Kane sedikit tersentak ketika Albert mengatakan kata ‘Putraku’ sebagai jawaban atas pertanyaannya tadi. Ada rasa yang tidak bisa Kane jelaskan saat ini dan ia sendiri merasa ragu apa yang akan dia katakan. Padahal, biasanya Kane tidak pernah gugup atau pun kehilangan kata-katanya di depan orang lain.Kane sangat tidak suka terlihat lemah dan mati kutu di hadapan orang lain, apalagi itu adalah rekan bisnisnya. Kali ini Kane benar-benar kehilangan kata-kata sehingga dia hanya diam tidak lagi menanggapi jawaban dari Albert tadi.“Kau sepertinya memang seumuran dengan dia. Dan ... postur tubuhmu sama persis, Kane! Mungkin, hanya wajah kalian saja yang berbeda dari segi penglihatanku,” ungkap Albert terus terang kepada Kane.“Benar kah? Aku pasti lebih tampan dari dia bukan? Dan kalau aku boleh tau ... di mana dia sekarang?” tanya Kane setelah mengatakan hal itu dengan rasa penuh percaya diri kepada Albert.“Tidak! Putraku selalu menjadi yang terbaik dan paling sempurna. Dia tidak ada caca
Kane keluar dari perusahaan Albert dengan perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan apa dan bagaimana rasanya saat ini. Ada rasa haru, bahagia, takut, sedih, dan juga penasaran bercampur aduk menjadi satu. Dan Kane sendiri tidak tahu alasan dia merasakan semua perasaan itu seacra bersamaan saat ini.Hari sudah beranjak siang saat Kane sampai kembali di hotel tempatnya menginap dan saat ia masuk ke dalam kamar, Auriel sudah menunggu dengan wajah cemberut dan ditekuk. Kane tahu bahwa saat ini Auriel sedang merajuk padanya karena ia lambat kembali ke hotel.Mungkin juga karena gadis itu kelaparan karena menunggu Kane pulang. Biasanya, Kane akan kembali sebentar dari kantor ke apartament hanya untuk sarapan bersama dengan Auriel. Entah itu di apartament atau sarapan di luar. Lalu, Kane kembali bekerja dan Auriel melanjutkan pula aktifitasnnya sendiri.“Ayo kita makan siang ke restoran favoritmu dan kemudian beli perhiasan baru. Aku ingin membelikanmu sebuah cincin berlian keluaran terbaru,” a
Meski Auriel merasa sedikit aneh dengan sikap Kane hari ini, dia tidak bisa berkata apa-apa selain hanya diam dan duduk dengan tenang di kursinya. Kane pun tidak banyak bicara saat Auriel meminta banyak menu para witers. Ia membiarkan Auriel meluapkan kekesalannya siang ini meski Kane tahu bahwa gadis itu tidak akan memakan semua yang dia pesan.Auriel memang terbilang tidak memilih dan tidak terlalu memantang dalam hal makanan. Ia bisa makan dalam porsi yang lebih banyak dari para gadis biasa lakukan. Namun, untuk memakan satu meja penuh menu yang tersaji itu juga tentu tidak mungkin.“Mulai lah makan dari yang paling kau sukai,” ucap Kane pada Auriel ketika menu sudah tersusun rapi di sepenuh meja bundar itu.“Tentu. Aku akan memulai dari seafood tumpah yang menggiurkan ini,” sahut Auriel dan langsung saja menyantap hidangan seafood yang dibuat sedikit berkuah dan ditumpahkan di atas meja beralaskan dengan plastik bening yang tebal.Kane melihat Auriel menyantap kepiting besar dan h
“Apa maksud pria tadi? Apa wajahku terlihat seperti palsu?” tanya Kane dan memandang wajahnya sekali lagi di depan cermin.Ia masih tidak bisa percaya bahwa ini adalah wajah keduanya, atau juga ini adalah wajah aslinya. Kilatan tentang beberapa peristiwa dan wajah-wajah orang yang masih tersamarkan, sering kali membuat Kane merasa bahwa ini bukan lah dia yang sebenarnya.Di mejanya, Zahra dan Dayana sedang duduk menunggu kedatangan Gerald yang tadi ke toilet. Dua ibu dan anak itu tampak sangat bahagia menikmati makan malam mereka. Dayana adalah putri mereka satu-satunya dan sampai detik ini pun, memang Zahra tidak dikarunia anak dari rahimnya sendiri.Peristiwa itu terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu, saat ia nekat melakukan penerbangan saat mendapat berita tentang kecelakaan yang menimpa Zacky. Ia tidak peduli bahwa dirinya tengah hamil muda dan tidak diizinkan ikut dalam penerbangan itu.Efeknya, sepulang dari Kanada waktu itu Zahra mengalami pendarahan hebat karena mengalami te
