Zahra kembali ke rumahnya saat adzan magrib berkumandang.ia tak menyua-nyiakan waktu yang di beri sang maha pencipta untuk bisa bersujud.
Meski rasa lelah dan letih hinggap di sekujur tubuhnya Zahra berlalu mengambil air wudhu dan melaksanakan kewajibannya.
" Dari mana kamu ?" Tanya paman Edo yang tadi sore baru kembali dari Sulawesi.
" Oh...itu tadi ... " Zahra berbicara sambil terbata-bata karena bingung apa yang harus ia jelaskan.
Mulutnya seraya terkunci dan otaknya mendadak mengerem untuk memerintahkan mulut supaya tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
" Kamu bisa membohongi ayahmu sendiri tapi tidak denganku " Edo berbicara sambil berlalu meninggalkan Zahra yang masih diam mematung dan belum membuka mukenanya.
Sang paman berlalu dan menemui kakaknya yang tak lain ayah Zahra.
" Kau membebaskan Zahra ?" Tanya Edo sambil duduk di samping sang kakak.
" Yang penting tahu batasan saja itu sudah cukup !"
" Jangan biarkan dia buatpacaran dulu !" Edo memperingatkan kakaknya.
" Lelaki yang berani itu tidak mengajak anak perempuan untuk pacaran tapi untuk di halalkan " sang kakak menimpali ucapan adiknya.
" Tenang...Zahra sudah tahu dan mengerti !"Rama pun sebenarnya merasakan kecemasan yang sama dengan Edo.
" Itu ... Tanah nggak di bangun sekalian ?" Tanya Rama.
" Atur sajalah ! Saya sibuk sedang persiapan panitia juga buat calon anggota TNI yang baru !" Jawab Edo.
" Urusan keuangan tanya langsung sama Rima dia manajernya !" Edo menyerahkan keuangan untuk di atur isterinya.
" Di bikin kontrakan saja lah do !" Rama memberi saran.
" Itu buat bisa masa tua kita nanti !" Tambah Rama.
" Ya,nanti saya ngomong ke isteri.
Edo baru sampai tadi sore dan belum sempat melihat tanahnya yang sudah di beli saat bulan lalu membelinya bersama Rama.
Selama berdinas di kesatuan Edo lebih memilih tinggal di rumah dinas ketimbang mengontrak rumah di luar asrama.
Saat kembali ke tanah Jawa barulah Rama mengingatkannya untuk punya rumah di sini.
" Jangan di bikin kontrakan semua ! Saya juga pengen bikin rumah sekalian " Edo sebenarnya tidak ingin membawa keluarganya untuk tinggal di asrama lagi.
" Atur saja lah ! Isteri saya juga sibuk !" Tambah Edo mengingat isterinya bekerja sebagai seorang guru.
" Ya,sudah jangan banyak mikir ! " Rama menutup sesi pembahasan properti.
Zahra kemudian keluar dari kamar dan ikut duduk bersama kedua lelaki dewasa yang sedang asyik menonton televisi.
" Itu ... Muka kusut gitu ! Kata ayahmu pamit lari ! Lari kemana ? Berapa putaran ?" Edo menanyai Zahra keponakannya.
Zahra masih diam dan bingung karena tadi pagi pemandangan dan kejadian yang tak indah terlihat oleh matanya.
Sang paman bertanya seakan mengingatkan kembali sosok Nico yang telah mengecewakan dirinya.
" Tadi pagi iya lari,habis lari nongkrong dulu trus ngerumpi...makan deh !" Jawab Zahra dengan badan yang masih merasakan pegal di sekujur tubuhnya.
Edo bukanlah sosok orang yang mudah di bohongi terutama oleh Zahra dengan gelagat yang mencurigakan.
" Tapi,kelihatannya kamu kaya kecapean ya !" Selidik Edo.
" Ya,cape lah ! Seharian di luar rumah " jawab Zahra.
Edo sebenarnya tidak mempercayai semua ucapan Zahra berbeda dengan Rama yang seakan - akan bisa di bohongi Zahra.
" Berapa semester lagi kuliah ?" Tanya Edo.
"Empat semester lagi ! " Jawab Zahra.
