Kami semua saling bertatapan, terkecuali Denise yang masih membuang pandangannya ke arah yang sama. Tapi tak lama, ia pun melirik dan memalingkan manik indahnya ke lingkaran kami.
“Kenapa? Ada yang salah sama gue?”
“Bini lu lagi kesambet setan judes ya, Bro.”
“Berisik lu!” Dengan kesalnya Brian menempeleng kepala Frans. Korban penyiksaan itu pun akhirnya bergumam sendirian.
“Jadi gimana strateginya?”
“Aih….”
Jonathan langsung melihatku dengan amat antusias. Senyum petualangannya seraya bangkit dan menggebu-gebu menanti penjelasanku.
“Oke, gini gua jelasin.” Kusimak lagi semua pasang mata yang menatapku tajam, terkecuali Denise,
Apaan sih!” risiku yang menatapnya sewot sejenak. Brian langsung menyibukkan dirinya sendiri. Tanpa memedulikan Jo serta Frans yang sedang bersenda gurau membicarakan gadis seksi di ujung lain, jarinya dengan cekatan menggeser dan menekan layar gawainya beberapa kali. “BANGSAAAT!” Ketiga orang selain aku sontak terkaget. “Yang? Kenapa? Kesambet?” “Ini kunyuk ulang tahun. Anjiir... gua lupa!” Lekas-lekas dia menepuk punggung dengan keras. Rautku yang pura-pura polos pun langsung menatap sohib konyolku itu. Lalu, dua maniknya segera berpindah ke muka Frans dan Jo yang menahan senyuman mencurigakan. “Kenapa lu berdua senyum-senyum
Aku berusaha bangkit dari tempat tidur dengan dada yang sudah telanjang dan penuh keringat.“HAH?” Mendadak mataku membelalak saat mendapati kalau bagian pusar ke bawah hanya mengenakan celana pendek.“Celana gua dimana? Baju gua?” sergah batinku penuh panik.Biji mataku pun langsung berlari-lari mencari dimana seragam sekolah dan kaos dalamnya yang ternyata, tengah tersangsang di sandaran kursi. Sedangkan celana abu-abunya, ada di atas busa kursi dalam kondisi terlipat rapi.“SONO!”Satu kakiku langsung menendangnya hingga dia tersungkur di lantai.Lalu, aku segera bangkit dan berlari meraih pakaianku itu, kemudian memakainya lekas-lekas.
Biji mataku yang tetiba membulat, menatapnya dengan sedikit bara emosi.Dia langsung kubuat mengernyit. Muka segarnya pun terus menunggu penjelasan tambahanku.“Udah sana, keburu telat lu!”Kutendang saja roda belakangnya. Lekas-lekas dia memainkan tuas gasnya lagi dan menderu gesit sesuai pintaku barusan.Aku kemudian berbalik dan mengejar keterlambatanku sendiri.“PAAAK! TUNGGU!” sergah ke petugas keamanan yang hendak mengunci rapat pintu pagar sekolahan. Dia bahkan berkomat-kamit kesal saat kutarik paksa pintu itu agar bisa menyusup di antara gerai harmonikanya.“GOBLOK!” umpat dalam hati tiba-tiba.
Tiba-tiba dikatup oleh bibir ranumnya.Dan tanpa kuduga-duga, satu tangannya tahu-tahu melesat turun lalu meremas sesuatu yang mengeras serta menegang di bawah sana.Mataku sontak mendelik!“Ahhh….” desahku menikmati.Dalam kecupan yang masih menempel itu, Denise terperangah oleh sensasi yang dirasakannya barusan. Binar matanya seketika meluap bahagia. Lalu, sambil tertawa girang nan jinak, bibir seksinya segera melahap bibirku lagi dengan lebih bergelora.“AAAAAhhhhh…. My babe, Please … Give it to me..”“Nis!” Sergahku berusaha menolaknya, tapi gadis itu malah semakin meliuk liar dan kembali menarik tempurung kepalaku hingg
“Udah, Nyok!” Aku segera mengambil napas dan merangkul bahunya. Sambil berupaya menepis kekalutan tadi, kuajak segera sahabatku itu untuk pergi dari tempat tersebut. “Tunggu! Denise mana?” jejaknya berhenti sesaat. Lalu satu telapak tangannya menepis rangkulan tadi. Aku sampai ikutan terentak olehnya. “Udah pulang, lewat sana.” “Ta--” “Udah ayok! Dia naik taksi online,” kibul bibirku. Jonathan menerima penjelasan halu itu tanpa satu kecurigaan apapun. Bahkan, saat kami sudah berlalu di dalam kendaraan roda empatnya, dia sama sekali tidak membicarakan gadis sensual itu. “Hmmmm. Nis… Bibir lu… Anjirrr, setan juga itu cewek. Liat a
Keningku langsung mengerut-ngerut dibuatnya.“Apa urusannya Brian menanyakan umurnya kepadaku?” gumamku kemudian.“Berapa memangnya?”“Dua puluh dua! Gila kan? Masih muda banget. Masih legit!”“Masih rapet nggak?” potong Toha tiba-tiba. Aku tidak sadar kalau dia ternyata ikutan menyimak sedari tadi.“Otak lu ngeres!” seketika telapak tanganku menabok pipinya.“Yang itu gua nggak tau dah. Mungkin masih rapet.”Bibirku langsung terkekeh kecil. Lalu kuhisap lagi batang rokok yang sudah tinggal sepertiga.“Pastinya Ma
“HAH?”Kedua mataku langsung menjegil selebar-lebarnya. Tiba-tiba saja aku melihat ada sorotan lampu di jendela lantai duanya.Wajah ini pun sampai segera mendongak dan mendekat ke kilasan sorot lampu senter yang beberapa kali hadir di kekelaman jendela itu.“Ah, gila Brian. Ngapain dia pake ke situ? Bangke nih orang,” keluhku penuh was-was.Satu tangan yang tadinya sigap memegang setir mobil, dengan cepat berpindah ke kening lalu memijat-mijat keteganganku yang muncul di sana. Manik mataku pun segera kembali mengawasi jendela lantai dua itu yang lagi-lagi, memunculkan semburat cahayanya.Bersama kekhawatiran yang kian membludak, pandanganku kemudian melesat ke jalan dan lorong-lorong yang ada di sekel
Brian mematung di tempat duduknya. Bibirnya pun membuka dan bergerak terbata-bata. Lalu, mata nanarnya yang menatapku balik penuh dengan keseriusan, seraya menyampaikan kalau apa yang aku khawatirkan itu benar-benar terjadi.“Kayaknya…”“Jatuh di cafe?” Maksud lu begitu, kan?”“Mung--”NGIIIIIIK!Kakiku lekas-lekas menginjak tuas remnya hingga mobil yang melaju kencang itu berdecit nyaring untuk berhenti.“Lu cari sekarang! Pokoknya gua nggak mau tau! Itu kunci harus ketemu sekarang! Cari di semua sudut. Pastiin! Apa itu kunci nyelip di ujung kantong celana lu, apa ketinggalan di mobil, apa jangan-jangan, sebenarnya elu nggak