“Dov bener-bener nggak bisa dihubungi sama sekali?”
Rona menyentak, bahkan sampai melempar ponsel ke sembarang usai menghubungi Dov. Sayangnya pria itu tidak mengangkat, nomornya kerap tidak aktif dan membuat amarahnya makin menjadi-jadi.
“Kata Mas Imron, Pak Dov lagi perjalanan bisnis ke Penang.” Yuyun menyahut pelan setelah fokus pada tab di pangkuan.
“Terus gimana sama somasi yang dikirim Jeff?” Rona mendengkus jengkel. “Gue harus hadapi semuanya sendiri?”
“Ternyata masih punya muka ya?” Rona baru angkat suara setelah meladeni penggemar yang datang. Ia sengaja mendekati Wena yang dijauhi influencer, bahkan pengunjung.“Susah kan nyari duit buat mempertanggungjawabkan semuanya?” tambah Rona menyindir. “Lo pikir asal ngajuin somasi nggak pake duit?”“Nggak usah ngajarin gue. Lo nggak berhak ngomong begitu setelah apa yang lo perbuat ke gue sama Kak Jeff. Gara-gara lo anak—“Wena mengusap perut buncitnya terang-terangan di depan Rona, tapi Rona cukup sigap untuk memotong.“Gara-gara gue? Yakin?” Rona menyeringai sambil menelengkan kepala. “Lo sendiri yang mau kasih segalanya ke pacar orang, sekarang tuai sendiri perbuatan lo sama Jeff. Jangan harap gue bakal mundur karena gue nggak merasa melakukan kesalahan apa pun.”“Lo bener-bener!”Satu tangan Wena melayang ke udara, nyaris menimpa wajah Rona. Namun gerakan itu berhenti saat Irene memekik kaget. Beberapa influencer dan pengunjung pun menoleh, mereka menyalakan kamera ponsel dan bersi
"Aku cuma ingin bicara. Kita butuh waktu berdua. Kamu dan aku—kita belum selesai, Dov." Jessi menghadang tubuh Dov, bahkan tak ragu saat tubuhnya bertubrukan. Dov mendelik dan bergerak mundur. “Aku sudah bilang, semuanya sudah selesai, Jessi. Kamu nggak berhak lagi ada di sini, aku juga nggak ada waktu meladeni kamu!” "Bilang sama aku, akui aja, Dov. Berita yang dibuat media dan artikel yang tersebar di internet itu akal-akalanmu aja, ‘kan?” “Akal-akalan?” ulang Dov tak habis pikir. “Iya, kamu sengaja buat itu semua biar aku cemburu. Terus aku pulang ke Indo dan kembali sama kamu. Ngaku aja.” “Astaga.” Dov menutup mulut menggunakan satu tangan, kekehannya keluar dan terdengar remeh sekali. “Kamu halusinasi? Buat apa aku melakukan hal segila itu hanya untuk orang yang nggak pernah menghargai aku selama ini?” “Dov—“ “Cukup!” Dov membentak sampai tangannya tak segan-segan menggebrak meja. “Keluar dari sini dan jangan pernah kembali! Seperti yang kamu lakukan waktu itu,
[J: Dov, I’m back. See you soon.]Perhatian Dov belum lepas dari pesan yang diterimanya. Lalu foto yang terlampir. J adalah Jessi, wanita yang dulu sempat menjadi sandaran. Namun ia harus merelakan wanita itu pergi darinya."Mbak Jessi beneran udah balik ke Indo ya?" celetuk Imron begitu memasuki ruang kerja Dov."Bukan urusan saya. Dan untuk apa kamu tanya segala?"Imron berdeham. "Memastikan aja, Pak. Kata Yuyun, Mbak Jessi sempat ketemu Rona di klinik kecantikan, terus—"Dov mendelik dan menoleh seketika. "Mereka bertemu?" Imron lekas mengangguk. "Jessi sama Rona?"Lagi, Imron mengiyakan. "Mbak Jessi juga ngajak ngobrol Rona."Mata Dov terpejam. Sulit sekali membayangkan Rona bertemu Jessi dan apa yang dikatakan Jessi dalam pertemuan itu. Terlebih belakangan ini Dov tidak lagi memberi kabar pada Rona karena kesibukannya yang padat. Kepergi
“Dov bener-bener nggak bisa dihubungi sama sekali?”Rona menyentak, bahkan sampai melempar ponsel ke sembarang usai menghubungi Dov. Sayangnya pria itu tidak mengangkat, nomornya kerap tidak aktif dan membuat amarahnya makin menjadi-jadi.“Kata Mas Imron, Pak Dov lagi perjalanan bisnis ke Penang.” Yuyun menyahut pelan setelah fokus pada tab di pangkuan.“Terus gimana sama somasi yang dikirim Jeff?” Rona mendengkus jengkel. “Gue harus hadapi semuanya sendiri?”
“Jadi berita itu bener ya? Kalian pacaran dan mungkin mau ... tunangan?”Baru awal podcast berjalan, Dov disuguhi pertanyaan dari Renal yang mengarah pada Rona. Hampir seluruh pasang mata mengalihkan perhatian pada sosok wanita dengan penampilan rapi juga menawan di pojok ruang.Dov dan Rona bersitatap barang dua detik, lalu Dov menjawab, “Ya, doakan aja, Bang.”“Terus sama Jessi gimana? Aku kira kamu lanjut sama dia setelah masalah yang itu?”
“Langsung ketemu di tempatnya aja, ya. Saya masih ada rapat sebentar, see you,” tulis Dov di pesan yang baru Rona baca.Rona membalas sekenanya dan melempar ponsel ke sofa. Ia melanjutkan melihat pantulan diri di cermin. Blazer abu-abu tua yang ditimpa kaus putih cukup cocok untuk penampilannya hari itu.Meski ia hanya dibutuhkan untuk menemani Dov, setidaknya penampilannya harus rapih. Ia harus mencuri perhatian Renal, podcaster terkenal yang digandrungi banyak orang.“Walaupun bukan aku yang diundang, kerapihan tetap nomor satu.” Ia menarik napas panjang. “Siapa tahu kan, setelah ketemu aku, Mas Renal berkenan undang aku jadi pembicaranya?” gumamnya pelan dan penuh percaya diri.“Rapi bener, Bu?” sindir Yuyun begitu Rona menaiki mobil.“Dress well itu penting, Yun.”Yuyun manggut-manggut mengerti. “Iyalah, yang pacarnya presdir.”“Apaan, deh. Stop ya bilang gue pacar presdir!”“Lho, kan emang begitu, Mbak Na?” Salah seorang asisten barunya menimpali dengan sorot polos. “Iya, kan, Mb