" Kalau ada kesulitan tanya bibimu ! Dulu dia juga sama satu jurusan denganmu !" Edo memberi Zahra keleluasaan agar Zahra tidak sering berada di luar.
" Iya ..." Jawab Zahra singkat.
Zahra menyadari kalau sang paman sedang mengintrogasinya dan ia pun memilih pamit undur diri dengan alasan besok ada kuliah pagi.
" Tinggal di sini saja lah do ? Sebelum rumahmu dibangun !" Perintah sang kakak .
" Saya sih gak masalah ! Nggak tahu kalau isteri ! Belum juga Bowo nakalnya minta ampun "
" Bowo biar isteri ku saja yang jaga nya ! Toh kalian berdua sama-sama kerja juga !" Rama mencoba memberi solusi.
" Ya,itung - itung saya punya bocah laki dadakan gitu ! " Rama sangat berharap.
" Gampang lah kalau masalah itu ! Senyaman isteri saya sajalah ! Saya nggak mau kena omel sama ibu komandan yang itu !" Edo harus bertanya pada isterinya sebelum mengambil keputusan.
" Benar...kalau isteri ngajak ribut ! Kita para lelaki pasti kalah dan lebih baik mundur ! Dari pada urusan jadi panjang !" Rama membenarkan ucapan adiknya.
_-_-_-
" PING " Albi mengetes Zahra sudah tidur atau belum.
Zahra mendengar suara notifikasi pesan di ponselnya.
" Apa... Bi ...?" Balasan pesan untuk Albi.
" Kena omel nggak ?😁😁😁" Tanya Albi.
" Nggak ... " Jawab Zahra membalas pesan Albi.
" Syukurlah ...🤗🤗🤗" Albi merasa lega .
" Bi,kata pamanku sekarang paman masih persiapan bentuk panitia buat calon anggota TNI yang baru ! Harus siap ya !" Pesan Zahra untuk Albi.
" Tiap hari juga latihan 🏃🏃🏃" jawab Albi.
"Renang ? Kamu bisa renang kan ?" Tanya Zahra untuk memastikan saja .
" Bisa ... Tenang aja !😁😁😁"
" Minggu depan latihan renang saja ! Mumpung masih ada waktu !" Zahra mengatur jadwal lagi.
" Hmm... Saya ikut mentor saja " Albi membalas pesan Zahra dan kemudian Albi menyudahi dunia Maya nya.
_-_-_-
" sudah ketemu .... Masih di lanjut di dunia Maya " seloroh Ridwan yang masuk namun tidak terdengar Albi saatmembuka pintu.
" Datang ngucap salam ! Bukan usil !" Albi memprotes sikap Ridwan.
" Lah ,saya ngucap salam ! Kamu sibuk sama hp !" Ridwan membela diri.
" Mana oleh - oleh dari pantai ?" Ridwan meminta oleh-oleh.
" Nih,badan cape ! Pegal semua ! Kalau mau pijitin ! Nih...disini...di sini " Albi menunjukkan bagian badannya yang sakit.
" Cepet...biar dapat pahala..." Tambah Albi lagi.
Ridwan yang merasa kasihan akhirnya memijit tangan,kaki dan juga badan Albi.
" Untung punya teman kaya gue ! Ada upah nya gak nih ! Cewek juga boleh !" Ridwan berbicara sambil cengengesan.
" Hush...ngomong tuh sembarangan !" Albi tidak menyukai cara bicara Ridwan namun badannya menjadi rileks karena mendapat pijatan yang enak.
" Lah,kamu enak ada Sari,Zahra terus...saya gimana ?"Ridwan terus mengoceh.
" Saya nggak pacaran ! Baik sana Sari atau Zahra dan saya juga bingung harus menjelaskannya bagaimana ? Saya ada urusan sama mereka titik tapi bukan pa....ca....ran..." Albi sedikit menekan kata-katanya.
" Lagian siapa juga cewek yang mau sama model tukang kuli bangunan macam kita ! Saya juga mikir kesana kali buat deketin anak orang ! Ia anaknya demen dan mau sama kita ! Orang tuanya belum tentu terima kita !tetap ajaujung-ujungnys masalah restu orang tua ! Sakral itu !" Albi bercerita panjang lebar.
" Bener juga ! Apa yang kamu bilang !"Ridwan membenarkan semua ucapan Albi .
