“Sayang, kamu di sini? Aku pikir masih di toilet loh,” sapa Lisa yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Roy.
Sapaan Lisa itu lantas membuat Roy sedikit terkejut karena tidak ingin Lisa salah paham padanya. tentu saja itu karena Roy sedang menatap lekat pada Ella karena memang Roy merasa tidak pernah melihat Ella sebelumnya. Sebagai seorang suami yang sudah empat tahun hidup bersama dan mendampingi Lisa, sudah bisa dipastikan bahwa Roy akan mengenal sebagian besar teman-temannya. Begitu pun dengan Lisa yang biasanya akan selalu memperkenalkan teman dan sahabatnya pada Roy.
“Kamu dari mana aja? Aku dari tadi nyariin kamu juga,” jawab Roy pada akhirnya dan langsung memeluk kembali tubuh ramping sang istri.
“Tadi aku ke dapur, Sayang. Liat system kerja mesin dan alat-alat yang baru datang itu. Oh, ya, kamu udah kenalan belum sama temen aku yang ini?” tanya Lisa seraya mengapit pergelangan tangan Ella dengan sangat intim.
“Udah, Beb. Kamu tenang aja, selama kamu nggak ada tadi, aku yang jagain suami kamu ini,” sela Ella dengan manja dan mengerlingkan sebelah matanya pada Lisa.
“Wah, kamu emang the best. Makasih, Sweety.” Lisa langsung memeluk Ella dan tidak tahu kenapa sepertinya Roy merasa bahwa sikap Lisa tidak seperti biasanya dalam berteman.
Lisa memang seorang yang ramah dan mempunyai banyak teman. Tapi, tidak satu pun di antara temannya itu yang memiliki kedekatan seperti yang saat ini Lisa tunjukkan bersama Ella di depan Roy. Roy ingin sekali bertanya banyak pada Lisa tentang Ella. Namun, sepertinya saat ini bukan lah waktu yang tepat untu Roy membahas masalah itu dengan Lisa. Apalagi, saat ini tamu undangan Lisa masih sangat banyak.
“Sayang, aku baru tau kalau kamu punya teman bernama Ella. Sepertinya, kita belum pernah bertemu bersama seperti ini,” ucap Roy dan langsung membuat raut wajah Ella juga Lisa menjadi berubah. Roy tentu saja menyadari situasi ini.
“Eh … i-iya, Roy. Ini Ella memang biasanya nggak ada di sini. Ella baru datang dari Pekanbaru. Iya kan, La?” Lisa melempar tanya pada Ella.
“I-iya. Maaf kalau kedatangan aku jadi ganggu. Kalau gitu, aku keliling dulu, ya.” Ella terlihat seperti merasa bersalah pada Roy dan Lisa.
“Nggak apa-apa kok, La. Roy emang suka becanda gitu. Roy, aku mau ketemu sama Pak Burhan dulu di ruang kerja aku. Kamu tolong temanin Ella dulu, ya. kasian dia nggak kenal siapa-siapa di sini.” Lisa berkata pada Roy sambil memeluk tubuh suaminya dengan sangay erat lalu menciumi pipi Roy dengan sangat hangat.
Roy tidak ingin melewatkan kesempatan itu dan langsung memegang dagu Lisa, menariknya hingga bibir Lisa berhasil menyentuh bibirnya. Roy melumat kecil bibir Lisa di depan Ella tanpa ada rasa malu dan sungkan pada Ella. Roy memang orang yang selalu berpikir masa bodoh dengan sekelilingnya. Apalagi jika sudah menyangkut dengan Lisa. Maka Roy akan buta dalam segala hal hingga bahkan menganggap tidak ada orang lain di sekitar mereka. Biasanya Lisa juga akan bersikap seperti itu dan membalas ciuman Ro. Namun sepertinya kali ini Lisa sengaja menghindar dari kecupan dan lumatan nikmat yang selalu Roy suguhkan untuk dirinya itu.
