/ Romansa / Nikah Siri / Chapter 1

공유

Nikah Siri
Nikah Siri
작가: Black Eagle

Chapter 1

작가: Black Eagle
last update 최신 업데이트: 2025-05-05 09:39:22

"Dia yatim piatu, jadi dia tidak punya wali khusus, aku meminta Anda saja yang menjadi walinya." Arman mengulurkan amplop coklat yang berisikan lembaran uang kertas, jarak mereka sangat dekat dan pria berpeci hitam itu suka rela meraih amplop yang diberikan Arman.

"Baiklah kalau begitu, Pak. Ijab kabulnya kita lakukan di dalam saja." Dia membuka pintu rumah dengan beberapa saksi yang bahkan tidak dikenal oleh Lia. Semua yang ada di sana telah diatur oleh Arman.

"Baiklah." Arman lalu menoleh ke arah mobil, dia melangkah ke sana dan membuka pintu mobilnya, "Ayo, ijab kabul sudah mau dimulai." Dia mengulurkan tangannya pada Lia yang tampak segar dengan dandanannya yang sederhana.

Hatinya tentu berdegup kencang, tapi dia sudah mengatakan kepada keluarganya bahwa dia akan tinggal di dekat sekolah, ya tentu saja dia berbohong, dan tidak akan pulang dalam waktu yang dekat.

"Semuanya akan baik-baik saja kan, Pak?"

Lia menggenggam erat tangan Arman.

"Kau harus percaya padaku, Lia." Tangan Arman hangat, dan Lia hanya tersenyum. Mereka lalu masuk ke dalam rumah yang disewa oleh Arman, dan melaksanakan ijab kabul.

Dengan teriakan kata, "Sah," Menggema di dalam ruangan membuat Arman dan Lia resmi menjadi suami istri, secara agama.

"Dengan begitu, kalian sah menjadi suami istri, selamat Pak Arman, dan dek Lia."

Lia hanya tersenyum, menganggap bahwa hidupnya mungkin akan baik-baik saja bahkan indah setelah ini. Arman berbisik, "Aku sudah menyiapkan tempat buat kamu Lia."

Lia yang menunduk kini menoleh ke arah Arman dengan senyum tipis yang hangat, "Aku tidak sabar ke sana." Lalu mereka kembali ke mobil, tangan Arman kini bebas menggenggam Lia kapan saja yang dia mau selama hanya ada mereka.

Dia juga bebas meminta Lia untuk melayaninya kapan saja, selama tak ada yang melihat, hanya mereka berdua dan Lia akan memberikan apa pun pada suaminya yang sudah sah.

Mobil putih Arman berhenti di hadapan lingkungan yang cukup sepi, cukup jauh dari sekolah.

"Di sini, Pak?"

Arman tersenyum dan mengangguk, dia menoleh ke arah Lia, sementara Lia sejenak diam, menganggap bahwa Arman mungkin memberikan tempat yang lebih hangat dibandingkan tempat yang terlihat sunyi, jauh dari jalan raya.

"Ya, di sini kita akan bebas, tidak akan ada yang menganggu, tidak ada tetangga, dan aku juga akan leluasa mendatangi mu."

Agak ragu, tapi Lia tetap berkata, "Tapi Pak, aku bakal kesulitan nyari angkot atau ojek dekat sini."

Arman sedikit memajukan  wajahnya pada Lia, "Aku akan menjemput mu, dan mengantar mu ke sekolah." Dia semakin memajukan wajahnya, hingga kepala Lia bersandar di pintu mobil, "Lia ku, apa kau pikir kita akan nyaman jika ada orang lain di sekitar kita?"

Lia menelan saliva, kembali memandangi lingkungan yang senyap, "Tapi bagaimana jika ada sesuatu yang terjadi, perampokan mungkin atau—"

"Aku akan memasang cctv. Kau tidak perlu cemas." Tatapan Arman menyipit dan tajam, membuat Lia ragu untuk membuka mulut. Lalu Arman keluar dari mobil, dia melangkah cepat dan membuka pintu untuk Lia, semua barang-barang Lia dibawa olehnya dan mereka masuk ke dalam rumah yang berkurang tidak besar, bahkan kecil.

