Share

Chapter 06

Tidak jauh dari tempat Viole berdiri, terlihat bayangan terpantul diatas iris hitam mata almond berhias bulu lentik itu.

Mata Viole melebar, melihat keberadaan monster lain berbentuk iguana raksasa tengah memandangi Zanquen yang tidak sadarkan diri.

Kepala gadis itu menggeleng pelan sambil bergumam, “Tidak, jangan katakan...."

Napas Viole seakan tercekat di tenggorokan ketika monster itu benar-benar melakukan apa yang ada dalam bayangannya.

"Zanquen!" teriak keras Viole, melihat sang monster membuka mulutnya lebar-lebar.

Namun sekeras apa pun dirinya memanggil Zanquen, pemuda itu sama sekali tidak bergerak. Dia hanya bergeming di tempat.

'Apa dia udah mati?'

'Enggak!' batin Viole menepis pikirannya sendiri. Dia percaya Zanquen masih hidup, pemuda itu hanya pingsan!

Viole lantas memungut sebuah batu sebesar telapak tangannya, kemudian melemparkan batu itu ke arah sang monster.

Tuk! Lemparan Viole tak ubahnya kerikil pasir, tidak memberikan efek apapun pada kulit sang monster. Mata si monster hanya melirik ke arah tempatnya berdiri.

"Sialan!" desis Viole. Saat ini satu-satunya senjata yang dia miliki dan kemungkinan akan mempan hanyalah Soul Cleaver, yaitu Silver Gorffennaf di tangan kirinya.

"Gorfen, bantu aku!" ucap Viole meminta senjata suci itu untuk membantu dirinya.

Namun, jawaban yang diharapkan tidak kunjung datang. Tongkat perak itu hanya bergeming.

"Woy Gorfen! Aku bilang bantu aku! Kamu tuli ya?!" tanya Viole lagi, ia mulai naik pitam karena senjata itu tidak menjawab permintaannya.

"Tidak mau," jawab Silver Gorffennaf.

Mendengar jawaban diluar dugaan, Viole langsung melirik tongkat perak di tangannya.

"Kenapa?! Ken—" Belum selesai Viole bertanya pada Silver Gorffennaf, dia merasakan serangan yang tiba-tiba mengarah ke arah dirinya.

Reflek gadis itu menghindar ke arah kiri. Duar! Terdengar suara keras diikuti kepulan asap dari tempat sebelumnya Viole berdiri.

"Dasar kadal!" desis Viole, dia menatap lekat si monster yang juga menatap dirinya.

Padahal sangat jelas jika monster itu melancarkan serangan, namun dia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya.

'Bagaimana dia nyerang gua?' pikir Viole, mempertanyakan cara si monster melancarkan serangan padanya.

Ditengah mencari jawaban atas pertanyaan itu, Viole kembali melirik tongkat perak yang masih ia pegang. Dia mempertanyakan alasan Silver Gorffennaf tidak mau membantu dirinya.

“Hei Gorfen, kenapa kamu tidak mau membantuku?”

Namun bukannya menjawab, Silver Gorffennaf malah bergumam tidak jelas. Membuat Viole mengerutkan alisnya, bingung dan juga tidak mengerti akan maksud Soul Cleaver itu.

'Ngomong yang jelas anjir! Am em am em ya mana gua ngerti!' batin Viole menahan emosinya yang mulai mendidih.

"Gorfen! Jawab dong! Kenapa kamu tidak mau membantuku?!" tanya Viole lagi, rahang gadis itu mengeras menahan emosi yang kian memuncak.

"Malas," jawab enteng Silver Gorffennaf.

"Hah?!" sahut Viole reflek. Jawaban dari tongkat peraknya itu benar-benar tak terduga.

"Hah apanya? Aku bilang malas ya malas. Aku malas bertarung lagi, aku lelah." timpal senjata itu.

Tangan Viole yang memegang Silver Gorffennaf pun semakin mengerat. Jawaban macam apa yang diberikan oleh senjata itu?!

'B******!' umpat gadis itu dalam hati. Matanya melirik tajam. Dada Viole terasa panas, amat panas, seperti magma yang mendidih.

Sebelumnya Silver Gorffennaf sendirilah yang bersikukuh agar Viole menerima tawaran bersyarat darinya. Sekarang, saat Viole membutuhkan bantuan, tongkat perak itu malah tidak mau dimintai tolong.

Merasa menerima lirikan tajam dari Viole, senjata suci itu pun menyahut, "Apa? Kau tidak terima?"

