NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Cepetan. Ngebut sedikit! Jangan sampai ada yang lihat saya dibonceng kamu," ucap Bu Yati sambil membenamkan wajah di punggungku."Memangnya kenapa kalau ada yang lihat?" "Masih nanya. Nanti saya dikira pro sama kamu. Bisa bahaya kalau Bu Evi sampai tahu.""Memangnya Bu Evi mau bantu Bu Yati waktu susah begini? Takut kok sama manusia. Takut sama Tuhan, Bu.""Ngga perlu ceramah. Ini kapan sampai rumah kamu. Kenapa perasaan lama banget," protesnya. "Lha wong saya mau ke warung dusun sebelah dulu. Tadinya 'kan mau ke mini market. Tapi ngga jadi karena Bu Yati.""Astaga. Kamu sengaja, ya, ngajakin saya muter-muter."-Sampai di depan rumah, Bu Yati lari dan nyelonong masuk begitu saja, tanpa permisi apalagi salam.Emak yang sedang duduk sampai kaget."Ada apa ini, Ci?" tanya emak."Tidak ada apa-apa, Mak.""Terus, Bu Yati?" Emak bingung.Aku tersenyum sambil mempersilahkan pria penagih utang yang masih berdiri di ambang pintu."Assalamu'alaikum," uc
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Ibu-ibu … ada berita bagus. Mau tahu?" Bu Atik mendatangi kami yang sedang belanja di Pak Kasman."Berita apa memangnya?" jawab seseibu."Semua warga yang bekerja di tempat Pak Marno akan diajak makan enak di sebuah restaurant mewah. Termasuk pekerja sementara. Beserta keluarga masing-masing."Ibu-ibu yang mendengar hal tersebut melongo, seakan tidak percaya dengan ucapan Bu Atik barusan. "Masih pagi sudah ngajakin bercanda saja Bu Atik ini," sahut seseibu lainnya."Eh, Bu. Siapa yang bercanda. Bu Evi sendiri yang minta saya untuk memberitahukan pada warga tentang berita ini. Dia memang orang kaya baik hati, makanya mau berbagi.""Berarti bisa satu dusun sendiri, dong, Bu, yang datang. Secara sebagian besar warga sini kerja dengan Pak Marno, ditambah pekerja sementara." Pak Kasman ikut bersuara."Ya, memang. Kalau saya, meski suami tidak bekerja di sana, tapi 'kan memiliki hubungan dekat dengan Bu Evi," terang Bu Atik sangat bangga.Aku yang men
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Pak Wan tidak salah tempat 'kan?" tanyaku sesaat setelah kami turun dari mobil. "Tidak, Mbak. Pak Rudi memang menyuruh saya mengantar kalian ke restaurant ini.""Terus sekarang Ayah mana?""Pak Rudi masih dalam perjalanan. Kalian diminta langsung masuk saja." Aku tidak tahu kenapa Ayah menyuruh kami datang ke restaurant yang sudah dibooking Bu Evi. "Permisi. Benar dengan Mbak Suci dan keluarga?" tanya seorang pria berpakaian rapi mendatangi kami yang masih berdiri di depan. "Iya, benar," jawabku."Perkenalkan, saya Putra–manager restaurant. Mari kalian saya antar ke meja yang sudah dipesan khusus oleh Pak Rudi," terangnya.Kami pun mengikuti langkah pria tersebut. Saat baru masuk, semua mata tertuju pada kami. Memandang dari ujung kaki sampai ujung kepala.Mungkin mereka kaget dan bingung melihat kedatangan serta penampilan kami. Dari meja tengah, Bu Evi dan geng'nya langsung berdiri. Pun dengan Pak Marno."I-itu mereka 'kan?" terdengar uca
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Aku bingung ketika sampai di rumah sudah ada Pak Handoko dan seorang perempuan, mungkin sekretaris pribadinya. Pak Handoko sendiri adalah pengacara keluarga kami."Ternyata kalian sudah sampai lebih dulu," ucap ayah setelah turun dari mobil."Apa kabar, Pak?" sapaku."Alhamdulillah baik. Mbak Suci sendiri?""Seperti yang Bapak lihat, Alhamdulillah sangat baik."Tidak berapa lama, Mas Ihsan, Emak dan Dila pun sampai. Mobil mereka memang di belakang kami.Aku segera membuka pintu dan mempersilahkan Ayah, Pak Handoko dan sekretarisnya masuk. Pun dengan Pak Heru dan Pak Wan. Tetapi mereka memilih menunggu di luar.Ayah memintaku, Mas Ihsan dan juga Emak untuk duduk bersama. "Dila, masuk ke kamar dulu, ya, Nak," titahku. "Sudah disiapkan semua berkasnya," tanya ayah pada Pak Handoko."Sudah, Pak Rudi." Perempuan cantik yang duduk di sebelah Pak Handoko memberikan stopmap pada beliau. "Tapi kenapa mendadak sekali, Pak?" tanya Pak Handoko pada Ayah.A
