" Minggu ini aku mau bayar hutang !" Tulis pesan Albi pada Zahra.
" Hutang yang mana ?" Balasan pesan dari Zahra.
" Yang waktu makan pas turun dari kebun teh " Albi kembali mengirimkan pesannya.
" Yang itu...aku gak pernah menganggap itu hutang ! Udah santai aja !mending kumpulin tuh duit buat bayar kos " balasan pesan Zahra.
" Thank's ya " pesan untuk Zahra.
" Buat ?" Zahra mempertanyakan maksud pesan Albi.
" Buat semuanya karena sudah bantuin aku !" Albi menjawab maksud dari pesannya.
" Ya,sama - sama !"
" Minggu ada acara gak ? Aku mau traktir kamu !" Pesan untuk Zahra.
" Ada acara keluarga ! Pamanku dari Sulawesi mau datang dan kita keluarga besar sudah lama gak ketemu " tulisan pesan Zahra.
" Oh...ok ! Lain waktu saja !" Balasan Albi untuk Zahra kemudian menutup ponselnya.
Dunia Albi kini jungkir balik bila dulu berpergian kemana pun ia akan menggunakan motor sebagai kendaraan pribadinya namun,kini ia menjadikan angkutan umum sebagai sarana transportasinya.
Jika dulu ia bisa mengeluarkan atau membelanjakan uang sesuka hatinya kini ia menjadi lebih pemikir untuk membelanjakannya.
Tak ada rasa penyesalan yang di lakukan nya sekarang .
Ia bangga dengan dirinya sendiri menghasilkan rupiah dari cucuran keringatnya.
Pekerjaan yang di geluti Albi bercampur dengan panas terik matahari .
Tak ada lagi tangan yang bersih dan kulit yang putih.
Kini kulitnya mulai berwarna coklat dan rambutnya pun sedikit gondrong.
Tak ada aturan istilah melamar pekerjaan dengan menggunakan Ijazah atau KTP untuk menempati posisi ini.
Kini ia bekerja sebagai kuli bangunan.
Demi menyelamatkan harga diri ibu dan ayahnya ia meninggalkan semuanya dan pendidikan yang telah di dapatkannya ia tinggalkan juga.
Bangku kuliah yang sejatinya banyak di idamkan anak - anak di luaran sana berbanding terbalik dengan Albi.ia lebih memilih jalan yang harus memaksanya demi harga diri yang ia impikan.
Harga diri menjadi harga mati prinsip yang di pegang Albi sekarang.
Sambil menjalani kehidupannya menjadi seorang kuli bangunan ia terus mencari informasi " mengapa ibu dan ayahku di perlakukan tak adil !"
Minggu pagi Albi lebih memilih berolahraga sendiri .
Ia memilih untuk berlari menyusuri komplek perumahan di tempatnya bekerja hingga ia berpapasan dengan Bi Ijah tukang gorengan yang selalu menjajakan makanannya di daerah tempat tinggalnya dulu sebelum Hari danTia memiliki istana megah seperti sekarang ini.
" Bi Ijah ..." Panggil Albi.
" Iya...mau beli " jawabnya ramah sambil menurunkan dagangannya.
" Iya...tapi janji Bibi mau temani saya ngobrol !" Albi memaksa Bi Ijah.
" Boleh lah,itung-itung Bibi istirahat dulu deh !" Jawab Bi Ijah.
" Apa Bibi masih ingat saya ?" Tanya Albi memastikan ingatannya kembali.
Bi Ijah hanya menggelengkan kepalanya karena baginya ia tak bisa mengingat dengan baik karena pedagang kecil seperti dirinya pasti sudah bertemu dengan banyak orang.
" Maaf,kalau saya gak inget ! Sebut saja pernah tinggal di mana? mungkin,nanti saya ingat !" Bi Ijah menjawab dengan nada ramahnya.
" Saya dulu pernah tinggal di gang Cempaka bi ..." Jawab Albi.
" Oh...gang Cempaka yang di jalan Rahayu itu !"Bibi mulai mengingat.
" Betul ... " Jawab Albi kembali.
" Terus Aden siapa ? Maaf ini mah bibi lupa ! Bibi juga dulu tinggal di gang itu " jawab bibi dengan ramah..
