Share

Bab 2 : Permintaan Alvin

"Ini di luar jam kerja. Kakak minta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan." Alvin menahan Elvira di saat wanita itu ingin duduk di kursi pengemudi.

Elvira menurut, ia mengurungkan diri dan bergegas memutari mobil untuk sampai di pintu sebelah.

Keduanya sudah berada di dalam mobil, seperti yang Alvin katakan jika ia meminta tolong sebagai sahabat, bukan sebagai atasan. Suasana yang terjalin tidak begitu serius, Elvira terlihat begitu santai meskipun wajah lelah sangat tercetak jelas.

"Maaf kakak selalu merepotkan kamu, El."

Tidak ada hujan tidak ada mendung, tiba-tiba seorang Alvino meminta maaf? Ada apa ini?!

Elvira yang sedang mengikat rambutnya itu sampai menunda dan semua fokusnya ia berikan pada Alvin yang terlihat sedih.

"Tante Atikah masih neror kakak buat nikah?" tebak Elvira sudah bisa membaca jika ekspresi Alvin seperti itu.

Alvin mengangguk dengan tatapan sendu, membuat Elvira ikut merasa kasihan pada pria tua ini.

"Tinggal di turutin apa susahnya sih, kak? Lagian banyak lho yang mau antre kalau kakak buka pendaftaran!" sungut Elvira entah kenapa ia justru berada di partai Atikah.

Alvin hampir menginjak rem dan membungkam bibir ranum tersebut. "El, niat kakak ngajak kamu keluar siapa tahu kamu bisa kasih solusi. Tapi ternyata Kakak salah!" ucap Alvin kecewa.

Elvira memijit kepalanya, dia juga mempunyai masalah yang sama seperti Alvin, alhasil Elvira tidak ingin terlalu banyak memberikan solusi karena dirinya saja tidak mengerti harus bagaimana.

"Jangan sok-sok pusing, El. Kakak tahu kamu itu gak beda jauh seperti Clarissa!" ucap Alvin terlihat sangat sewot.

Elvira tetap memijit kepalanya pelan, jika mode sahabat maka Alvin tidak akan bisa mengucapkan kalimat sakral yang sering latan dia ucapkan. Elvira sangat santai.

"Kalau Kaka bawaannya seudzon terus, ya gimana mau dapet pasangan hidup? Harusnya kakak mulai membuka diri dari sekarang." Elvira refleks mengeluarkan kata-kata mutiaranya yang tanpa sadar sudah mengundang tatapan tajam dari Alvin.

"Bagaimana kalau besok aku buka pendaftaran cari jodoh aja, kak? Biar kakak bisa segera nikah?" usul Elvira dengan semangat.

Alvin mendengus sebal, tatapannya semakin sinis kali ini. "Kalau beneran kamu buat pendaftaran seperti itu, saat itu juga kamu akan kakak tarik ke KUA!" ancam Alvin membuat Elvira tiba-tiba merinding.

""

Tiba di Mall yang mungkin hampir tutup, tapi saat melihat seorang Alvin yang datang, semua pegawai lantai atas hanya bisa bungkam dan pasrah karena ini adalah Mall milik orang tua Alvin.

"Kak, jangan lama-lama. Kasihan mereka yang mau pulang!" Nasihat Elvira yang sangat tahu apa isi benak orang-orang yang ikut berdiri menghormati kehadiran mereka.

Alvin tampak santai dan kembali ke mode menyebalkan. Mengabaikan ucapan Elvira sampai akhirnya mereka tiba di sebuah tempat yang menjual aksesoris khusus untuk hewan-hewan peliharaan salah satunya, kucing.

"Giliran Lussy, kapanpun di jabani. Coba di suruh nikah, berasa jadi pria terjelek sedunia aja!" cibir Elvira dengan suara menggeram.

"El. Kakak masih bisa mendengarkan ucapan kamu!"

Elvira pura-pura tidak tahu, memilih berjalan mengitari rak bagian tali yang biasanya di gunakan di leher. Semua barang-barang yang ada di sini tidak ada yang jelek, semua bagus dan tentunya sanagt amat mahal walaupun barangnya hanya sekecil kelereng.

"Dua juta lima ratus totalnya, tuan."

Elvira menoleh ke arah kasir, kaget dengan nominal yang sj sebutkan. Saat melihat siapa yang ada di sana, Elvira hanya membuang nafas pelan lalu menggelengkan kepala.

"Lus, andai kamu tahu betap Alvin sangat mencintai kamu. Apakah kamu mau menjadi istrinya?" Elvira bermonolog dengan tatapan terheran-heran.

