Pagi minggu yang mendung seolah menyadari perasaan Yasmin yang bersedih. Matahari terlalu malu-malu muncul di balik awan kelabu. Tidak ada yang bisa menghentikan apa pun untuk kembali ke semula, sebab Tuhan sudah menjadikan takdirnya seperti itu.Yasmin berkutak di dapur. Tepat jam 6 pagi tadi ia menyempatkan belanja beberapa bahan masakan di super market terdekat agar pagi ini ia tidak kelaparan lagi. Memilih memasak mi goreng dan omelet untuk menemani dirinya dan sang bunda. Sedangkan susu hangat untuk ia minum dan teh manis panas untuk Viola.Tidak butuh waktu lama, sarapan telah tersaji di atas meja makan. Yasmin menatap dengan senyum hasil karyanya, meskipun rasanya tidak menjanjikan apa pun. Setidaknya tidak kelaparan, bukan?Niat hati ingin membangunkan Velia, tapi bundanya sudah bangun dan sedang mendekat pada ruang makan. Menarik kursi tanpa bersuara, bahkan mencicipi mi goreng dan omelet dalam diam juga.Yasmin duduk di depan sang bunda, menyendok mi ke dalam mulutnya. Netra
“Kenapa ke sini?” tanya Raja. Sengaja menghentikan gerakan yang sedang melakukan push-up.Keringat bercucuran dari rambut hitam pekat, mengalir hingga wajahnya. Raja menyeka dengan punggung tangannya, dan aksinya itu tidak luput dari pandangan Yasmin. Cewek itu fokus tanpa berkedip bahkan menelan ludahnya saat melihat tubuh Raja yang terpampang nyata di depannya. Raja hanya memakai celana pendek berbahan kos tanpa atasan sama sekali.Otot lengan dan perutnya tampak menggiurkan untuk Yasmin. Satu hal yang membuat Yasmin bangga adalah, tubuh Raja tidak kalah dengan tubuh Revin, gebetan baru Devina.Rasanya Yasmin ingin berteriak sekarang juga karena terlalu bahagia melihat pemandangan indah ciptaan Tuhan.“Hei, gue nanya sama lo.” Raja menoyor kepala Yasmin sehingga menyadarkan cewek itu dari pikiran kotornya.Yasmin mengerucut bibirnya beberapa senti. Raja sudah mulai berani menunjukkan kekerasan padanya dan selalu saja berhasil menangkap dirinya yang sedang melamun.Bukankah, ia sanga
Hidup Yasmin berjalan sesuai arus yang terjadi. Meskipun bundanya menghabiskan waktu diluar kota, tapi Yasmin memilih untuk diam dan berpura-pura tidak peduli. Orang tua Devina memberinya perhatian dan kasih sayang, walau tetap saja ia merasa ada yang kosong.“Kalau lo terus melamun, yang ada ini kantin terbakar.” Devina meletakkan teh botol ke depan Yasmin dengan sedikit entakkan hingga menghasilkan bunyi.Ya, Devina sengaja melakukannya agar Yasmin tersadar dari berbagai lamunannya.Yasmin mengerucut bibirnya lantaran kesal karena Devina yang baru datang mengganggu dan membuat terkejut.“Lo sebangsa dengan Maimunah, ya? Ngeselin?” Nada suara Yasmin sedikit meninggi dan itu berhasil membuat Maimunah yang tidak jauh dari mereka melotot intens.“Sialan lo. Lo bikin Harimau betina ngamuk, anjay.” Devina berbisik pada Yasmin, setelah itu menunduk, berpura-pura tidak ikut campur dengan apa yang barusan Yasmin lakukan.Yasmin menggigit bibirnya dan mengacak rambutnya frustrasi. Berurusan
Giovano menggeram marah. Ia menatap lurus ke depan di mana Yasmin sedang tertawa bersama Raja. Rasa cemburu menguasai dirinya hingga rasanya ingin mendatangi keduanya dan menghajar Raja habis-habisan.Cemburu? Tentu saja!Giovano masih mencintai Yasmin, meskipun ia memutuskan hubungan mereka pada saat masih sayang-sayangnya. Sebenarnya Giovano tidak ingin melakukannya, hanya saja, demi menang taruhan ia rela melakukan itu.“Sial!” maki Giovano sembari menghadiahi tinjunya di tembok sekolah. Ia akan mencari cara untuk memisahkan Yasmin dan Raja. Jika dengan cara berpura-pura babak belur tidak mempan maka ia harus melakukan cara lain.Adu domba!Ide brilian terlintas di otak Giovano. Memanfaatkan Devina mungkin berhasil.Dengan cepat, Giovano berlalu dari sana. Memutuskan mencari Devina untuk melakukan kebohongan dan adu domba. Namun, sudah mengelilingi area sekolah, ia tidak menemukan sosok Devina, justru ia menemukan Ila, cewek yang pernah ia lihat menolong Raja saat ia dan teman-tem