" Kamu pintar masak ! Mending kumpulin duit dulu ! Coba bangun usaha biar gak di pandang sebelah mata ! Di mana - mana juga orang Memandang dari status bukan macam kita ini "
" Iya kita kalau sudah bersih di pantes-pantesin juga muka menang ! Tapi kalau mereka lihat kita pas lagi kotor sama Senen ! Apa mereka masih mau terima kita jadi anak mantunya ?" Albi memandang ke depan cara berpikirnya.
Hari Edo kembali ke kesatuannya untuk melaksanakan tugasnya memimpin rapat pembentukan Panitia peserta anggota TNI yang baru. Edo memimpin rapat dengan menunjuk orang-orang yang di anggap berkompeten dalam melaksanakan tugas. Para panitia pun menyetujui hasil rapat kali ini dan menanda tangani berkas yang ada tanda sanggup menjalankan tugas. " Ingat dokumen administrasi semuanya harus lengkap !" Edo kembali mengingatkan para panitia yang telah di bentuknya. " Dan jika nanti sudah banyak yang mendaftar ! Seleksi semuanya dan loloskan mereka yang benar-benar memenuhi kriteria. Waktu menunjukkan sudah masuk waktu Dzuhur dan Edo pun membubarkan rapatnya. _-_-_- Rama di sibukkan dengan kegiatan tambahan barunya yakni mencari orang yang terbiasa dengan membangun rumah dari nol hingga ia akhirnya bertemu dengan Pak Rudi salah satu
Hari Minggu pun tiba dengan latihan bertemakan " berenang " Ridwan sedari shubuh sudah menyiapkan menu masakan simple untuk di bawa bekal nanti. Sementara Albi lebih sibuk berlatih dengan menggunakan burble buatannya sendiri. Dari hari ke hari lengan Albi menjadi terlihat lebih berotot. Terkadang jika sedang di berlatih di taman.Alvi lebih memilih pull up bergelantungan di pohon. Badan Albi kini menjadi lebih tegap berbeda saat pertama kali ia bertemu dengan Zahra di mana kulitnya yang masih terlihat bersih bahkan tidak ada warna coklat yang terbakar matahari. " Bi...kamu yang bawa ya !" Ridwan menyodorkan tas yang berisi makanan untuk santap siang mereka di sana. " Hmmm..." Jawab Albi ringan. Zahra sudah datang terdengar dari suara deru motornya. " Simpan motormu di sini saja !"
Edo sang paman melihat Zahra dari seberang jalan saat Zahra,Ridwan dan Albi keluar dari area kolam renang. Tampak jelas dari raut wajah sang paman yang merasa tidak senang ketika Zahra berjalan di apit oleh dua lelaki. Edo hanya berdiam diri saja melihat Zahra dan kedua teman pria nya sedang menaiki angkutan umum. Edo mengikuti mereka bertiga tanpa sepengetahuan Zahra. Saat Zahra bersama kedua temannya sudah sampai di depan kostan sang paman masih dengan posisi mengintai memantau Zahra. Di lihatnya Zahra sangat akrab dengan kedua teman laki-lakinya kemudian Zahra pun pamit undur diri pada Albi dan Ridwan dan langsung menyalakan mesin motornya berlalu meninggalkan mereka . Edo masih dengan setia membuntuti Zahra dari belakang dan setelah setengah jalan menuju rumah barulah sang paman membunyikan suara klakson motornya. Zahra
Usai latihan bersama Zahra,Albi merebahkan tubuhnya di atas tanah. " Cape...." Albi berkata sambil menatap langit sore. " Ini...minumlah " Zahra menyodorkan botol air minum. " Terima kasih " jawab Albi tulus. Albi bangkit sejenak dari rasa nyamannya menggeletakan diri di atas tanah kemudian ia meneguk air minum yang di berikan Zahra. Dahaganya seketika hilang tapi dahaga akan kerinduan dengan sosok keluarga kandungnya tidak bisaiabendung lagi. Banyak pertimbangan jika Albi harus menemuinya sekarang mengingat kondisi nenek,paman,bibi juga Hari dan Tia yang merupakan keluarga dekat sang ibu bisa saja mengusiknya menjadi lebih dari ini. Hari,Ningsih,Supri,Andi,Rika dan Tuti merupakan saudara kandung ibuku ! Mereka terlahir dari rahim yang sama tetapi saat di lahirkan kedunia tentu saja karakter mereka berbeda.