Setelah Alvin menyelesaikan urusannya di mall ini, pria itu mengajak Elvira segera keluar karena ini memang sudah seharusnya Mall di tutup.

Alvin menepikan mobil di jembatan panjang yang kanan kiirnya ramai pedagang kami lima.

"Mau jagung bakar atau telur gulung?" tawar Alvin dengan suara dan ekspresi yang ramah.

Sebelum menjawab, Elvira memastikan keadaan di luar lalu ia menoleh kembali pada Alvin yang masih menunggu jawabannya.

"Gak. Makanan di sini gak sehat untuk kakak. Kita pulang aja, besok Jan sembilan pagi kakak ada meeting!" kata Elvira memilih untuk tidak mengambil risiko.

Alvin terkekeh jenaka, ia menyugar rambutnya yang semula rapih. "Perut kakak gak selemah itu!"

"Kak, aku aduiin Tante Atikah mau?" ancam Elvira mengangkat ponsel pribadinya.

Alvin mendengus sebal, tangan kanannya terulur untuk mengacak rambut Elvira yang semula rapih.

Baper?

Sepertinya sama sekali tidak, sebab Alvin memang sering melakukan ini di saat apapun. Elvira hanya bisa diam dan pasrah.

Mobil kembali melaju, tapi tidak menuju rumah Elvira, melainkan apartemen Alvin yang ada di tengah-tengah padatnya ibu kota.

Elvira mendesah pelan, ia ngantuk dan juga lelah.

"Kak, proposal mana lagi yang harus di kerjakan?" tanya Elvira dengan nada lesu.

Alvin hanya senyum-senyum, pria itu sesekali menoleh ke arah Elvira tanpa ingin menjawab pertanyaannya.

Setibanya di apartemen sudah ada Hans, salah satu tangan kepercayaan Alvin juga. Hans tidak datang seorang diri, melainkan ada Lussy yang ia jaga dengan baik sampai sang empunya tiba.

Hans berdiri saat melihat tuan rumah telah kembali.

"Lussy aman?" tanya Alvin tidak menatap Hans, melainkan sibuk memperhatikan kondisi Lussy yang jelas-jelas terlihat baik tanpa ada kurang apapun.

Elvira hanya bisa menggeleng, ia berjalan menerobos menuju dapur apartemen ini, membuat minuman hangat karena udara malam ini bisa di katakan sangat dingin.

Tidak berselang lama, coklat panas sudah tersedia di dalam tiga gelas yang Elvira bawa menggunakan nampan menuju ruang tamu. Namun setibanya Elvira di sana ia sudah tidak menemukan Hans.

"Pak Hans pulang, kak?" tanya Elvira masih terlihat bingung.

"Heum," sahut Alvin sibuk dengan peliharaan kesayangannya.

Elvira duduk dengan helaan nafas yang menarik perhatian Alvin.

"Kenapa?"

"Apa?" sahut Elvira dengan nada sewot.

"CK. Kamu kenapa ngehela nafasnya sengaja banget di bikin ada suara?!" protes Alvin.

Elvira memutar bola matanya malas, lalu berandar pada punggung sofa yang ia duduki saat ini. "Sebenarnya kakak gabut atau gimana sih? Kenapa aku di bawa kesini?" Akhrinya Elvira bertanya.

Alvin memberhentikan aktifitasnya mengelus Lussy, ia melepaskan Lussy membiarkan hewan tersebut bebas berekspresi.

"Kakak mau kamu jadi istri kakak. Bagaimana?"

Sungguh sangat to the poin sekali. Elvira terbahak sambil memegangi perutnya sendiri.

"Pernikahan pura-pura. Kamu bebas melakukan apapun termasuk memiliki kekasih. Kakak tidak akan melarang ataupun mencampuri kehidupan pribadi kamu!" terang Alvin dengan wajah serius.

Elvira membenarkan posisi duduknya, mencari tempat ternyaman lalu menatap mata Alvin mencoba mencari kebenaran dari ucapannya barusan.

"Please. Kakak yakin kamu pasti bisa bantu kakak!" mohon Alvin mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Elvira tertegun, ia sampai bingung ingin berkata apa kalau sudah seperti ini. Jadi secara kasarnya Alvin sedang melamar Elvira saat ini.

"Kak. Pernikahan itu bukan permainan, kenapa kakak tidak mencari yang serius aja?" tawar Elvira dengan ragu-ragu.

Alvin menghela nafas berat, mengusap wajahnya kasar sambil bersandar dengan tatapan sendu.