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Bu Kadus, saya titip Emak, ya," ucapku. "Ini ponsel kalau Emak ingin menghubungi kami." Memberikan ponsel yang sengaja aku beli untuk Emak agar kami bisa komunikasi setiap saat.Hari ini, aku, Mas Ihsan dan Dila akan pindah ke rumah Ayah. "Iya, Mbak Suci. Saya pasti akan menjaga Emak," jawab Bu Kadus."Iya, Ci. Kamu tenang saja. Nanti setiap hari saya ke rumah Emak," sambung Mbak Icik.Sebenarnya sangat berat meninggalkan Emak sendirian, apalagi beliau sudah tidak sehat. "Ci, ini dibawa!" Emak keluar dari belakang sambil membawa toples plastik."Kering?""Iya, kemarin waktu kamu pergi, Emak bikin ini."Aku memang sangat suka dengan kering buatan Emak. Dulu hampir tiga hari sekali beliau selalu membuatkan aku kering kentang dan kacang. Tapi setelah Emak sakit-sakitan, aku melarang beliau melakukan aktivitas berat, sekalipun hanya memasak. Kalau sebatas membantu yang ringan-ringan saja, masih aku izinkan. Biar tidak bosan.Meraih dua toples dari
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP POV ANEPosisi Gatha dan Ivan diujung tanduk kalau Suci dan Ihsan benar-benar pindah di rumah ini untuk selamanya.Sepertinya aku harus mencari cara agar mereka kembali tinggal di dusun. Tapi bagaimana?Getaran ponsel di tangan mengalihkan pikiran. Aku segera menekan tombol hijau, mengangkat telepon dari Gatha yang dari tadi dihubungi, tapi tidak ada respon."Akhirnya kamu telepon Mama juga. Ada hal penting yang harus kamu tahu.""Ada apa, sih, Ma. Tadi Gatha sedang sibuk.""Suci dan Ihsan. Mereka pindah ke rumah kita.""Rumah kita? Maksud Mama?""Rumah yang sekarang kita tempati, Gatha ….""Oh, rumah Papa.""Rumah kita. Pokoknya harus menjadi milik kita.""Mana mungkin bisa menjadi milik kita. Sedangkan sudah jelas Papa mewariskan pada Suci.""Cukup, ya, Gatha. Mama itu sedang kesal. Jangan ditambah kesal lagi dengan ucapan kamu.""Ya, maaf, Ma. Terus apa yang mesti kita lakukan? Gatha juga males banget satu rumah dengan mereka.""Makanya Mama ka
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP POV EVI"Kenapa lihatin Mama seperti itu?" tanyaku pada Indah setelah mengantar Bu Ane sampai depan."Indah dengar semua pembicaraan perempuan tadi sama Mama," terangnya. "Pembicaraan biasa. Sudah sana, buruan antar Sakha les.""Jangan melakukan hal yang disuruh perempuan tadi, Ma. Itu tindakan kriminal." Segera membungk*m mulut Indah dan mendorongnya masuk ke dalam. "Hati-hati kamu bicara seperti itu. Nanti kalau sampai ada orang yang dengar bagaimana? Kamu seneng, ya, kalau Mama dapat masalah besar. Jangan pernah ikut campur urusan orang tua. Paham," tegasku pada Indah. Dia memang sok baik jadi orang. Aku masuk ke kamar dan mulai memikirkan rencana bagaimana membuat Emak celaka. Untuk melakukan hal tersebut tidak mungkin hanya seorang diri. Pastinya butuh seseorang yang mau membantu.Bu Yati? Tidak. Yang aku dengar sekarang dia mulai dekat dengan Emak setelah tahu Suci anak orang kaya. Pun ibu-ibu lain yang dulunya selalu patuh aturanku. Sung
NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Bagaimana menurut kalian setelah tadi melihat keadaan hotel serta bertemu dengan semua karyawan?" tanya ayah padaku dan juga Mas Ihsan. "Baru juga perkenalan, sudah ditanya begitu. Mana mungkin mereka bisa menjawab. Yang tahu persis, ya, seperti Mas Ivan. Dia sudah beberapa tahun ikut mengurus hotel," sahut Gatha."Betul ucapan Gatha, Yah. Karena yang kami lihat tidak ada yang aneh. Tapi … kenapa bisa pemasukan hotel kita menurun drastis. Itu mesti diselidiki." Aku melirik ke arah Gatha dan Ivan. "Mama dari mana, sih?" tanya Gatha. Sepertinya dia butuh bantuan untuk membalasku."Barusan Mama ada telepon dari teman lama. Mereka ngajakin reuni. Sedang bahas apa ini, kok kelihatan pada tegang?" Mama Ane menarik kursi di sebelah Ayah dan duduk berhadapan denganku.Kami bisa kumpul hanya waktu makan bersama seperti ini. Khususnya makan malam. Ayah sudah menerapkan hal tersebut. Sesibuk apapun, saat makan malam harus kumpul. Meski aturan tersebut per