“Apa maksudmu kau sedang meragukan aku?” tanya Kane dan menaikkan sebelah alisnya.“Sikapmu yang membuatku merasa seperti itu,” jawab Auriel merengut.Makan siang itu pun berlangsung tidak seperti yang Auriel bayangkan. Mereka bahkan tidak kembali berbaikan dan mesra seperti yang biasanya terjadi. Kane dan Auriel tidak pernah berselisih sampai selama itu biasanya.“Apa kau ingin ke suatu tempat siang ini? Kita masih punya waktu sampai sore untuk bersama,” ucap Kane memberikan penawaran pada kekasihnya itu.“Sepertinya tidak! Aku ingin pulang saja ke rumah orang tuaku. Ada hal yang harus aku kerjakan di sana dan sepertinya malam ini aku juga tidak akan kembali ke apartemenmu,” ungkap Auriel tanpa memandang ke arah Kane sedikit pun.“Kau marah?”“Tidak! Untuk apa aku marah padamu? Aku tidak bisa melakukan hal itu.”“Tidak biasanya kau bersikap seperti itu padaku.”“Kau juga tidak biasanya bersikap aneh seperti ini. Aku yang seharusnya mengatakan itu pertama kali,” omel Auriel kepada Kan
“Sayang, minta koki dan para cheff untuk membuat menu yang paling spesial dan enak untuk nanti malam. Kita akan kedatangan seorang tamu penting!” titah Albert kepada Olivia begitu dia sampai di rumah, pukul tiga sore ini.“Siapa? Tumben sekali ada yang akan datang ke rumah ini,” ucap Olivia dan bertanya dengan nada heran.“Ada seorang pria sekitar usia tiga puluhan tahun.” Albert berkata sambil melepaskan jas kerjanya dibantu oleh Olivia.Sejenak tangan Olivia menggantung di udara, ia masih memegangi kedua ujung jas kerja Albert dan seperti ada hembusan angin yang datang ke dalam hatinya. Memberikan harapan dan oksigen yang berlimpah ruah kepadanya. Namun, sepersekian detik ia kembali tersadar dari lamunannya itu.“Oh, ya? Siapa dia memangnya? Kau tidak pernah mengundang orang asing ke mansion ini. Bahkan sejak pertama kali kita menikah,” ungkap Olivia dan menggantung jas itu pada tempatnya.Albert langsung mengikuti langkah Olivia dan memeluk istrinya itu dari belakang. Pinggang wani
Kane sudah mengantarkan Auriel ke rumah orang tuanya dan sekarang ia berkendara sendirian di jalanan kota yang tidak pernah ia datangi sebelumnya. Ia bisa memastikan bahwa dia baru pertama kalinya datang ke tempat ini. Dan ia sama sekali tidak pernah atau tidak mengenal siapa pun di sini kecuali Auriel yang memang ia kenal saat Auriel masih menuntut ilmu di negaranya berada.“Aku masih tidak mengerti mengapa aku merasa tidak asing dengan tempat-tempat dan jalanan di kota ini,” ucap Kane yang terus melajukan kendaraannya dan kemudian memasuki pusat pertokoan buku ternama di kota itu.Kane berkeliling di sepanjang rak buku dan tidak menemukan buku yang dia cari. Sebenarnya, Kane sendiri tidak tahu alasan dia datang ke toko buku ini. Hanya saja, dia teringat dengan ucapan Albert saat tadi pagi mereka bertemu.Bahwa Albert memiliki seorang cucu laki-laki dan Kane menebak bahwa cucunya itu pasti suka membaca buku. Anak atau cucu dari seorang pebisnis ternama dan hebat seperti Albert, sudah
Kane sudah berada dalam mobilnya dan justru ia tidak tahu harus pergi ke mana sekarang. Ia sama sekali tidak tahu di mana alamat Albert dan ia juga tidak ingat untuk meminta alamatnya saat mereka bertemu tadi pagi.Namun, dengan kecanggihan teknologi pada ponselnya tentu saja Kane bisa menemukan di mana alamat Albert. Apalagi, Albert adalah orang nomor satu di negara ini. Tidak mungkin datanya zonk pada layanan internet.“Apa tidak masalah jika aku datang sekarang? Masih terlalu sore,” gumam Kane dan melirik jam tangannya.Saat ini masih jam lima sore tapi Kane sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan keluarga Albert yang disebut-sebut oleh kasir toko buku tadi. Ia begitu penasaran ingin bertemu langsung dengan anggota keluarga Albert, terutama dengan Brian dan Bianca yang namanya seolah tidak asing bagi Kane.Sebenarnya, semua nama yang disebut oleh kasir toko buku tadi terasa sangat familiar di telinga Kane. Namun, ia tidak tahu apakah itu karena memang dia memiliki teman-teman y