Saat Lia masuk ke dalam sana, kakinya terhentak melihat ukuran rumah yang tidak terlalu sesuai dengan ekspektasinya.

"Dapur ada di dalam, dekat dengan kamar mandi, ini lemari mu." Dia menyandarkan koper di lemari, dan bahkan rumah itu sama sekali tidak memiliki ruang kamar.

"Apa aku akan tidur di sini?" Lia bertanya.

Arman tidak menjawab dan hanya menjatuhkan kasur ke lantai, tidak ada ruang tamu, hanya ada dapur dan kamar mandi, lemari dan pintu utama.

"Ya. Kita akan tidur di sini." Sambil merapikan bantal dan selimut. Di samping kasur itu ada sofa mungil untuk bersantai. "Kenapa, apa kau—"

"Aku menyukainya, Pak." Lia tersenyum, dia lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, pandangannya menatap langit-langit ruangan, "Ini sudah jam lima sore, Pak Arman mungkin akan kembali ke istri Pak Arman."

"Ngomong apa kamu Lia." Dia duduk di pinggir kasur, di samping Lia berbaring, "Bukan kau juga istriku?" Dia lalu membaringkan tubuhnya di samping Lia, dan mereka saling menatap satu sama lain. Tangan Lia bergerak pelan menyentuh kacamata Arman dan menariknya keluar dari wajah tirus pria itu.

"Begini lebih jelas." Lia tersenyum, "Bagiamana jika keluarga Pak Arman mencari?"

Arman menggerakkan tangannya dan melepaskan peniti yang mengikat kerudung Lia, "Kau tenang saja, aku sudah katakan ke Ratu kalau aku mengunjungi ibuku di panti jompo, dan mungkin akan menemani dia semalaman di panti."

"Panti jompo?" Lia menampilkan wajah rumit, "Aku bisa tinggal dengan Ibu Pak Arman, aku bisa merawatnya."

Arman tersenyum, menggelengkan kepala dan pelan-pelan menarik jilbab Lia yang kini memperlihatkan rambut indah Lia, perlahan dia memajukan tubuhnya, lebih dekat ke arah Lia.

"Ibuku baik-baik saja di tempatnya sekarang, lagi pula dia yang minta tinggal di sana." Dia diam, mereka kemudian diam lalu lembut Arman memajukan kembali wajahnya, menjatuhkan bibirnya di bibir Lia. Gadis belia itu masih kaku, tetapi Arman justru lebih menyukainya karena dialah yang mendominasi.

Arman cukup lembut, tapi perlahan dia semakin agresif, dia begitu cepat melucuti pakaian Lia. Dan ketika dia berhasil menanggalkan pakaian Lia kemudian tak ada yang tersisa di tubuh gadis itu, dan Arman semakin mendominasinya, tiba-tiba ponsel pria itu berdering, dia tentu mengabaikan. Mereka mengabaikan.

"Pak ...." Tangan Lia mencengkeram rambut ikal tebal milik Arman, dia menepuk bahunya lalu berkata dengan nafas putus-putus yang disertai dengan erangan, "Mungkin panggilannya penting."

Arman menghentikan gerakannya, dia melepaskan tubuhnya dari Lia, meraih ponselnya yang terus berdering dan matanya membelalak setelah melihat nama ayah mertuanya yang berada di dalam layar ponsel.

Dengan cepat Arman menjawab panggilannya dan berkata, "Iya, Ayah?"

Dan terdengar dari balik ponsel, "Di mana kau? Istrimu akan segera melahirkan dan kau tidak berada di rumah! Cepat ke rumah sakit! Dari tadi sudah dihubungi tidak menjawab-jawab!"

"Baik ... Baik Ayah aku akan ke sana." Keringat dingin menetes di kening Arman, dia kalang kabut dan menarik semua pakaian yang dia tanggalkan di atas kasur.