“Roy! Nggak enak ih, ada Ella di sini. Ntar dia jadi pengen juga gimana? Emang kamu mau ngasih Ella rasa yang sama seperti itu?” tanya Lisa pada Roy denga nasal.
Namun, pertanyaan Lisa itu justru membuat darah dan jantung Roy berdesir. Tidak biasanya Lisa berkata seperti itu, karena setahu Roy, Lisa adalah perempuan yang sangat cemburuan. Jika Roy menyebut nama seorang wanita saja di depannya, maka keesokan harinya Lisa akan mendapatkan seluruh informasi lengkap tentang wanita yang namanya disebutkan oleh Roy itu. Padahal, biasanya Roy hanya menyebutkan nama-nama karyawan yang bekerja di perusahaannya saja tanpa sengaja di depan Lisa.
“Sayang, aku juga harus kembali ke kantor,” tolak Roy tegas setelah Lisa tidak merespon cumbuannya seperti biasa. Entah mengapa timbul rasa kesal di hati Roy atas sikap Lisa siang ini.
“Trus gimana sama Ella, Roy?”
“Aku nggak tau. Dia kan teman kamu. Kamu dong yang harusnya nemanin dia!’
“Roy!” pekik Lisa tak menyangka kalau Roy akan berkata seperti itu padanya.
Namun, sepertinya Roy memang cukup kesal untuk kali ini. Tentu saja itu terbukti dengan langsungnya Roy mengayunkan langkahnya meninggalkan Lisa dan Ella di tempat mereka berdiri. Roy tidak mengerti apa yang sedang Lisa lakukan dan rencanakan. Namun, yang pasti Roy merasa bahwa Lisa memang sudah merencanakan semua ini dan sengaja mempertemukannya dengan Ella. Semua itu tidak terlihat seperti suatu kebetulan semata.
Roy terus berjalan keluar dari gedung restoran itu dan untuk pertama kalinya ia bersikap tegas dan keras pada Lisa. Selama ini dia selalu mengalah demi kebahagiaan Lisa dan tidak ingin istrinya itu merasa sedih atau pun terpuruk karena belum bisa memberikannya seorang anak. Keturunan yang jujur saja masih sangat dinantikan dan diharapkan kehadirannya oleh Roy sampai saat ini. Hal itu tidak pernah terlalu ia perlihatkan di depan Lisa dan tidak pernah pula ia tekankan pada Lisa karena memang sengaja ingin menjaga perasaan dan hati Lisa.
Dengan perasaan bersalah karena sudah bersikap sedikit kasar pada Lisa, akhirnya Roy melajukan kendaraan roda empatnya itu menuju ke sebuah perusahaan fashion yang cukup ternama di kota itu. Siapa yang tidak mengenal CEO tampan dan dingin seperti Roy di sana. Namun, semua juga sangat tahu bahwa Roy adalah lelaki yang manja serta sangat bucin pada istrinya. Semua bawahannya sudah tahu dan hafal sekali bagaimana sikap Roy pada istrinya dan bagaimana pada orang lain. Jangankan pada orang lain, pada orang tuanya saja Roy masih tetap bersikap dingin dan acuh tak acuh seperti pada orang yang tidak begitu dekat dengannya.
Itu sebabnya, tidak ada satu pun orang yang meragukan besarnya pengaruh dan pesona Lisa pada diri Roy. Sehingga mampu membuat pria itu bertekuk lutut bahkan rela dipandang sebagai suami yang takut pada istri oleh orang-orang di sekitarnya. Itu pula sebabnya, tidak ada yang berani mendekati Roy karena sangat yakin bahwa pandangan Roy tidak akan pernah berpaling dari Lisa. Hatinya tidak akan tersentuh oleh wanita mana pun selain Lisa. Matanya tidak akan ternoda oleh kecantikan dan keseksian wanita lain selain Lisa. Sebesar itu lah pesona dan arti Lisa bagi Roy, dan bahkan semua orang yang dekat dan mengenalnya sudah sangat tahu.