Tiga hari lagi daftar ulang para peserta calon anggota Bintara akan di buka dan Albi pun bersiap-siap mengumpulkan berkas yang akan di bawanya nanti. Albi masih di sibukkan dengan kegiatannya menjadi kuli bangunan. Hari ini tidak seperti biasanya Pak Rudi mengumpulkan semua pegawainya termasuk Ridwan dan Albi. " Ridwan dan Albi kalian pindah ke tempat yang baru" Pak Rudi memberi perintah. Tak ada bantahan baik dari Albi ataupun Ridwan keduanya hanya bisa manut jika masih menginginkan pundi-pundi rupiah masukke kantong mereka. Rumah yang akan di bangun kali ini milik Edo yang tak lain paman dari Zahra. Saat jam istirahat berlangsung Edo meninjau langsung lokasi yang akan di jadikanya hunian dan beberapa petak kontrakan. Edo melihat jelas sosok Albi dan Ridwan yang tempo hari ia lihat bersama dengan Zahra.
Satu hari sebelum keberangkatannya Albi memangkas rambutnya menjadi model rambut khas TNI. Usai mencukur rambutnya Albi bergegas kembali ke tempat kostannya dan mulai menyiapkan keperluan yang akan di bawanya. Ini adalah hari di mana Albi akan menyerahkan berkas regristasi ulang. Zahra dan Ridwan menepati janjinya untuk mengantarkan Albi menuju gerbang kesatriaan. Sebelum Albi masuk ke gerbang militer ia menyempatkan diri untuk melihat kedua orang yang telah mendukungnya selama ini. Albi melihat Zahra yang memberikan kehidupan baru untuk dirinya dan kini mata Albi melihat Ridwan sosok yang akan di rindukannya kelak saling beradu mulut terlebih lagi Ridwan sudah mengajari tehnik berenang di air yang selama ini belum ia dapatkan.ternyata alam yang mengajarkan Ridwan. Seragam hitam putih yang melekat di tubuhnya kini hasil tangan Zahra yang menyetrik
Para peserta bersiap berdiri di pinggir kolam renang termasuk Albi. " Untung dulu latihan dulu sama Ridwan " batin Albi bermonolog. " Kekuatan nafas dan waktu sangat di butuhkan ! Bisa ... Bisa... Bisa ..!Albi menyemangati dirinya sendiri. Kini giliran Albi di panggil . Panitia tidak memanggil Albi dengan nama melainkan dengan nomor peserta. Albi bersiap melakukan renang dan para instruktur terkejut melihat Albi bisa melakukannya dengan baik. Senyum bahagia terpancar jelas dari wajah Edo sebagai tim penilai. Albi merasa senang mendapatkan tepukan yang meriah dari para peserta dan para instruktur di lapangan. " Terimakasih tuhan dan juga kedua temanku " Albi mengucap syukur sesaat setelah mengalahkan ke lima rekannya yang lain dan mendapatkan nilai yang memuaskan karena kecepatan waktu yang di peroleh nya.
Albi kini sudah bersiap dengan test lari yang di haruskan bagi setiap peserta calon anggota TNI yang baru. Ia memilih berada di pinggir lapangan terlebih dahulu untuk melenturkan otot-ototnya supaya tidak merasakan kram saat melaksanakan test nya . Mata Albi sibuk melihat seputaran lapangan.banyak peserta yang hadir di sana . Terlihat dari banyak peserta yang kumpul ada yang sudah terbiasa dengan test tersebut dan ada juga seperti tidak biasa melakukan nya. Jika berlatih sungguh-sungguh maka kesempurnaan hasilpasti akan di dapat. Albi menjadi teringat dengan Zahra mentor dadakan yang sedikit usil mengerjai dirinya dengan tali rapia di sekujur tubuhnya,helm sepedah di jadikan helm perang dan alat penggorengan di jadikan senjata. Terdengar lucu bila mengingat kembali masa latihan bersama Zahra belum lagi Zahra mengikuti yang Ridwan lakukan dimana Al