Share

Bab 5

Penulis: Vya Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-29 14:32:59

Sebuah jepretan beberapa foto Aruna di kirim secara real time ke ponsel Serena.

Saat ini Aruna tengah berada di sebuah rumah sakit, mengantri gilirannya untuk di periksa kandungan.

“Wanita ini hamil?”

Tanpa memberitahu siapa pun, Serena pergi dengan menyetir mobilnya sendiri, bahkan melarang supirnya untuk untuk ikut dan mengantarnya.

**

Aruna duduk dengan gelisah di ruang tunggu klinik kandungan, mengelus perutnya yang semakin membesar. Keputusan untuk tetap menjalani kehamilan ini dan menikah dengan Bintara telah memberikan harapan baru dalam hidupnya. Namun, di balik harapan itu, ada juga ketakutan dan kecemasan yang terus menghantuinya. Ia tidak tahu bagaimana masa depannya akan terbentuk, terutama dengan situasi yang begitu rumit di awal pernikahannya.

Saat Aruna tenggelam dalam pikirannya, seorang wanita anggun dengan rambut panjang berwarna coklat dan berpakaian rapi masuk ke ruang tunggu dan duduk di sebelahnya. Wanita itu tersenyum ramah. “Permisi ya, kamu juga lagi nunggu giliran periksa ya?” tanya wanita tersebut.

Aruna tersentak dari lamunannya dan membalas senyuman itu. “Iya, saya lagu nunggu panggilan dokter.”

“Nama saya Serena,” wanita itu memperkenalkan diri, mengulurkan tangan dengan sopan.

“Aruna,” jawab Aruna sambil menjabat tangan Serena. Dia merasakan sesuatu yang hangat dan menenangkan dari sikap ramah wanita ini, tanpa menyadari bahwa Serena adalah istri pertama Bintara yang mengetahui semua rahasia gelap di balik senyumnya.

“Apa ini kehamilan pertamamu?” tanya Serena dengan suara lembut, menatap perut Aruna yang mulai terlihat jelas.

“Iya, ini pertama kali,” jawab Aruna, merasa sedikit lebih santai berbicara dengan Serena. “Kamu sendiri?”

“Oh, kalau aku mau kontrol kandungan bekas keguguran. Hamil muda emang harus ekstra hati-hati, moga kamu sama calon bayinya baik-baik aja ya,” Serena tersenyum dan mengelus perut Aruna, menyembunyikan niat sebenarnya di balik wajah ramahnya.

“Aamiin, makasih banyak doanya,” jawab Aruna membalas senyuman Serena.

“Kok gak di anter suaminya?” tanya Serena berusaha memancing.

Raut wajah Aruna yang semula tersenyum lebar, perlahan memudar. Ya seharusnya Bintara hadir bersamanya, semua kebutuhan materi memang telah di cukupi oleh suami Presdirnya itu, namun kehadirannya sungguh sangat jarang ia temui.

“Dia sibuk kerja mulu, mungkin sebulan datang sekali atau dua kali.”

“Ya ampun, kasian nanti kalau ada apa-apa gimana? Kamu tinggal di mana?”

Serena melancarkan aksinya, menanyakan alamat dan berpura-pura simpati, dia bahkan berbohong bahwa rumahnya dekat dengan rumah baru yang Aruna tempati.

‘Itu masalah gampang, aku tinggal beli rumah dekat dia,’ pikirnya.

**

Hari-hari berlalu, dan Serena mulai mendekati Aruna dengan lebih intens. Dia menawarkan bantuan dan dukungan, dari mengantar Aruna ke dokter hingga memberikan saran tentang kehamilan.

Aruna, yang merasa kesepian dan bingung, menyambut baik kehadiran Serena. Dia mulai menganggap Serena sebagai seorang teman dan bahkan sosok seperti kakak yang dia tidak pernah miliki.

Serena memainkan peran ini dengan sempurna, memastikan bahwa Aruna merasa nyaman dan percaya padanya. Dia tahu bahwa semakin dekat dia dengan Aruna, semakin mudah baginya untuk melaksanakan rencana jahat yang tersembunyi.

