada wartawan-wartawan itu yang tak kunjung menyerah.

Mau tak mau dia lagi-lagi menapaki lorong baru. Naik tangga kecil. Sampai di bilik lorong hotel yang cukup hening.

Derap kakinya bertambah cepat, saat mendengar langkah kaki ramai di belakang. Orang-orang itu masih mengejar.

Membuat Jennara kelabakan. Sudah tak ada lagi tangga ataupun lift. Ruangan ini seperti lorong yang sudah buntu.

Hanya ada tiga pintu kamar.

Yang salah satu pintu kamarnya, sedikit menganga...

Saat langkah suara kaki ramai itu semakin dekat.

Jennara tak lagi berpikir panjang.

Dia memasuki kamar itu.

KLEP!

Langsung menutup pintunya rapat.

Tubuhnya melemas seketika. Menghembuskan napas sebanyak mungkin. Jennara terduduk lemas menghadap pintu kamar itu, dengan tangannya yang masih tersangkut di handle.

Tetapi setelahnya ...

Suara bariton tegas, dan datar, kontan mengudara. Menyeruak di telinga Jennara tanpa interupsi.

"Masuk kamar saya tanpa izin?"

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   8. Cukup 90 hari saja.

    Jennara membeku di tempat. Jantungnya seperti lompat sendiri dari rongganya. Bahkan, pertahanan kakinya berguncang. "Calon istri bagaimana maksud, Pak Chakra? Jelas jelas... perjanjian awal kita adalah tunangan pura-pura. Pak..." Jennara mendera Chakra dengan pertanyaan paniknya. Tetapi, Chakra tak menjawab. Dia hanya tersenyum singkat, tetapi bukan senyuman yang hangat. Seolah memberikan sinyal penyiksaan bagi Jennara. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat, saat melihat Chakra berlalu begitu saja. Masih diam, tanpa menjawab pertanyaannya. "Pak Chakra!" teriak Jennara, mengejar langkah Chakra yang sudah selangkah lebih maju dengannya, "Pak... tolong jelaskan, Pak. Ini mengenai nasib hidup saya..." geger Jennara. Langkahnya cepat, sangat teratur mengikuti tubuh Chakra yang berjalan tenang. Bahkan, tak mempedulikan tatapan orang di kanan-kirinya. Hanya fokus pada Chakra yang masih diam tidak menjawabnya. "Pak Chakra... tolong jawab pertanyaan saya dengan baik," pinta Jennar

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   7. Bersandiwara

    "M-maksudnya, itu apa ya pak... dari atas sampai kaki?" Jennara mengeluarkan suara keberaniannya yang tersisa. Jarinya mulai kaku, "s-saya... benar-benar bukan wanita murahan, Pak. Jadi, jangan berpikir bisa mengikat saya dengan hubungan yang tidak seharusnya," terusnya, menjelaskan prinsip yang dia genggam erat. Kali ini, meskipun Jennara takut, Jennara harus berani untuk membela dan menjaga kehormatan dirinya. Kontan, Chakra terkekeh. Terdengar berat, dan juga... agak mengerikan. "Kamu mudah sekali ya terbawa suasana? Saya cuman bercanda. Siapa juga yang minat melaksanakan hubungan tidak seharusnya dengan kamu?" lolos Chakra, menikam relung hati Jennara. Gadis itu menunduk. Melanjutkan pertanyaan. "Jadi, maksud bapak untuk klausul 5 itu lebih jelasnya bagaimana?" tanya Jennara. Menyembunyikan kesalnya. Melanjutkan catatan notepad di hp milik Chakra. "5. Perjanjian kontrak klausul berakhir dalam waktu 90 hari. Diwajibkan terlaksana, tanpa melibatkan perasaan nyata." Jan

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   6. Klausul Perjanjian

    Keberanian Jennara seakan hilang entah kemana. Melihat dengan mata kepalanya dengan nyata. Postingan Chakra di lembar halaman Website Sky Star Technology itu sudah terunggah dan memiliki reaksi kontan. Langsung populer begitu saja hanya dalam waktu singkat. Jennara memandang Chakra dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, "pak... tolong hapus saja... itu nggak bener, kita bahkan baru saling ketemu detik ini, pak ..." suara Jennara terasa agak lemah. Seakan serak tak berdaya. "Bisa saya hapus." Singkat Chakra, menyorot pandang mata dingin kepada Jennara. "Benarkah, pak?!" Jennara langsung semangat. Seakan mendapat asa hidupnya lagi. "Dengan dua pilihan." Suara Chakra tetap datar. Tapi, cukup terdengar menenangkan saat ini. "M-Maksud bapak?" "Pilihan pertama. Mengakui hubungan, temui wartawan bersama saya," kata Chakra semakin melangkah, mendekati Jennara. Gadis itu menelan ludahnya. Saat merasakan aura dominasi Chakra kian meninggi. "Pilihan kedua?" tanya Jennara, sangat m

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   5. Lari dan ... masuk ke?

