" nah ,ini nih cewek yang kemarin saya ajak ngobrol ?" Albi berjongkok degan Ridwan.
" Kirain..." kini wajah muram Ridwan terlihat.
" Gak usah di tekuk tuh muka ! Masih sama tetep jelek ! " Ledek Albi dengan polos.
" Nah,bener gini bi,pagi- pagi biasakan datang kesini !" Albi seolah terus menagih rasa gorengan yang di buat Bi Ijah.
" Iya den..." Jawab Bi Ijah dengan senang.
Mereka pun memakan gorengan sebagai menu sarapan mereka di pagi hari..
Kini Albi sudah terbiasa dengan hidup nya sekarang dan sudah meninggalkan kebiasaan lamanya mewah tapi menipu dirinya sendiri.
Setelah menyelesaikan sarapan paginya mereka pun kembali bekerja mengambil peralatan pertukangan .
Albi kembali lagi pada Bi Ijah dan bertanya menanyakan alamat rumah Bi Ijah .
" Bi...sekarang bibi tinggal dimana ?" Tanya Albi yang masih penasaran.
" Bibi tinggal di perkampungan belakang komplek ini den ..." Jawab Bibi ramah.
" Jangan panggil Aden...panggil nama saja ..Albi " Albi enggan memakai panggilan Aden untuk dirinya karena mengingatkan sosok Pak Kimin dan Bi Rokayah.
Sebutan Aden ia tanggalkan karena baginya sebutan itu sebuah kepalsuan.
Albi masih sibuk dengan kegiatannya sebagai kuli bangunan dan di kediaman Hari sedang sibuk menghubungi teman-teman Albi yang tertera di kontak ponselnya.
Hari sibuk menghubungi sana sini namun hasilnya nihil tak ada satu pun teman Albi yang mengetahui keberadaan anaknya itu.
" Mau jadi pembangkang dia rupanya !" Emosi Hari meledak .
" Kita lihat saja siapa yang menang !"
_-_-_-_-
Paman Edo tak di perbolehkan menginap di hotel oleh Rama ayah kandung Zahra.
Karena bagi mereka jika keluarga Edo menginap di hotel maka suasana akrab layaknya adik dan kakak tak akan sehangat seperti sekarang ini.
"Mas...kamu gak kerja ?" Tanya Edo.
" Sama kaya kamu ikut cuti juga !" Jawab Rama .
" Ayah udah gak ngantor lagi " tiba-tiba Zahra masuk dan ikut duduk bersama mereka.
" Ayah punya bisnis sendiri bangun usaha sendiri "tambah Zahra.
" Ayah buka bengkel motor " tambahnya lagi.
"Bosan saya duduk di kursi terus ! Mending gini deh ! Cuti dan kerja sesuka hati saja !" Rama berbicara karena merasakan kejenuhan bekerja di perusahaan milik orang lain.
" Kamu kapan mau pensiun dini atau mau tunggu sampai dapat gelar jenderal" tanya Rama pada adiknya.
" Wah...belum mikir lepas jabatan yang yang sekarang nih " jawab Edo yang belum terlalu berpikir ke arah bisnis.
" Kalau ada duit nganggur mah do...bangun usaha kos-kosan biar kamu udah cape nanti gak pusing bikin dapur ngebul !" Saran Rama.
" Bener juga ! Duit ada sih kalau di gabung sama penghasilan isteri " jawab Edo .
" Nyari lahan di mana ? Belum kepikir tuh tempatnya di mana ?" Edo masih bingung.
" Kalau bisa sih di tanah Jawa do ...kamu kan dari tanah Jawa" saran Rama kembali.
" Iya benar sekalian nanti kalian yang urus deh semuanya !" Edo mempercayakan semuanya pada Rama kakaknya.
" Mumpung masih di sini nanti sore keliling saja siapa tahu ada lahan yang cocok !" Rama mengajak Edo untuk bisa menentukan lahannya sendiri.
" Benar jalan sore aja ! Sudah lima tahun juga gak pernah jalan keliling lagi " ucap Edo.
" Ya,sudah sekarang makan siang dulu deh !" Ajak Rama.
"Zahra Kamu gak pergi kuliah ?" Tanya sang paman .