"Kenapa Pak?" Lia bertanya pelan.

"Kunci rumah, ada persediaan makanan di dapur. Dan—"

"Memang ada apa, Pak." Lia kembali bertanya.

"Ratu akan segera melahirkan, aku tidak bisa di sini, Lia. Aku harus pergi."

Dan selama sekejap, Arman pergi. Gadis ini, Liandra Firdaus hanya bisa terdiam di dalam sana, menarik selimut dan menutupi tubuh telanjangnya.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Nikah Siri    Chapter 8

    FLASHBACK KETIKA LIA MENYETUJUI SEGALANYA Semuanya diselesaikan dengan hanya permintaan maaf dari Arman serta semua biaya pengobatan untuk anak yang dipukulinya dibiayai oleh Arman Setya. "Lain kali jangan lakukan itu lagi. Kau bodoh sekali, Arman. Kenapa kau harus terlibat hanya karena kau membela guru honorer." Ratu yang berbadan dua itu tampak kesal dengan tindakan suaminya. "Jadi, kau ingin aku diam saja, begitu?" Arman mengganti kemejanya dengan piyama tidur lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. "Lagi pula semuanya sudah selesai, dan tanpa melibatkan ayahmu." Arman menarik selimut lalu membelakangi ratu yang masih belum selesai dengan ucapannya. Sepanjang malam dia hanya mengomeli Arman dan suaminya justru tak peduli dengan hal itu, kepalanya masih berdenyut mengenai apa yang terjadi antara dia dengan Lia. Saat Arman berhasil membiarkan tubuhnya beristirahat, di belahan bumi lain, Liandra Firdaus yang tinggal di rumah Tante dan neneknya kini berbaring di atas ranjangnya

  • Nikah Siri    Chapter 7

    FLASHBACK BERMAIN API Suasana ruangan kepala sekolah yang ber-AC rasanya mencekam, Lia hanya duduk di kedua kaki yang rapat saling berdempetan, matanya menatap kedua telapak tangannya yang saling bergenggam satu sama lain. Di sampingnya Arman yang terlihat dengan wajah tenang, dan tiba-tiba pintu terbuka, suara nyaring dengan langkah kaki yang terdengar jelas, Pak Damar Ringga menarik kursinya dan duduk di belakang meja. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Pak Damar selaku kepala sekolah mencoba untuk bersikap tenang, dia sesekali menatap Lia dengan tatapan prihatin. Pak Damar tidak terlalu tua untuk posisi kepala sekolah, dan dia juga sama sekali tidak muda, kulitnya agak coklat, tapi tubuhnya ramping dengan rahang yang masih tegas, tapi di sela-sela rambutnya sudah terlihat helaian rambut putih. "Bocah itu kurang ajar." Arman mengangkat pandangannya, dan mereka saling bertatap satu sama lain, Damar selaku kepala sekolah dan Arman sebagai wakilnya. "Dia merekam Bu Lia saat mengajar d

  • Nikah Siri    Chapter 6

    FLASHBACK KEJADIAN DI SEKOLAH Setelah upacara penaikan bendera dan pemberian penghargaan bagi siswa-siswi yang berhasil memenangkan olimpiade, Lia, dia kembali ke rutinitasnya, menyusun buku tugas, mengerjakan pekerjaan guru-guru senior, dan kemudian masuk ke ruang kelas, mengajar. "Selamat pagi, Bu Lia!" Suara anak-anak serentak menyapa. "Pagi." Lia membalas dan duduk di kursinya, dia membuka buku absensi dan menyebut satu persatu nama murid-muridnya, lalu memulai pelajaran ekonomi kelas sebelas. Dia menjelaskan semuanya dengan baik tetapi anak-anak yang berada di bangku paling belakang terlihat mengabaikannya, mereka juga mencoba untuk merekam Lia, tetapi sayangnya Lia tidak menyadari bahwa anak-anak itu sedang merekam area pribadi yang dimiliki Lia. Lia selama ini tidak pernah melawan siapa pun atau mengeluh, dia hanya gadis honorer yang menerima gaji berapa pun untuk mengajar, bahkan sering kali tidak dihormati oleh murid-muridnya. "Tolong perhatiannya. Yang dibelakang, jan