    Suara itu kontak membuat tubuh Jennara membalik. Terhampar bersandar di pintu itu. Jennara mendongak pelan. Dan dunia seolah berhenti berputar. Pria di depannya berdiri dengan kemeja putih digulung sampai siku, rambut masih basah menetes-netes, dan sorot matanya… seperti bisa membunuh sekaligus menyelamatkan dalam satu detik yang sama. Jennara ingat wajah itu. "C-Chakra Ragantara?!" tuturnya terkejut, langsung menutup mulutnya sendiri. Kedua mata pria itu menusuknya tanpa jeda. Langkah tenangnya maju. Tiga langkah, tanpa suara. Lalu berjongkok tetap di depan Jennara. Menggeser tubuh Jennara enteng, seolah Jennara hanyalah benda ringan. Lalu, berdiri lagi. Mengintip sebuah panel digital kecil dari pintu. Monitornya memberitahukan, di luar pintu sudah ada sekerumunan manusia heboh membawa banyak kamera. Pria itu adalah Chakra. Yang sudah dikenali oleh Jennara ketika berita positifnya menguasai perhatian publik. Tetapi, kini Chakra berada di tengah amukan para wartaw

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   4. Jennara dikejar wartawan!

    Kalut membaca artikel itu, Jennara tak sadar Snack kentangnya sudah tumpah berserakan ke ranjang. Fokusnya berpusat total pada sisipan video dan foto yang ada di artikel. Jennara memutar sisipan Video. Itu adalah rekaman dirinya yang memasuki kamar 111. Juga saat setelah dia keluar dari sana. Bahkan, ada zoom untuk melihat lebih detail penampilannya. Jelas sekali, bagian bahu putih dan sepotong tali bra miliknya terpampang dari video itu. Jennara menggigit bibirnya. Keluar dari video itu, berlanjut melihat beberapa foto. Dari saat dirinya berada di meja resepsionis. Hingga sampai memasuki kamar. Semuanya ada! "Penguntit dari mana yang kurang kerjaan ngerekam aku cuman buat berita bohong kayak gini, sih?!" monolog Jennara sangat marah. Otak kepala Jennara mulai semakin panas. Mencoba mengklik tautan artikel itu berkali-kali. Berharap bisa terhapus dari layar laptopnya. Tapi, nihil. Yang ada, malah laporan statistik baca artikel tersebut sudah 99.877 kali dibaca. Tentu saja

  • Menjadi Belahan Jiwa CEO   3. Tidak diduga.

    Sayangnya, Michael langsung keluar dari toilet lagi. Membuat tangan Jennara yang nyaris memegang ponsel urung secepat kilat. Hampir saja napasnya hilang. Takut jikalau laki-laki itu memergokinya. Tapi... sepertinya ekspresi Michael biasa saja.Lantas, gadis itu tersenyum manis pada Michael yang sudah berjalan ke arahnya lagi.“Nggak ada baby… harus beli sendiri. Nggak papa, aku terima kamu apa adanya kok.” Michael langsung mengungkung Jennara begitu saja.Tidak memberikan kesempatan sedetik pun pada Jennara untuk menghindar. Laki-laki itu kini membungkuk, mulai melepas blazer hitam Jennara dan melemparnya asal. Menyisakan kemeja putih milik Jennara, lalu juga membukanya pelan-pelan sambil tak berhenti memandang Jennara penuh dengan nafsu.Jennara panas dingin, tetapi dia menahan tubuhnya tetap diam. Setiap sentuhan Michael membuat kulitnya merinding, itu bukan karena nikmat, tapi karena rasa jijik yang ingin meledak. Dia menunggu celah. Begitu tengkuk Michael turun, Jennara lang

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status