Namun, yang tidak pernah Roy sadari adalah dirinya sudah dekat dengan sebuah pesona wanita yang perlahan mencoba mencuri hatinya dari Lisa. Sengaja atau tidak, tidak akan ada yang bisa menebaknya. Lalu, siapa kah wanita itu dan akan kah Roy sanggup melawan gejolak hatinya? Saat Roy menyadari hati dan pikirannya bergetar saat bersama si wanita yang datang menawarkan segalanya pada Roy, selain harta dan kemewahan yang tentu saja sudah lebih dari cukup dimiliki oleh Roy selama ini.
“Mami ….”Suara igauan dari Ane menyadarakan Lukman pada khayalannya tentang Lisa. Ia tidak tahu apakah Lita marah dan tersinggung pada ucapannya tadi atau tidak.“Maaf. Aku … aku tiba-tiba teringat istriku,” ucap Lukman penuh nada sesal.“I-iya. Nggak apa-apa. Makasih udah anterin aku sampai depan hotel. Kalau gitu aku permisi.” Lita menjawab dengan sedikit gugup juga.“Sama-sama. Btw, apa kamu jadi test DNA besok?” tanya Lukman sebelum Lita benar-benar turun dari dalam mobilnya.“Jadi. Aku juga penasaran dengan kebenarang itu. Setidaknya, dengan hasil test DNA itu nanti semuanya akan sangat jelas. Iya atau tidaknya informasi yang aku kantongi saat ini.”“Kamu benar. Yang penting semuanya diperiksa dulu, kan?”“Iya. Tapi ….”“Tapi apa?”“Aku kan baru di kota ini. Jadi … aku nggak tau ke mana harus pergi untuk melakukan test itu nanti. Eh, bukannya kamu dokter? Tadi, anak kembarmu itu bilang gitu. Gimana kalau di rumah sakit tempat kamu kerja aja?” tanya Lita kemudian dengan suara yan
Lita masih tertegun tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut anak seusia Ane. Anak itu terdengar sangat dewasa dan pembawannya juga tenang ketika mengatakan semua itu. Bahkan, Lita menjadi ragu bahwa ia adalah anak yang baru berusia sekita enam atau tujuh tahunan.“Maafkan anakku, Nona. Dia masih anak-anak dan nggak ngerti dengan apa yang baru aja dia katakan,” ucap Lukman segera ketika melihat perubahan pada raut wajah Lita.Ia mengira mungkin saja Lita tersinggung dengan ucapan bocah itu. Karena tentu saja, itu adalah hal yang seharusnya diucapkan oleh orang dewasa dan makna dari kalimat itu tentu sangat besar. Tidak main-main tentunya.“Nggak masalah. Aku nggak apa-apa dengan hal itu. Tapi … apa yang membuat Lisa bisa meninggal secepat ini? Aku nggak memiliki Riwayat penyakit dalam yang parah, seharusnya Lisa juga gitu. Karena dia adalah kembaranku. Setidaknya, itu yang aku dengar dan ketahui tentang hubungan kami yang bahkan belum pernah bertemu satu sama yang
Lukman tidak dapat mempercayai penglihatannya saat ini. Di depannya jelas ada wanita yang tampak sangat mirip dengan Lisa – istri tercinta yang sudah tiada dan bahkan sekarang ia dan ketiga anaknya sedang berada di makam Lisa.“Papi … itu bukannya Mami?” tanya Ane dengan suara nyaring pada Lukman dan tak lupa telunjuknya menunjuk kepada wanita itu.“Sayang … jangan asal bicara. Nanti tantenya tersinggung,” gumam Lukman dengan suara yang sedikit ia keraskan agar Ane bisa mendengarnya dengan jelas.“Iya. Meski pun memang mirip, aku rasa dia bukan Mami. Mami jelas udah ada di syurga saat ini,” sela Andi pula dengan pemikirannya yang bak orang dewasa.“Aku setuju dengan Andi. Mereka hanya mirip dan memang di dunia ada tujuh orang yang saling mirip satu sama yang lainnya bukan?” Ana pun ikut menimpali percakapan itu.Sementara, wanita yang sedang mereka bicarakan sudah berada di depan makam Lisa dan menatap ketiga anak Lukman itu dengan senyum yang mengambang. Ia tampak menyukai anak-anak