" Percuma pergi ke kampus juga ! Lihat di grup WA dosennya sakit ! "Jawab Zahra.
" Kan,ada ASDOS jangan bikin alasan untuk bolos deh " jawab sang paman.
" Hehe...lebih asyik belajar sama DOSEN langsung !" Zahra sedang gak mood untuk pergi ke kampusnya.
" Ok ! Kali ini di maafin ! Lain kali ,jangan bikin alasan apapun.
" Sekali-kali nongkrong di rumah gitu " jawab Zahra dengan senyum yang di paksakan takut kalau sang paman ikut menceramahinya.
" Ingat...kalau pun harus bolos tapi tetap belajarnya harus jalan terus ! Waktu belajar yang harusnya di kampus sekarang ganti di rumah !" Sang paman menasehati keponakannya demi kebaikannya.
"Sekarang harus belajar ! Maaf gak bisa dong om ! Perut minta di isi dulu ! Mana bisa mikir kalau di serang cacing yang ada buntu semua !" Jawab Zahra.
" Terus mau kapan belajarnya !" Tanya Rama sang ayah.
" Malam aja yah ! Boleh ya ! Sore kan mau ikut nyari lahan ! Itung - itung cuci mata !" Zahra mengiba pada kedua orang dewasa di hadapannya.
" Terserahlah ! Makin di atur,makin ngawur ! "Ayah Rama enggan berbelit lagi dengan anaknya.
" Yey ... Makasih ayah " kemudian Zahra memeluk dan menciumi pipi ayahnya.
_-_-_-
"Mau kemana bro...sore begini tumben kinclong tuh wajah !" Ridwan merasa heran dengan tingkah Albi.
" Yey...mau ngapel dong ! Gue kan masih laku ! Gak bulukan kayak lu nyantai di kosan melulu !" Jawab Albi asal.
" Boleh ikut ?" Tanya Ridwan.
" Nggak ! No...!" Jawab Albi tegas.
" Ini acara pribadi gak ada bonus bawa satpam kaya lu ya !" Albi yang enngan di ketahui Ridwan tentang niatannya.
" Gimana gak bulukan coba ! Yang di tempelin temannya model lu ! Nyesel ya lu punya teman kaya gue !" Ridwan mulai merasa kesal.
" Ah...terserah deh mau ngomong apa ? Ini bukan soal cinta atau soal cewek seperti yang ada di dalam pikiranmu itu ! Tapi ini soal harga diri seorang "lelaki" paham !" Albi menjelaskan dengan detail takut kalau Ridwan menjadi salah paham.
" Itu bibir gak usah dimanyunin gitu! tetap aja jeleknya gak berubah !" Albi berkata tanda ia hanya sedang bergurau.
" Udah ya ! Gue pergi dulu ! Bye "Albi pun berlalu membuka pintu.
Albi berjalan seorang diri menyusuri rumah- rumah perkampungan yang berjejer.
Saat ini hanya kaki yang bisa ia langkahkan demi mengembalikan harga diri di mata hukum.
Tekadnya sudah kuat ! Walaupun ia sendiri masih bingung tentang cara yang harus di tempuh agar identitasnya kembali menjadi anak Ibu Ningsih dan Pak Wawan kedua orang tua kandungnya.
Dalam hati Albi masing menimang dan berpikir panjang jika proses hukum harus di laluinya.
Ia pun,tak serta merta masih menggali tentang dampak dari proses hukum tersebut mengingat sosok Hari dan Tia yang sudah membesarkannya.
Albi masih bisa berpikir jernih konsekuensi nanti yang akan di dapatnya bila masih memakai identitas yang palsu.
" Data boleh palsu ! Tapi,hati gak bisa di palsukan "batin Albi bermonolog agar ia kuat menghadapinya.
"Cari siapa ? " Tanya salah satu warga yang kebetulan sedang menyapu di gang dan membuyarkan lamunan Albi.
" Maaf,boleh tanya ?'' tanya Albi pada salah satu warga dengan sopan.
"Boleh ! Tanya apa ya ?" jawab warga tersebut dengan ramah.