Suatu hari, saat Aruna dan Serena sedang berbincang di sebuah kafe, Aruna dengan polosnya menceritakan tentang Bintara yang memberikannya hadiah baju-baju hamil dengan binar mata yang begitu bahagia. Serena mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun di dalam hatinya dia merasakan kemarahan yang membara.

“Suamimu itu pria yang baik, Aruna. Kamu sangat beruntung,” kata Serena, berusaha menahan diri untuk tidak menunjukkan emosi yang sebenarnya.

Aruna tersenyum lemah. “Iya, aku merasa beruntung. Tapi, aku juga khawatir kalau anak ini jarang-jarang ketemu Ayahnya yang sibuk gimana?”

Obrolan mereka sepintas terlihat hangat dan saling support, namun setelah Serena pulang dengan perasaan campur aduk, di kamarnya ia merasa kesal sendiri, ia mencorat-coret sebuah foto Aruna dengan pulpen.

Dengan penuh tekad, dia merencanakan langkah-langkah selanjutnya dengan cermat, memastikan bahwa tidak ada yang mencurigai niat aslinya.

Malam itu, Serena berdiri di depan cermin di kamar tidurnya, memandang bayangan dirinya sendiri. “Aku akan membuat kalian membayar untuk semua ini,” gumamnya pada bayangan itu. “Aku akan mengambil bayi itu dan memastikan tidak ada yang bisa merebut apa yang menjadi milikku.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dikdik Zaenal
Maruk serena
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 121

    Di bawah langit petang yang mulai bersemburat jingga, Aruna, Bintara, dan Rohana berdiri di gazebo restoran hotel, memandang hamparan lapangan golf yang terbentang luas. Angin sore berhembus lembut, membawa keharuman bunga-bunga yang mekar di sekitar mereka.Bintara melingkarkan lengannya di pinggang Aruna, menariknya lebih dekat sebelum mengecup kening istrinya dengan penuh cinta."Aku sangat mencintaimu," bisik Bintara, suaranya penuh dengan kehangatan dan ketulusan.Aruna tersenyum, namun senyumnya tiba-tiba memudar, wajahnya berubah pucat. Dia menutupi mulutnya dengan tangan, mencoba menahan mual yang tiba-tiba menyerangnya. Bintara segera terlihat khawatir, alisnya berkerut dalam kecemasan. "Aruna, kamu baik-baik saja?"Aruna hanya mengangguk pelan, lalu melepaskan Rohana ke pelukan babysitter yang berdiri tak jauh dari mereka. Setelah memastikan Rohana aman, Aruna kembali menatap Bintara dengan senyuman yang lembut. Tanpa berkata apa-apa, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 120

    Di tengah suasana meriah di Grand Opening Hotel, Bu Najiah juga turut hadir. ia tampak menikmati sore di suatu gazebo di taman belakang restoran hotel, ditemani riak air kolam yang memantulkan sinar matahari senja. Ikan-ikan berenang tenang, seolah menambah kedamaian di sekitarnya. Namun, jauh di dalam hatinya, ada kegelisahan yang belum terobati. Suara langkah kaki mendekat dari arah belakangnya. Ia tahu siapa itu sebelum sosoknya muncul di samping. "Lama tidak bertemu," sapa Adi Jaya, suaranya lembut namun ada nada canggung di dalamnya. Bu Najiah menoleh, melihat Adi Jaya yang berdiri dengan sikap yang penuh kehati-hatian. Matanya menatap tajam, namun ada kebingungan yang mengintip di balik ketegasan itu. "Ya, sudah cukup lama," jawab Bu Najiah pelan, sedikit mengeraskan hatinya untuk tidak terbawa perasaan. Pandangannya kembali ke kolam, menyembunyikan kegelisahan yang menghantui dirinya. Adi Jaya me