Lukman membawa ketiga bayi besarnya itu menuju ke sebuah pemakaman elite yang terlihat sangat indah dan rapi tentunya. Di sana adalah makam Lisa yang sudah meninggalkan dirinya lima tahun yang lalu. Lukman tidak pernah merasa kesepian karena Lisa sudah meninggalkan ketiga anak bayi besar itu untuk ia rawat, jaga, dan sayangi sepanjang hidupnya.Ana, Ane, dan Andi tampak sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Andi duduk di kursi penumpang di sebelah kemudi Lukman. Sementara Ana dan Ane duduk di kursi belakang yang sedang asik dengan tablet mereka masing-masing.“Apa yang sedang kalian lakukan? Main game?” tanya Lukman dan melirik kedua gadisnya itu melalui kaca tengah.“Bukan, Pi. Aku sedang melihat style penyanyi luar negeri ini, yang terbaru. Aku mau melukisnya nanti." Ana menyahut dan menampilkan layar tabletnya ke arah Lukman dan tentu saja tidak dapat diliat dengan jelas oleh lelaki itu.“Bagus banget, Sayang. Kamu mau jadi desaigner, ya?” tanya Lukman lagi kepada Ana dengan nad
Lima tahun setelah kepergian Lisa ….“Papi … Ane mana?” Sebuah suara bocah terdengar memanggil ke arah Lukman.“Papi nggak tau, Sayang. Tadi ada di sini. Kenapa?” sahut Lukman pada gadis kecil berusia enam tahun itu.“Dia pinjam buku cerita aku, tapi robek. Liat nih!” jawab gadis bernama Ana itu dengan menunjukkan sebuah buku dongeng yang sampulnya sudah robek setengah kepada Lukman.Lukman menghela napasnya dengan berat. Ia tahu bahwa Ane tidak akan pernah bisa menjaga barangnya dengan baik. Berbeda memang dengan Ana yang selalu perfect dalam segala hal. Meski pun mereka masih terbilang sangat kecil, Ana sudah memperlihatkan sisi kedewasaannya pada saudaranya yang lain.Ia selalu menjadi yang paling unggul di antara kedua saudara kembarnya yang lain. Ana selalu sempurna dalam segala hal dan tidak suka ada kesalahan atau kekurangan sedikit pun pada benda-benda yang dimilikinya. Namun, Ane yang selalu menjadi biang rusuh akan selalu merusak segalanya dan membuat Ana marah.“Nanti Papi
Dua tahun sudah berlalu sejak pernikahan Lisa dan Lukman. Kini mereka sudah tinggal di sebuah rumah yang sederhana tetapi punya lahan yang cukup luas. Ketika membuka jendela kamar, maka hamparan laut biru membentang di pelupuk mata. Lisa selalu suka memandang ke luar jendelanya baik di pagi hari, siang, sore, apalagi malam hari. Sementara Lukman membuka sebuah klinik Kesehatan yang selalu ramai dikunjungi pasien. Meski pun ia tidak pernah menetapkan harga untuk biaya pengobatannya, Lukman sudah cukup merasa bahagia dengan kehidupannya sekarang. Baginya, asalkan Lisa bisa bahagia maka dia juga akan merasa bahagia untuk hal itu. Siang ini, tumben sekali tidak ada pasien yang datang berkunjung ke kliniknya itu. Jadi, Lukman memutuskan untuk segera pulang dan makan masakan istri tercinta. Sudah lama sejak mereka makan siang bersama di rumah bersama tiga orang anak yang berusia sama. Mereka seperti kembar tiga yang selalu ada di mana pun Lisa berada. “Sayang … di mana Ane, Ana, dan Andi?