Share

3.Jungkir balik

" Minggu ini aku mau bayar hutang !" Tulis pesan Albi pada Zahra.

" Hutang yang mana ?" Balasan pesan dari Zahra.

" Yang waktu makan pas turun dari kebun teh " Albi kembali mengirimkan pesannya.

" Yang itu...aku gak pernah menganggap itu hutang ! Udah santai aja !mending kumpulin tuh duit buat bayar kos " balasan pesan Zahra.

" Thank's ya " pesan untuk Zahra.

" Buat ?" Zahra mempertanyakan maksud pesan Albi.

" Buat semuanya karena sudah bantuin aku !" Albi menjawab maksud dari pesannya.

" Ya,sama - sama !" 

" Minggu ada acara gak ? Aku mau traktir kamu !" Pesan untuk Zahra.

" Ada acara keluarga ! Pamanku dari Sulawesi mau datang dan kita keluarga besar sudah lama gak ketemu " tulisan pesan Zahra.

" Oh...ok ! Lain waktu saja !" Balasan Albi untuk Zahra kemudian menutup ponselnya.

Dunia Albi kini jungkir balik bila dulu berpergian kemana pun ia akan menggunakan motor sebagai kendaraan pribadinya namun,kini ia menjadikan angkutan umum sebagai sarana transportasinya.

Jika dulu ia bisa mengeluarkan atau membelanjakan uang sesuka hatinya kini ia menjadi lebih pemikir untuk membelanjakannya.

Tak ada rasa penyesalan yang di lakukan nya sekarang .

Ia bangga dengan dirinya sendiri menghasilkan rupiah dari cucuran keringatnya.

Pekerjaan yang di geluti Albi bercampur dengan panas terik matahari .

Tak ada lagi tangan yang bersih dan kulit yang putih.

Kini kulitnya mulai berwarna coklat dan rambutnya pun sedikit gondrong.

Tak ada aturan istilah melamar pekerjaan dengan menggunakan Ijazah atau KTP untuk menempati posisi ini.

Kini ia bekerja sebagai kuli bangunan.

Demi menyelamatkan harga diri ibu dan ayahnya ia meninggalkan semuanya dan pendidikan yang telah di dapatkannya ia tinggalkan juga.

Bangku kuliah yang sejatinya banyak di idamkan anak - anak di luaran sana berbanding terbalik dengan Albi.ia lebih memilih jalan yang harus memaksanya demi harga diri yang ia impikan.

Harga diri menjadi harga mati prinsip yang di pegang Albi sekarang.

Sambil menjalani kehidupannya menjadi seorang kuli bangunan ia terus mencari informasi " mengapa ibu dan ayahku di perlakukan tak adil !"

Minggu pagi Albi lebih memilih berolahraga sendiri .

Ia memilih untuk berlari menyusuri komplek perumahan di tempatnya bekerja hingga ia berpapasan dengan Bi Ijah tukang gorengan yang selalu menjajakan makanannya di daerah tempat tinggalnya dulu sebelum Hari danTia memiliki istana megah seperti sekarang ini.

" Bi Ijah ..." Panggil Albi.

" Iya...mau beli " jawabnya ramah sambil menurunkan dagangannya.

" Iya...tapi janji Bibi mau temani saya ngobrol !" Albi memaksa Bi Ijah.

" Boleh lah,itung-itung Bibi istirahat dulu deh !" Jawab Bi Ijah.

" Apa Bibi masih ingat saya ?" Tanya Albi memastikan ingatannya kembali.

Bi Ijah hanya menggelengkan kepalanya karena baginya ia tak bisa mengingat dengan baik karena pedagang kecil seperti dirinya pasti sudah bertemu dengan banyak orang.

" Maaf,kalau saya gak inget ! Sebut saja pernah tinggal di mana? mungkin,nanti saya ingat !" Bi Ijah menjawab dengan nada ramahnya.

" Saya dulu pernah tinggal di gang Cempaka bi ..." Jawab Albi.

" Oh...gang Cempaka yang di jalan Rahayu itu !"Bibi mulai mengingat.

" Betul ... " Jawab Albi kembali.

" Terus Aden siapa ? Maaf ini mah bibi lupa ! Bibi juga dulu tinggal di gang itu " jawab bibi dengan ramah..

" Emang bibi pernah tinggal di situ ?" Tanya Albi kembali .