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 119

    Sementara Dong Min mulai menemukan harapan baru dalam hidupnya, jauh di tempat lain, hati Sebastian perlahan-lahan tersentuh oleh pesona seorang wanita yang kini telah menjadi pusat perhatiannya.Grand opening hotel yang berlangsung meriah menjadi saksi dari perasaan yang tak terduga ini. Acara penuh kemegahan itu menampilkan segala kemewahan yang telah disiapkan dengan teliti oleh Bintara dan timnya.Setiap sudut ruangan dipenuhi sorak-sorai dan senyuman para karyawan yang resmi direkrut. Ini adalah momen puncak dari segala kerja keras dan usaha yang telah dilakukan selama berbulan-bulan.Ketika pita merah yang melambangkan pembukaan resmi hotel itu akhirnya dipotong oleh Bintara yang berdiri gagah di samping Aruna, gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh ruangan.Semua orang tampak tenggelam dalam kegembiraan dan kebanggaan. Namun, di tengah keramaian itu, ada satu orang yang seolah berada dalam dunianya sendiri.Sebastian, yang biasan

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 118

    Di klinik lapas, suasana terasa sunyi dan muram. Dong Min masih terbaring lemah di ranjang, tubuhnya yang kurus tampak rapuh, hampir seperti bayangan dari dirinya yang dulu. Tatapannya kosong, sering kali melamun, seakan terjebak dalam pikirannya sendiri yang kelam. Luka di pergelangan tangannya sudah mulai sembuh, namun luka di hatinya masih terasa perih, membekas dalam setiap helaan napasnya.Suster yang merawatnya selalu datang, membawa kehangatan yang berusaha meruntuhkan tembok dingin yang dibangun Dong Min di sekelilingnya.Seperti saat ini, ia datang dengan semangkuk bubur hangat, berharap bisa membuat Dong Min mau makan sedikit, agar kekuatannya kembali. Namun, setiap kali ia mendekat, Dong Min selalu berpaling, menolak kehadirannya dengan sikap acuh yang menyakitkan."Tuan Dong Min, kamu harus makan agar cepat pulih..." ujar suster itu dengan suara lembut, meski ada kelelahan dalam nadanya. Ia meletakkan mangkuk bubur di meja samping tem

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 117

    Serena mengangguk, memikirkan penjelasan Nina. "Mmm, kalau begitu aku tahu cara agar dia bisa berhenti menggangguku..." ujarnya dengan senyum kecil yang penuh arti. Nina menatapnya penasaran. "Apa rencanamu, Serena?" Serena menjelaskan dengan semangat baru, "Aku harus mengajak Mira kerjasama nanti. Aku ingin membantunya menumbuhkan kembali kepercayaan dirinya. Setelah keluar dari sini, aku berencana membuka usaha kecil-kecilan. Mungkin dia bisa bergabung denganku."Nina mendengar dengan penuh perhatian, tetapi keraguan tetap ada di wajahnya. "Itu ide yang bagus, Serena, tapi pasti akan sulit membujuknya. Mira punya banyak luka dan kepercayaan yang hilang. Dia mungkin tidak akan mudah menerima tawaranmu."Serena tersenyum tipis, matanya memancarkan tekad yang kuat. "Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi aku percaya setiap orang punya sisi baik. Mungkin ini adalah cara untuk membantu dia melihat bahwa ada harapan dan kesempatan kedua, sama seperti y

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 116

    "Serena...," panggil Nina kemudian."Ya?" Serena menatap Nina sendu."Aku punya satu permintaan, maukah kau melakukannya untukku?" Tatap Nina dengan nanar."Apa itu?" tanya Serena.Nina menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Jika nanti kau keluar dari penjara, bisakah kau datang pada anakku dan mengasuhnya?"Serena terkejut, menatap Nina dengan heran. "Kenapa kau berkata begitu? Bukankah kau juga akan keluar dari penjara?"Nina tersenyum getir, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak tahu apakah aku akan hidup sampai hari itu tiba," bisiknya sambil menyerahkan selembar kertas pada Serena.Serena meraih kertas itu dengan tangan gemetar. Saat ia membaca hasil tes rumah sakit yang diberikan Nina, matanya terbelalak. "Leukimia...," gumamnya tak percaya.Nina mengangguk, air mata tak tertahankan lagi. "Aku sudah berusaha sekuat tenaga, tapi kondisiku semakin memburuk. Aku tidak ingin anakku hidup tanpa cint

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status