" Emang bibi pernah tinggal di situ ?" Tanya Albi kembali .
"Iya...sekitar tahun 1980 an Bibi tinggal di sana !" Bi Ijah menjawab sambil menerawang masa lalunya.
" Oh...berarti itu sebelum saya lahir ke dunia ini dong !" Jawab Albi sambil menelan gorengan bakwannya.
" Emang Aden teh anak siapa ? Atau cucu siapa ?" Tanya Bi Ijah kembali.
" Saya anak Bu Ningsih dan Pak Wawan cucu dari Bu Dewi " jawab Albi.
Expressi Bi Ijah terlihat tak percaya dengan apa yang di lihatnya.
" Aduh ...berarti bibi sekarang makin tua atuh ya " ekpressi Bi Ijah yang lucu membuat Albi tertawa.
" Dulu,saya sering beli gorengan bibi tiap pagi ! Apa Bibi masih ingat !"
" Ingat ...waktu itu Aden kan masih di gendong ibu Aden " Bibi kembali mengingat.
" Gorengan bibi nagih di lidah sih " Albi memuji Bi Ijah.
" Sekarang Aden tinggal di sini ?" Tanya Bi Ijah.
Albi hanya menggelengkan kepalanya.
"Saya kerja di sana !"dengan jari telunjuknya Albi menunjuk salah satu bangunan rumah yang masih belum jadi.
" Kerja apa saja yang penting halal den..."
Saat Albi sedang asyik mengobrol dengan Bi Ijah terdengar suara panggilan telepon masuk.
" Ya...ada apa ?" Tanya Albi di ujung telepon.
" Ini lagi sarapan gorengan " jawabnya lagi .
"Iya nanti aku bawa kesana !" Jawab Albi kembali kemudian menutup sambungan teleponnya.
" Bi,bungkus lagi deh "
Albi menunjukkan gorengan yang akan di bawanya ke tempat kos-kosan karena temannya belum sarapan dan memintanya untuk membeli gorengan.
" Berapa bi ?" Tanya Albi setelah gorengan yang di ambilnya di rasa cukup.
" Sepuluh ribu den ... " Jawab Bi Ijah.
Albi kemudian menyodorkan selembar uang berwarna merah dan memberikannya pada tangan Bi Ijah.
"Ambil aja bi sama kembaliannya juga " Albi berkata sambil berlalu berjalan meninggalkan Bi Ijah.
" Makasih den ...semoga yang di inginkan Aden terkabul "jawab Bi Ijah yang kemudian mendoakan Albi.
Albi pun berlalu dan bergegas kembali berjalan menuju kos-kosan nya.
" Lama bener...ah...habis ngobrol sama cewek ya ?" Tanya Ridwan.
"Nah...bener lagi asyik ngobrol nongol pengganggu minta di jawab teleponnya " jawab Albi asal.
" Asyik...baru kerja bentar udah dapat cewek ! Asyik dong ! Nanti,kalau Minggu depan lagi ngikut ah ... Lumayan buat cuci mata " Ridwan menimpali omongan Albi.
" Ya...nanti juga besok kamu bakal ketemu dengan orang nya langsung ! Penasaran kan orang yang tadi ngobrol sama saya !" Albi menaikkan halisnya .
" Hebat...hebat...salut deh pokoknya " sang teman kemudian mengacungkan kedua jempolnya.
_-_-_-_-
Zahra kini merasa terharu karena akhirnya bisa bertemu dengan pamannya kembali setelah lima tahun lamanya tak pernah mendapatkan pelukan hangat seperti sekarang ini.
" Sudah besar kamu rupanya " sang paman melihat perubahan Zahra.
" Iya...sudah besar kan di kasih makan sama duit tiap hari jadi tambah tinggi " jawab Zahra menimpali omongan pamannya.
" Ingat...jangan dulu pacaran !" Sang paman memberi nasihat.
" Iya...gampang " perkataan Zahra lain di hati lain di mulut.
" Emang,kenapa gak boleh pacaran ?" Tanyanya kembali sambil tangannya menuangkan teh melati untuk pamannya.
" Lelaki yang berani itu gak ngajak jalan di belakang orang tuanya tetapi lelaki yang berani itu minta restu sana orang tua lalu ngajak nikah ! Itu yang bener !" Sang paman menasehati.