"Tahu rumah Bi Ijah yang suka keliling dagang gorengan ?" Tanya Albi lagi.
" Oh masih terus lurus dari sini ! Nanti, ada dua belokkan ! Belok kiri aja ! Rumahnya di ujung !
Albi pun masih terus berjalan mengikuti arahan warga yang tadi di temuinya. Hingga ia menemukan rumah yang di tujunya. "Rumahnya bagus ! Tapi,kenapa Bi Ijah masih berjualan keliling ya ! Mungkin ia punya alasan sendiri" Albi berbicara dalam hati karena merasa heran. Dilihatnya Bi Ijah sedang mengawasi beberapa cucu-cucunya di sekitaran teras rumahnya. " Assalammu'alaikum " sapa Albi dengan ramah . "Wa'alaikum salam " jawab Bi Ijah dengan ramah. "Eh...nak Albi ayo,sini masuk !"Bi Ijah dengan ramah mempersilahkan tamunya masuk. "Ganggu gak bi" tanya Albi pelan takut kalau kedatangannya mengganggu yang punya rumah. "Nggak ganggu ! Bibi senang nak Albi mau berkunjung kesini !" Jawab kembali Bi Ijah dengan ramah. "Sana...main sama yang lain dulu !" Bi ijah menyuruh cucu-cucunya
" jadilah pemberontak yang baik ! Pemberontak yang tak merugikan banyak pihak ! Ingat meski kamu di lahirkan oleh orang tuamu tapi Hari dan Tia juga punya jasa yang besar dalam membesarkan dan nerawatmu ! Teruslah berjuang untuk mendapatkan hak mu mengembalikan data orang tuamu !namun perlu di ingat jangan sampai ada yang terluka ! Tugasmu berat nak !" " Aku tahu Bi," jawab Albi. " Bagaimana cara aku terpisah dari keluarga kandungku sendiri Bi ! Ceritakanlah yang sebenarnya bi ! Aku mohon ! " Pertanyaan Albi yang mengharapkan sebuah kejujuran seorang Bi Ijah. " Caranya yang salah karena sang nenek yang terlalu ikut campur dalam keluarga Ningsih yang sudah menikah !" " Hari tak kunjung di karuniai anak karena dia memberikan luka pada Ningsih Ibumu !" " Hari berdosa !" " Kenapa Bi ? "Tanya Albi kembali .
Zahra masih belum bisa memejamkan matanya begitu pun dengan Albi. Akhirnya Albi lah yang memutuskan untuk berkirim pesan menyapa Zahra terlebih dahulu. " PING " Albi mengirim pesan pada Zahra dan mengetes sudah tidur atau belum. Ternyata Zahra belum tidur juga terdengar dari bunyi pesan WA masuk. " PING juga " balasan dari Zahra. " Tadi nyariin kesini ada apa ? Aku tadi keluar ada sesuatu yang penting !" Pesan dari Albi untuk Zahra. " Tadinya mau nagih janji buat di traktir! Eh...tahunya yang janjiinya sedang keluar ! Ya,udah balik kanan lagi aja !" Jawaban pesan dari Zahra yang di baca Albi. '' besok sore aja ! Gimana ? Itu juga kalau kamu nya gak sibuk !" Pesan dari Albi. ''ya,udah entar aku samperin ke sana deh! Bakal ngilang lagi gak !" Tanya Zahra kembali. " Nggak lah ! Kan
"Alhamdulillah...kenyang " Albi bersendawa." Mau tambah lagi ?" Tanya Albi sambil menaruh mangkuknya.Mereka berdua menyantap mie ayam buatan mas Supar di pinggir jalan.Hanya sandal yang bisa di jadikan alas untuk duduk .Albi mengira Zahra enggan atau menolaknya makan di tempat seperti ini karena dari tampilannya terlihat Zahra bukanlah anak dari kalangan biasa."Ini juga udah kenyang " jawab Zahra." Kamu sering kesini ?" Tanya Zahra sambil menaruh mangkuknya di bawah." Saat berstatus mahasiswa sih tiap hari kesini sampai sore terus pulang ke rumah magrib "" Walaupun tempat ini rame banyak mobil dan motor melintas tapi aku ngerasa tenang aja di sini ..." Albi belum menyelesaikan kalimatnya namun,Zahra sudah menyelanya." Tempat sebising ini kamu bilang tenang ! Atau jangan-jangan kamu salah minum ob