"Terlalu rumit menjelaskan semua tentang kakak jika mencari. Kakak takut tidak menemukan perempuan yang sedetail kamu dalan memperhatikan kesehatan maupun keseharian kakak."

Kali ini Elvira menemukan ketulusan dari ucapan Alvin barusan.

"Hanya satu tahun atau setengah tahun, El. Please bantu kakak!" Alvin kembali memohon membuat Elvira termenung menatap pria yang biasanya terus berucap kejam pada siapapun.

"Akan aku pertimbangkan, kak. Beri aku waktu tiga hari untuk memutuskannya," minta Elvira.

Alvin tersenyum, ia kembali duduk dengan benar. Setidaknya masih ada harapan Elvira akan menolongnya, karena sesungguhnya hati Elvira sangat amat lembut dan mudah sekali tersentuh jika ada seseorang yang meminta tolong padanya.

***

Hari-hari berikutnya, di saat Elvira dan Alvin sedang sibuk bekerja di dalam ruangan Alvin, tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan nyonya, istri dari pemilik perusahaan ini.

Alvin langsung berdiri melepas kaca matanya. Sedangkan Elvira langsung berjalan menghampiri untuk mencium punggung tangan Atikah.

"Vin, jangan mentang-mentang mama pernah hubungi kamu perjanjian waktu itu akan hilang, ya! Mama datang untuk memastikan!"

Elvira merasakan udara tidak enak di ruangan ini, ia berniat untuk melarikan diri dengan cara berjalan melipir dan hampir sampai pada handle pintu sebelum akhirnya sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Aku dan Elvira sebenarnya sudah menjalin hubungan sejak lama, ma. Tapi kami terlalu malu untuk mempublikasikannya!"

Elvira tercengang dengan tangan mematung memegang handle pintu, ia tidak berani begerak sedikit pun.

Atikah mencoba mencerna dengan baik, ia memutar tubuhnya mencari keberadaan Elvira. Jika kalimat tersebut keluar dari bibir Elvira, Atikah akan percaya seratus persen.

"El. Apakah benar apa yang di katakan Alvin?" tanya Atikah dengan tatapan mengintrogasi.

Mau tidak mau, akhirnya Elvira membalikan tubuhnya lalu mengangguk tipis membuat Alvin lega. Sudah hampir satu Minggu pertanyaan itu belum juga di jawan oleh Elvira, dan akhirnya ia menajwab langsung di hadapan Atikah yang saat ini justru menangis.

Elvira panik.

"Tan, kalau Tante gak setuju sama hubungan kamu, El siap mundur kok!" ucap Elvira sungguh-sungguh, sedangkan Alvin mendelik kesal dengan ucapan Elvira.

Atikah menyeka air matanya, ia berjalan mendekati Elvira lalu memeluk tubuh ramping itu.

"Tante bersyukur sekali, akhirnya do'a-do'a Tante selama ini di ijabah sama Allah," ucap Atikah mengelus punggung Elvira.

Elvira dan Alvin saling mengkode lewat gerakan tangan dan bibir, terlihat jelas Elvira yang mengomel pada Alvin yang terlihat santai dan malah tertawa puas.

Atikah melepaskan pelukannya, menatap Elvira masih dengan mata berkaca-kaca.

"Secepatnya Tante dan keluarga akan ngelamar kamu, lalu kita segera fitting baju ya?" pinta Atikah sangat bahagia.

Elvira tergagap, sungguh tidak menyangka jika ia akan berakhir seperti ini.

"Ma, bulan-bulan ini kami sedang sangat sibuk. Dua bulan lagi Alvin janji bakal nikahin Elvira!" Alvin menyela namun ia langsung mendapatkan tatapan menyalang dari sang mama.

"Mama tahu jadwal kalian terbang sana-sini. Maka dari itu, mama inginnya ketika kalian pergi ke mana-mana statusnya udah halal. Jadi bebas mau ngapain aja, termasuk kasih Mama cucu!"

Uhuuuuk!

Elvira refleks terbatuk mendengar ucapan Atikah yang terdengar terlalu gamblang di sini.

Elvira tersenyum malu, menunduk meminta maaf. "Maaf Tante, El kelepasan." Bohong Elvira.

"Ma, pintu keluar ada di sana!'' Rasanya Alvin ingin sekali mengatakan hal tersebut pada Atikah yang selalu datang membawa hal yang tak terduga.

"Udah, kalian tenang aja. Semua mama yang atur!"

Ya. Mereka percaya jika wanita paruh baya ini sudah turun tangan, pasti hasilnya sungguh tidak mengecewakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status