"Iya...sekitar tahun 1980 an Bibi tinggal di sana !" Bi Ijah menjawab sambil menerawang masa lalunya.

" Oh...berarti itu sebelum saya lahir ke dunia ini dong !" Jawab Albi sambil menelan gorengan bakwannya.

" Emang Aden teh anak siapa ? Atau cucu siapa ?" Tanya Bi Ijah kembali.

" Saya anak Bu Ningsih dan Pak Wawan cucu dari Bu Dewi " jawab Albi.

Expressi Bi Ijah terlihat tak percaya dengan apa yang di lihatnya.

" Aduh ...berarti bibi sekarang makin tua atuh ya " ekpressi Bi Ijah yang lucu membuat Albi tertawa.

" Dulu,saya sering beli gorengan bibi tiap pagi ! Apa Bibi masih ingat !" 

" Ingat ...waktu itu Aden kan masih di gendong ibu Aden " Bibi kembali mengingat.

" Gorengan bibi nagih di lidah sih " Albi memuji Bi Ijah.

" Sekarang Aden tinggal di sini ?" Tanya Bi Ijah.

Albi hanya menggelengkan kepalanya.

"Saya kerja di sana !"dengan jari telunjuknya Albi menunjuk salah satu bangunan rumah yang masih belum jadi. 

" Kerja apa saja yang penting halal den..." 

Saat Albi sedang asyik mengobrol dengan Bi Ijah terdengar suara panggilan telepon masuk.

" Ya...ada apa ?" Tanya Albi di ujung telepon.

" Ini lagi sarapan gorengan " jawabnya lagi .

"Iya nanti aku bawa kesana !" Jawab Albi kembali kemudian menutup sambungan teleponnya.

" Bi,bungkus lagi deh " 

Albi menunjukkan gorengan yang akan di bawanya ke tempat kos-kosan karena temannya belum sarapan dan memintanya untuk membeli gorengan.

" Berapa bi ?" Tanya Albi setelah gorengan yang di ambilnya di rasa cukup.

" Sepuluh ribu den ... " Jawab Bi Ijah.

Albi kemudian menyodorkan selembar uang berwarna merah dan memberikannya pada tangan Bi Ijah.

"Ambil aja bi sama kembaliannya juga " Albi berkata sambil berlalu berjalan meninggalkan Bi Ijah.

" Makasih den ...semoga yang di inginkan Aden terkabul "jawab Bi Ijah yang kemudian mendoakan Albi.

Albi pun berlalu dan bergegas kembali berjalan menuju kos-kosan nya.

" Lama bener...ah...habis ngobrol sama cewek ya ?" Tanya Ridwan.

"Nah...bener lagi asyik ngobrol nongol pengganggu minta di jawab teleponnya " jawab Albi asal.

" Asyik...baru kerja bentar udah dapat cewek ! Asyik dong ! Nanti,kalau Minggu depan lagi ngikut ah ... Lumayan buat cuci mata " Ridwan menimpali omongan Albi.

" Ya...nanti juga besok kamu bakal ketemu dengan orang nya langsung ! Penasaran kan orang yang tadi ngobrol sama saya !" Albi menaikkan halisnya .

" Hebat...hebat...salut deh pokoknya " sang teman kemudian mengacungkan kedua jempolnya.

_-_-_-_-

Zahra kini merasa terharu karena akhirnya bisa bertemu dengan pamannya kembali setelah lima tahun lamanya tak pernah mendapatkan pelukan hangat seperti sekarang ini.

" Sudah besar kamu rupanya " sang paman melihat perubahan Zahra.

" Iya...sudah besar kan di kasih makan sama duit tiap hari jadi tambah tinggi " jawab Zahra menimpali omongan pamannya.

" Ingat...jangan dulu pacaran !" Sang paman memberi nasihat.

" Iya...gampang " perkataan Zahra lain di hati lain di mulut.

" Emang,kenapa gak boleh pacaran ?" Tanyanya kembali sambil tangannya menuangkan teh melati untuk pamannya.

" Lelaki yang berani itu gak ngajak jalan di belakang orang tuanya tetapi lelaki yang berani itu minta restu sana orang tua lalu ngajak nikah ! Itu yang bener !" Sang paman menasehati.

" Hmmm..." Jawaban yang keluar dari mulut Zahra karena ia sendiri sedang menjalin kasih dengan Riko teman kuliahnya.

" Di dengar,di mengerti dan di praktekkan ! Ingat itu !"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status