" Hmmm..." Jawaban yang keluar dari mulut Zahra karena ia sendiri sedang menjalin kasih dengan Riko teman kuliahnya.
" Di dengar,di mengerti dan di praktekkan ! Ingat itu !"
" nah ,ini nih cewek yang kemarin saya ajak ngobrol ?" Albi berjongkok degan Ridwan. " Kirain..." kini wajah muram Ridwan terlihat. " Gak usah di tekuk tuh muka ! Masih sama tetep jelek ! " Ledek Albi dengan polos. " Nah,bener gini bi,pagi- pagi biasakan datang kesini !" Albi seolah terus menagih rasa gorengan yang di buat Bi Ijah. " Iya den..." Jawab Bi Ijah dengan senang. Mereka pun memakan gorengan sebagai menu sarapan mereka di pagi hari.. Kini Albi sudah terbiasa dengan hidup nya sekarang dan sudah meninggalkan kebiasaan lamanya mewah tapi menipu dirinya sendiri. Setelah menyelesaikan sarapan paginya mereka pun kembali bekerja mengambil peralatan pertukangan . Albi kembali lagi pada Bi Ijah dan bertanya menanyakan alamat rumah Bi Ijah . " Bi...sekarang bibi tinggal dim
Albi pun masih terus berjalan mengikuti arahan warga yang tadi di temuinya. Hingga ia menemukan rumah yang di tujunya. "Rumahnya bagus ! Tapi,kenapa Bi Ijah masih berjualan keliling ya ! Mungkin ia punya alasan sendiri" Albi berbicara dalam hati karena merasa heran. Dilihatnya Bi Ijah sedang mengawasi beberapa cucu-cucunya di sekitaran teras rumahnya. " Assalammu'alaikum " sapa Albi dengan ramah . "Wa'alaikum salam " jawab Bi Ijah dengan ramah. "Eh...nak Albi ayo,sini masuk !"Bi Ijah dengan ramah mempersilahkan tamunya masuk. "Ganggu gak bi" tanya Albi pelan takut kalau kedatangannya mengganggu yang punya rumah. "Nggak ganggu ! Bibi senang nak Albi mau berkunjung kesini !" Jawab kembali Bi Ijah dengan ramah. "Sana...main sama yang lain dulu !" Bi ijah menyuruh cucu-cucunya
" jadilah pemberontak yang baik ! Pemberontak yang tak merugikan banyak pihak ! Ingat meski kamu di lahirkan oleh orang tuamu tapi Hari dan Tia juga punya jasa yang besar dalam membesarkan dan nerawatmu ! Teruslah berjuang untuk mendapatkan hak mu mengembalikan data orang tuamu !namun perlu di ingat jangan sampai ada yang terluka ! Tugasmu berat nak !" " Aku tahu Bi," jawab Albi. " Bagaimana cara aku terpisah dari keluarga kandungku sendiri Bi ! Ceritakanlah yang sebenarnya bi ! Aku mohon ! " Pertanyaan Albi yang mengharapkan sebuah kejujuran seorang Bi Ijah. " Caranya yang salah karena sang nenek yang terlalu ikut campur dalam keluarga Ningsih yang sudah menikah !" " Hari tak kunjung di karuniai anak karena dia memberikan luka pada Ningsih Ibumu !" " Hari berdosa !" " Kenapa Bi ? "Tanya Albi kembali .