Kemarahan Viole makin memuncak. Dia mengarahkan tongkat perak itu ke depan, menunjuk monster yang masih menatap ke arah dirinya. "Kamu lihat di depan sana ada monster! Kau itu satu-satunya senjata disini!"

"Lalu?" tanya enteng Silver Gorffennaf.

Duar! Seperti gunung meletus, memuntahkan magma yang selama ini dikandungnya. Kemarahan Viole pun meledak.

'B******! A******! Tahu gini kenapa lu nawarin bantuan ke gua?! Pake kontrak segala lagi!' makinya dalam hati.

Dia melempar keras tongkat perak itu ke tanah. Senjata suci itu terpental jauh, masuk ke semak-semak dan hilang dari pandangan.

"Senjata suci apaan?! Kelakuannya kaya setan!" cecar Viole.

Kini, tanpa senjata suci, Viole harus sendirian menghadapi sang monster. Gadis itu pun menyadari sesuatu. Selama ia bertengkar dengan Silver Gorffennaf, si monster hanya bergeming di tempat.

"Kenapa di—" ucapan Viole terhenti bersamaan dengan langkahnya.

Monster itu sedikit bergerak begitu Viole melangkah. Nampaknya si monster tidak mau jika dirinya mendekati Zanquen.

"Hoo, lu ngira Zanquen milik elu?” gumam Viole mengambil aba-aba.

“Sorry, tapi dia milik gua!" monolog gadis itu, berlari secepat mungkin ke arah si monster.

Aksi nekat Viole disambut oleh sang monster. Dia mengibaskan ekor, melempar beberapa batu ke arah Viole. Gerakan kibasan ekor itu sangat cepat, hingga kecepatan lemparan batu itu pun juga meningkat.

Viole berusaha menghindar. Dia berhasil menghindari beberapa batu. Namun ada beberapa yang berhasil menyerempet kulitnya. Rasa panas bercampur perih ia rasakan dari luka goresan batu itu.

‘Sakit banget!’ batin Viole menahan rasa sakit di lengannya.

Namun rasa sakit itu tidak serta merta menghentikan gadis itu. Justru Viole semakin bersemangat. Dia semakin mempercepat laju berlarinya.

“Woy! Lu harus tanggung jawab udah buat kulit gua kegores!” seru Viole.

Monster itu marah, melihat makhluk kecil yang tidak kunjung berhenti berlari, meski beberapa kali terkena serangan batunya. Dia pun meraung keras, “Waaarrggghhh!”

Si monster mencabut kaki belakangnya. Ternyata kaki hewan itu ada di dalam tanah. Rupanya monster itu adalah hibrida antara iguana dan tumbuhan.

Sang monster berusaha menangkap Viole menggunakan kaki depannya. Namun Viole diuntungkan oleh ukuran tubuhnya yang kecil.

Dia berulang kali berlari dan melompat kesana-kemari, menghindari tangkapan sang monster. Gerakan kaki depan si monster yang seperti tangan itu kian cepat. Namun, lagi-lagi makhluk kecil di hadapannya itu tetap tidak bisa dia tangkap.

Kesal, monster itu menghentakan kaki belakangnya ke tanah. Viole jatuh tersungkur karena tanah yang dia pijak tiba-tiba berguncang, seperti diguncang oleh gempa bumi.

Sementara itu, dalam dimensi Silver Gorffennaf. Jiwa Soul Cleaver itu tengah berdiri bersender pada dinding putih. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, sepasang iris perak itu menatap datar ke satu arah seolah sedang menonton film.

"Dasar bodoh," gumam bibir tipis merah jambu yang terus tertekuk ke arah bawah itu.

Kening Gorfen berkerut, “Kenapa dia begitu keras kepala?”

“Manusia memang seperti itu. Mereka keras kepala dan pantang menyerah, karena itulah mereka menarik.” Suara berat tiba-tiba menyahut monolog Gorfen.

“Kau ...” ujar Gorfen menutup mata, melepaskan kedua tangan yang dia lipat.

“Kenapa kau muncul dalam dimensiku! Siapa yang mengijinkanmu masuk?! Bukan!” ujar Gorfen membuka mata kesal.

“Tapi siapa yang mengundangmu ke sini hah?!” tanyanya melotot ke arah kiri.

“Wah galak sekali,” ujar seseorang tersenyum di sebelah Gorfen, atau lebih tepatnya, menyeringai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status