Yasmin menghentikan langkahnya saat menyadari siapa yang ada di ruang makan bersama Amara dan Hamdan. Yasmin menoleh ke belakang di mana Devina sedang berjalan menuju ruang makan. Namun, saat Devina hampir melewatinya, Yasmin menahan tangan Devina agar berhenti.“Ada apa?” tanya Devina menaikkan alisnya.“Lo pasti kaget kalau tahu siapa tamu yang diundang nyokap sama bokap lo.” Yasmin mengulum senyum.Ia sangat yakin kalau sahabatnya kaget jika tahu tamu yang duduk di sebelah ayahnya Devina saat ini.“Siapa, sih? Udah, ah. Gue lapar. Gua gak mau peduli siapa pun tamunya. Yang penting gue makan sampai kenyang.” Devina berucap cukup kuat hingga membuat semua mata tertuju padanya.Yasmin menyenggol lengan Devina, berharap sahabatnya itu melihat ke arah ruang tamu di mana lelaki tampan sedang duduk.“Lo kenapa nyenggol lengan gue, ha?” tanya Devina. Ia masih belum menyadari apa pun.Yasmin menepuk jidatnya. “Lihat dulu di sana, seseorang yang duduk di samping bokap lo itu sungguh memesona
Hal yang pertama Yasmin liat saat tiba di rumah, tepatnya di ruang tamu adalah jas lelaki dan juga tas ransel di atas sofa. Yasmin mengerutkan kening, berpikir sejenak siapa tamu yang datang ke rumahnya. Apa bundanya sudah pulang? Atau ada maling yang menyelinap masuk?Yasmin terus bergerak dan kini tujuannya adalah dapur. Di sana, seorang lelaki membelakanginya dan sibuk mencuci entah apa, Yasmin tidak bisa melihat dengan jelas.Siapa? Pikir Yasmin. Apa kekasih bundanya?“Yasmin.”Sentuhan di pundak Yasmin secara tiba-tiba berhasil membuat si cantik itu tersentak kaget.“Bunda!” pekiknya. “Kapan Bunda pulang?” tanya Yasmin.Viola tersenyum. “Beberapa jam yang lalu.”Yasmin mengangguk. Dia tidak begitu tertarik meskipun begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan kepada Viola.“Ah, iya. Bunda mengajak seseorang ke sini.” Senyum Viola semakin mengembang. Bahkan pipinya memerah. “Calon papa tiri kamu.”Yasmin sudah menduga. Helaan napas terdengar. “Bunda serius ingin menikah lagi?”Viola
Yasmin menatap Raja yang duduk diam di sampingnya. Seperti biasa cowok itu memasang mimik datar, dengan dinding kokoh sebagai pelindung. Namun, bagi Yasmin itu tidak mengapa, toh, Raja sudah membiarkan dirinya masuk ke sana dan mengunci pintu sehingga hanya Yasmin seorang dan tidak ada yang lain.Memang tidak terlalu percaya sebelum Raja mengatakan perasaan padanya, tapi tidak masalah untuk berbangga hati, kan?Sudah 10 menit di taman dekat kompleks rumah Raja, tapi tidak ada percakapan yang terjadi. Keduanya masih terdiam, atau tepatnya, Yasmin menunggu waktu yang tepat untuk mengeluarkan suaranya dan Raja menunggu apa yang Yasmin katakan.“Untuk lo!” Raja menyodorkan kotak kecil berwarna hitam kepada Yasmin.Kening Yasmin mengerut. “Apa ini?” tanyanya sembari mengambil kotak kecil itu.“Hadiah kecil. Anggap aja ini pengikat lo dan gue. Sehingga lo gak akan ninggalin gue apa pun yang terjadi.” Raja menoleh pada Raja. Mengambil kembali kotak itu dan membukanya.Yasmin membulatkan mata
Devina melemparkan tas sekolah di sofa, mendaratkan bokongnya di samping sang mama. Helaan napas terdengar bersamaan kaki yang dientakkan ke lantai.Amara yang melihat itu kaget. Mengalihkan fokusnya pada Devina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya penuh kelembutan.Devina menggeleng. Tidak ingin menceritakan permasalahan antara dirinya dan Yasmin. Jika mamanya mendengar, yang ada ia akan dinasihati dan mungkin ... disalahkan, karena memang benar semua karena kesalahannya. Hanya saja Devina ingin menyelesaikan semuanya sendiri.“Sayang, ada apa? Coba katakan ke mama, dong.” Amara menutup majalah yang ia baca. Meletakkan di atas meja lalu menatap fokus wajah putri satu-satunya itu. Ada gurat kesedihan dan kekecewaan di sana. “Mama tahu kalau kamu ada masalah serius. Coba katakan?” Lagi, Amara mencoba membujuk Devina.Devina memeluk sang mama sembari berkata, “Tidak ada, Ma. Perasaan Mama aja kali.” Mencoba menutupi dengan senyum manisnya.Amara mengelus wajah Devina. “Mama tahu kalau kamu boho