Zahra masih belum bisa memejamkan matanya begitu pun dengan Albi. Akhirnya Albi lah yang memutuskan untuk berkirim pesan menyapa Zahra terlebih dahulu. " PING " Albi mengirim pesan pada Zahra dan mengetes sudah tidur atau belum. Ternyata Zahra belum tidur juga terdengar dari bunyi pesan WA masuk. " PING juga " balasan dari Zahra. " Tadi nyariin kesini ada apa ? Aku tadi keluar ada sesuatu yang penting !" Pesan dari Albi untuk Zahra. " Tadinya mau nagih janji buat di traktir! Eh...tahunya yang janjiinya sedang keluar ! Ya,udah balik kanan lagi aja !" Jawaban pesan dari Zahra yang di baca Albi. '' besok sore aja ! Gimana ? Itu juga kalau kamu nya gak sibuk !" Pesan dari Albi. ''ya,udah entar aku samperin ke sana deh! Bakal ngilang lagi gak !" Tanya Zahra kembali. " Nggak lah ! Kan
"Alhamdulillah...kenyang " Albi bersendawa." Mau tambah lagi ?" Tanya Albi sambil menaruh mangkuknya.Mereka berdua menyantap mie ayam buatan mas Supar di pinggir jalan.Hanya sandal yang bisa di jadikan alas untuk duduk .Albi mengira Zahra enggan atau menolaknya makan di tempat seperti ini karena dari tampilannya terlihat Zahra bukanlah anak dari kalangan biasa."Ini juga udah kenyang " jawab Zahra." Kamu sering kesini ?" Tanya Zahra sambil menaruh mangkuknya di bawah." Saat berstatus mahasiswa sih tiap hari kesini sampai sore terus pulang ke rumah magrib "" Walaupun tempat ini rame banyak mobil dan motor melintas tapi aku ngerasa tenang aja di sini ..." Albi belum menyelesaikan kalimatnya namun,Zahra sudah menyelanya." Tempat sebising ini kamu bilang tenang ! Atau jangan-jangan kamu salah minum ob
Tiga hari lamanya Bi Ijah tak berjualan seperti biasanya. "Hei...mau kemana lagi " Ridwan bertanya karena melihat Albi yang tergesa-gesa " Nyari angin " jawab Albi sambil berlalu menutup pintu. " Teman gak ada akhlak ... Nyari angin sendiri ! Gak di ajak lagi ! Asem deh ngobrol sendiri !" Gerutu Ridwan yang kesal karena tak pernah di ajak keluar. Albi berjalan kaki ke tempat Bi Ijah namun sayang hatinya bergetar dan langkah kakinya terhenti saat para warga,baru saja memulai acara tahlilan. " Siapa yang meninggal ? " Tanyanya dalam hati. " Jangan...jangan..." Antara yakin dan ragu ia menjawab pertanyaan dirinya sendiri. Albi pun ikut duduk bersama para warga dan ikut membacakan surat Yasin. Setelah acara selesai barulah Albi mendengar obrolan para warga. " Mudah-mudahan amal
Albi tak pernah bisa memilih antara Bi Sari ataupun Zahra.Zahra masih dalam mode ngambeknya." Sekali-kali dia lah yang cari saya ! " Zahra membalikkan ponsel miliknya agar tak terlihat lagi nama Albi.Keesokkan paginya Albi masih sibuk memeriksa pesan atau panggilan masuk dari Zahra.namun,tak ada satupun balasan chat atau panggilan balik dari Zahra.Kini Albi sendiri yang merasa bingung." Gak biasanya dia seperti ini ! Apa aku salah ya !" Albi sejenak berpikir." Ah...sudahlah " Albi menaruh kembali ponsel ke dalam sakunya." Ayo..." Ajak Ridwan setelah memakai sepatunya.Saran dari Zahra untuk membuat nasi sendiri kini Albi terapkan sendiri dalam hidupnya.Ia pun berbagi nasi dengan Ridwan teman sekamarnya.Awalnya Albi kesulitan menakar air untuk menanak nasi karena
Zahra tak mau berburuk sangka pada Albi dan ia pun memutuskan untuk membalas chat dari Albi. "Hari Minggu jangan kemana - mana !" Pesan untuk Albi. Ada rasa bahagia pada diri Albi karena Zahra membalas pesannya walaupun dalam hatinya ia masih mempertanyakan tentang solusi dari permasalahan yang di hadapinya kini. "Hari Senin sampai Sabtu jangan ganggu aku !" Pesan nya lagi untuk Albi. " Ok " jawab Albi singkat. Zahra menganggap agar Albi bisa bersama Sari teman barunya dan dengan dirinya hanya di waktu hari Minggu saja. Ada renncana yang ingin segera ia praktekan pada Albi. " Mudah-mudahan berhasil " gumam Zahra. " Harus berhasil " Zahra berbicara dalam hati untuk menyemangati dirinya. Ia bukanlah sosok gadis yang gampang menyerah sebelum mencapai target yang