Tiga hari lamanya Bi Ijah tak berjualan seperti biasanya. "Hei...mau kemana lagi " Ridwan bertanya karena melihat Albi yang tergesa-gesa " Nyari angin " jawab Albi sambil berlalu menutup pintu. " Teman gak ada akhlak ... Nyari angin sendiri ! Gak di ajak lagi ! Asem deh ngobrol sendiri !" Gerutu Ridwan yang kesal karena tak pernah di ajak keluar. Albi berjalan kaki ke tempat Bi Ijah namun sayang hatinya bergetar dan langkah kakinya terhenti saat para warga,baru saja memulai acara tahlilan. " Siapa yang meninggal ? " Tanyanya dalam hati. " Jangan...jangan..." Antara yakin dan ragu ia menjawab pertanyaan dirinya sendiri. Albi pun ikut duduk bersama para warga dan ikut membacakan surat Yasin. Setelah acara selesai barulah Albi mendengar obrolan para warga. " Mudah-mudahan amal
Albi tak pernah bisa memilih antara Bi Sari ataupun Zahra.Zahra masih dalam mode ngambeknya." Sekali-kali dia lah yang cari saya ! " Zahra membalikkan ponsel miliknya agar tak terlihat lagi nama Albi.Keesokkan paginya Albi masih sibuk memeriksa pesan atau panggilan masuk dari Zahra.namun,tak ada satupun balasan chat atau panggilan balik dari Zahra.Kini Albi sendiri yang merasa bingung." Gak biasanya dia seperti ini ! Apa aku salah ya !" Albi sejenak berpikir." Ah...sudahlah " Albi menaruh kembali ponsel ke dalam sakunya." Ayo..." Ajak Ridwan setelah memakai sepatunya.Saran dari Zahra untuk membuat nasi sendiri kini Albi terapkan sendiri dalam hidupnya.Ia pun berbagi nasi dengan Ridwan teman sekamarnya.Awalnya Albi kesulitan menakar air untuk menanak nasi karena
Zahra tak mau berburuk sangka pada Albi dan ia pun memutuskan untuk membalas chat dari Albi. "Hari Minggu jangan kemana - mana !" Pesan untuk Albi. Ada rasa bahagia pada diri Albi karena Zahra membalas pesannya walaupun dalam hatinya ia masih mempertanyakan tentang solusi dari permasalahan yang di hadapinya kini. "Hari Senin sampai Sabtu jangan ganggu aku !" Pesan nya lagi untuk Albi. " Ok " jawab Albi singkat. Zahra menganggap agar Albi bisa bersama Sari teman barunya dan dengan dirinya hanya di waktu hari Minggu saja. Ada renncana yang ingin segera ia praktekan pada Albi. " Mudah-mudahan berhasil " gumam Zahra. " Harus berhasil " Zahra berbicara dalam hati untuk menyemangati dirinya. Ia bukanlah sosok gadis yang gampang menyerah sebelum mencapai target yang
Sepasang suami isteri yang tak lain Hari dan Tia berkunjung dengan pintu yang terus di gedor-gedor seperti tak ada akhlak seolah Ningsih dan Wawan sedang menyembunyikan harta Karun miliknya.Ningsih tidak berjalan ke arah pintu utama di mana Hari dan Tia masih menggedor-gedor pintu rumahnya.Ia lebih memilih masuk ke dapur dan menyembunyikan di dalam wadah tempat beras yang di berikan Albi lewat Zahra" Sebentar..." Jawab Ningsih sopan sambil berjalan dan membukakan pintu." Saya tidak mau berbasa basi mana Albi ?" Tanya Tia dengan angkuh.Hari memaksa berjalan memasuki rumah tanpa permisi pada tuan rumahnya.Sorot matanya terus mengitari sekeliling tempat itu dan hasilnya masih tetap nihil.Hingga Hari merasa curiga pada Zahra yang sedang berkunjung ke rumah itu." Siapa kamu ?" Matanya kini menyoroti Zahra.Z