  • Nikah Siri    Chapter 5

    FLASHBACK "Kok muka Bu Lia sejak tadi pucat ya? Bu Lia sakit?" Pertanyaan yang dijatuhkan oleh salah satu siswi Lia. Dan hanya dibalas gelengan. "Bu Lia mungkin kecapean." Arman menyahut, "Well, kalian juga kalau pulang langsung istirahat, nanti hari Senin nama kalian bakal diumumin sebagai murid-murid yang berprestasi." Arman dengan senyum ramahnya, tetapi pandangannya masih kepada Lia, yang saat itu dia ingin sekali membawa pergi Lia dari sana dan mengacak-acak pakaiannya. Entah sejak kapan dia memandangi Lia dengan begitu agresif, dia bahkan tidak ingat kapan pertama kali dia menyadari bahwa dia memiliki perasaan pada mantan muridnya itu. Tak ada yang penting dengan kesuksesan anak-anak murid mereka, Arman hanya fokus kepada objek yang berada di hadapannya sedangkan Lia fokus mengunyah makanan yang tak membuatnya nafsu makan. Pikirannya masih terbayang tentang malam gelap panjang yang dia lalui dengan Arman. Bahkan sepanjang perjalanan dia hanya diam, dan ketika Arman menawark

  • Nikah Siri    Chapter 4

    FLASHBACK, MALAM DI MANA KIA MENYERAHKAN SEGALANYA Ponsel Arman Setya terus saja berdering seiring jemarinya melepas setiap kancing kemeja yang membalut tubuhnya, nafasnya terengah-engah dan saling bersentuhan dengan nafas milik Lia yang bersandar di dinding pintu. Ada keraguan di balik tatapan gadis itu, dia bertanya, "Ponsel Pak Arman—""Sssst." Dia menyentuh bibir Lia, mengisyaratkan untuk tak bicara. Arman merogoh sakunya dan membiarkan ponsel miliknya berada di atas nakas. Tangannya menyentuh pipi Lia lalu dia melepaskan jilbab Lia dengan lembut, menjatuhkannya ke lantai, sembari berkata, "Aku tidak sabar menikah dengan mu nanti, Lia." Dan semuanya dimulai saat itu, Lia memberikan kehidupannya untuk Arman, gadis polos yang hanya terjebak dalam nostalgia masa lalu. Dia mencintai Arman, gadis berusia tujuh belas tahun yang kini berusia dua puluh satu tahun itu masih memiliki perasaan kepada pria yang sama. Sepanjang malam Arman menguasai tubuhnya dan dia bahkan tak menolak seti

  • Nikah Siri    Chapter 3

    FLASHBACK "Iya sayang?" Arman terdengar lembut, dia berbicara dengan seorang wanita sebaya dengannya melalui telpon, sementara Lia tampak melangkah pergi dari sana, hendak ke kamar hotelnya. Tatapan Arman sekilas ke arah Lia tapi kini gadis itu menghilang dari tatapannya. Liandra Firdaus mengepalkan tangan, berjalan di lorong hotel dengan menahan rasa yang bercampur aduk. Dadanya sesak, pikirannya kacau. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan gejolak yang menyeruak, lalu mendorong pintu kamarnya dan masuk. Begitu pintu tertutup, tubuhnya langsung gemetar. Ia menyandarkan punggung ke pintu, napasnya tersengal. Jemarinya tanpa sadar menyentuh bibirnya sendiri — bibir yang baru saja disentuh oleh Arman. Ciuman pertamanya. Ini nyata.Dengan gerakan gusar, Lia meraih jilbabnya yang terlepas dan menghentakkan nya ke tempat tidur. Ia kemudian memeluk dirinya sendiri, jatuh berlutut di tepi ranjang, air mata mengalir tanpa henti."Astaga..." isaknya."Maafin aku, ya Tuhan," ucapnya

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status